Pagi harinya setelah menangis meratapi hubungannya dengan Rafdi, Enbi memilih untuk kerja di hari minggu. Mengambil part time lagi di Cafe Raisa. Kebetulan hari ini, cabang Raisa yang dekat dengan kostnya membutuhkan karyawan tambahan.
Dan sekarang, lebih enaknya lagi Enbi ditaruh dibagian kasir. Huh, enaknya punya orang dalam. Kalau saja gaji Raisa setara dengan gajinya di rainbow, Enbi lebih memilih disini daripada makan hati tiap hari.
Hari sudah siang, Enbi melirik jam di ponselnya. Sudah pukul dua siang lebih. Masih lama, karena Enbi memilih untuk lembur. Rumayan gajinya buat ongkos pulang pergi. Tiga hari lagi, dia baru menerima gaji. Jadi daripada boncos, lebih baik dilembur.
"Loh, Enbi! Lo kerja disini?!"
Enbi langsung berdiri dari tempat duduknya saat mendengar suara pekikan. Kedua bola mata Enbi mendelik saat melihat Ciani dan seorang perempuan disampingnya.
"Siapa dia dek?" tanya Karen.
Ciani tersenyum meledek. "Oh, dia junior aku kak," ujarnya lalu berbisik ditelinga Karen sambil sesekali menatap Enbi.
Kampret ini lampir pasti ngomongin gue!
Dari gerak-geriknya yang berbisik-bisik sambil bolak balik menatap Enbi dan juga kikikan kedua perempuan itu. Enbi cukup tau kalau Ciani pasti sedang ngomongin dirinya.
Dih, beraninya bisik-bisik!
"Cantikan kamu kok dek," celetuk Karen yang membuat Enbi membulatkan mulutnya.
Anjirlah pake bandingin fisik lagi! batin Enbi lalu menurunkan pandangannya dari atas ke bawah.
Emang tepos sih! kalau soal cantik, Enbi beranilah diadu. Karena sekarang dia tahu skincare jadinya nggak burik. Tapi kalau soal body, sudahlah Enbi lambaikan tangan.
"Ah kakak ini bisa aja, cantikan kakak tau."
Saat itu juga Enbi ingin muntah rasanya. Kalau saja dia tidak bekerja, pasti Enbi memilih kabur sekarang. Daripada mendengarkan ocehan pick me ala Ciani.
"Yaudah yuh ambil buku menunya, udah ditungguin Adri sama Rafdi," mendengar nama Rafdi disebut, Enbi lalu merotasikan kedua bola matanya mencari sosok Rafdi. Namun tidak ketemu.
Ah mungkin diatas.
Karena Cafe Raisa ini memang berlantai dua.
"Gue pesan dulu ya Bi!" ujar Ciani.
"Iya, silahkan," jawab Enbi seramah mungkin padahal dalam hatinya ia sedang menyumpah serapahi Ciani.
"Nanti biar Rafdi yang anter kesini!"
Terus gue harus salto gitu? Dasar lampir pikmipikmi ieuuu
"Iya," jawab Enbi singkat malas menanggapi.
Akhirnya Ciani dan Karen melenggang pergi dari depan kasir. Kedua mata Enbi tidak berhenti menatap mereka. Sesuai dugaan Enbi, ternyata mereka memang di lantai atas.
Huh, dia emang cepet kalau disuruh mup on.
Pandangan Enbi menjadi sendu lagi. Dadanya bergemuruh lagi, rasanya campur aduk. Namun lebih banyak sakitnya. Dia sudah terlanjur baper pada Rafdi, namun ternyata ditinggalkan seenaknya lagi seperti kemarin.
Harusnya kemaren gue nggak kejebak sama dia lagi! Lo emang goblok Bi!
Enbi melamun meratapi nasibnya acak adul ini. Ada rasa penyesalan karena dipertemukan dengan Rafdi lagi. Rasanya sakit sekali direlung hatinya, dia sudah mulai menerima Rafdi seutuhnya kemarin. Namun ternyata dipermainkan lagi.
"Siang Kak, ini pesanan saya."
Suara berat itu membuyarkan lamunan Enbi. Tersadar ia langsung menatap ke customer dan betapa terkejut dirinya saat mendapati dua orang laki-laki yang satunya Enbi kenal.
"Oh iya Kak," Enbi mengambil catatan pesanan yang diberikan lelaki itu dan langsung menghitungnya.
"Kerja lagi lo?" celetuk Rafdi namun diabaikan oleh Enbi.
"Lo kenal sama dia?" tanya Adri penasaran.
Rafdi terus saja menatap Enbi, mengabaikan Adri yang terus bertanya. Sementara yang ditatap tak merespon sama sekali pertanyaan Rafdi. Sangat tidak profesional, tapi bagaimana lagi? Kali ini ia terlalu sakit hati.
"Totalnya Seratus sembilan puluh ribu ya Kak," ujar Enbi menatap Adri.
"Sombong banget lo jadi kasir! Gue laporin baru tau rasa!"
Sabar Enbi, sabar! Orang sabar jodohnya Jungkook.
"Biar gue yang bayar!" seloroh Rafdi lalu membuka dompet dan mengambil dua lembar uang berwarna merah.
"Nih, ambil aja kembaliannya!"
Sombong banget sih anjing satu ini! sungguh Enbi tidak bisa menahan untuk tidak mengumpati cowok ini didalam hati.
"Oh ya terimakasih!"
Ya, meskipun cuma sepuluh ribu Enbi akan mengambilnya. Karena dia tidak munafik, tidak menolak uang tip selama itu halal.
"Galak amat lo, Raf! Siapa dia?!"
••••
Dua jam mereka berada di Cafe ini. Ngobrol kesana kemari, namun Rafdi tak bisa fokus. Karena otaknya sekarang berada pada Enbi. Harusnya dia menjauh karena masih sakit hati dengan sikap Enbi tempo lalu. Namun entah kenapa ia malah ia khawatir pada Enbi.
"Gue beneran penasaran sama itu film hantu," celetuk Karen.
Memang nanti sore pukul setengah empat, rencananya mereka akan lanjut nonton film pukul empat.
"Halah kamu ini Beb, penasaran pas nonton malah sembunyi diketek aku," sahut Adri.
Ciani memangku dagunya diatas kedua telapak tangannya yang bertangkup. Sambil memperhatikan sepasang kekasih didepannya yang menurutnya romantis.
"Enak banget tau Kak Karen, kalau takut ada yang dipeluk," kode Ciani pada Rafdi. Namun sayang yang di kode malah melamun sambil bertopang dagu.
Hanya Karen yang paham dengan kode Ciani. Sementara Adri tak paham dengan rencana pacar dan adiknya itu.
"Lo kan nggak takut Ci, justru setannya yang takut sama elu! Haha!"
"Kakak!" Ciani memekik tidak terima, sebaliknya Adri malah tertawa mengejek. Kakaknya itu memang suka sekali kalau membuatnya kesal.
"Kenapa? Itu fakta tau Ci!"
Ciani cemberut, mengerucutkan bibirnya selancip mungkin. "Awas ya nanti di rumah, habis kakak!" ancamnya.
Adri malah tidak takut, dia malah semakin menggoda sang adik. "Heh, lo tahu kan Rafdi itu tipenya cewek anggun, sabar nggak kayak lo yang suka ngereog!" godanya lalu mencolek dagu Rafdi.
"Kenapa sih Dri?" tanya Rafdi yang terganggu dengan colekan Adri.
Ciani langsung berdeham dan mengatur ekspresi dan sikapnya. "Ah, itu kak. Adri tuh jail orangnya!" kilahnya.
"Panggil Kakak, Ciani!" titah Adri.
"Ogah!" jawab Ciani dengan pelan.
Karen yang sudah terbiasa dengan perdebatan kakak dan adik itu memilih menyantap cemilan. Sementara Rafdi sudah merapikan tasnya.
"Udah setengah empat, kuy cabut!" ajak Rafdi.
"Iya, ayo kita pergi!" sahut Adri.
Keempat orang itu bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan menuruni anak tangga. Dari anak tangga, kedua mata Rafdi tidak berhenti mencuri pandang ke kasir. Lalu kedua bola matanya membulat sempurna, saat melihat siluet yang ia hapal sekali.
"Itu si Enbi sama siapa Kak?" celetuk Ciani yang juga melihat kearah kasir.
Enbi yang sudah melepas pakaian kerjanya dan ditunggu laki-laki yang berdiri disampingnya.
Rafdi mengepalkan kedua tangannya. Rahanya mengeras, napasnya naik turun karena cemburu. Namun ia menahannya, sampai Enbi dan si cowok melenggang pergi meninggalkan Cafe.
Awas lo Bi!
KAMU SEDANG MEMBACA
Enbi Solo (21+)
Romance21+ Romance, Comedy ■■■ Setelah sekian lama menganggur. Enbi di terima di sebuah perusahaan penerbitan sebagai Editor. Namun kesialanya datang saat Enbi tahu kalau Ketua Tim divisinya adalah sang mantan. Lalu kesialanya datang bertubi - tubi saat...