39. TDLB 🐦⛔️

1.9K 98 1
                                    

****
Jgn lupa vote dan komen ya, terutama buat yang suka minta double up. 🤨

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Renatta duduk dengan canggung di peraduan Servian. Ia pernah masuk ke sini tentu saja. Saat dirinya masih berkeliaran dengan identitas sebagai lelaki bernama Rayyan. Ia merasa canggung karena ia kini duduk di sini sebagai Renatta. Dipandanginya Servian yang duduk di balik meja kerjanya dengan tatapan kagum. Orang kenapa bisa setampan ini? Itulah yang Renatta pikirkan. Bahkan ketika Servian terlihat lelah, pria itu masih saja tampan. Mungkin Tuhan menciptakannya dengan senyuman.

Sambil meluruskan kedua kakinya, Renatta menyangga tubuhnya dengan kedua tangannya di belakang punggung. Ia menatap ke arah langit-langit kamar yang cukup tinggi. Megah dan mewah. Banyak ukiran rumit di dinding dan beberapa bagian di langit-langit. Lalu dua buah lampu kristal dengan ukuran sedang juga menghiasi pandangan Renatta. Memang luar biasa kamar seorang Duke ini.

Renatta kembali menoleh ke arah Servian. Pria itu masih sibuk dengan pekerjaannya. Ia jadi merasa bosan. Tiba-tiba, terlintas ide jahil di benak Renatta. Ia berjalan ke arah Servian. Wajahnya yang memar kini terlihat lebih baik setelah diberi salep. Ia sampai melupakannya dan muncul di depan wajah Servian untuk mengagetkan pria itu.

"Apa Anda sibuk Tuan?!" suara Renatta agak meninggi. Servian sedikit berjengit. Namun kemudian ia memicingkan matanya saat melihat memar di wajah Renatta yang biasanya mulus. Renatta menatap Servian dengan bola mata biru jernihnya. Masih tak sadar kalau Servian sedang kesal melihatnya terluka begitu.

"Kau sudah diobati?" tanya Servian.

"Ah, iya. I-ibu yang melakukannya." Renatta tersenyum lebar. Hm, masih agak sakit sih kalau dia gunakan untuk tersenyum begini.

"Sejak kapan dia menemukanmu?"

"Apa Tuan marah?"

"Tentu aku marah."

"Saya minta maaf."

"Aku marah padanya. Sejak kapan dia menemukanmu?"

Renatta terlihat mengingat-ingat. "Sepertinya seminggu yang lalu."

Servian menghela napas dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Jadi selama seminggu ini Camila memukuli Renatta.

"Kau bukan tipe orang yang akan diam saja saat aku tindas. Kenapa sejak dulu kau tidak mau melawan Camila?"

Renatta juga tidak tahu. Dia merasa nyaman ketika bersama Servian. Dan mungkin Renatta juga mempercayakan hidupnya pada Servian yang menurutnya baik. Ia takut pada Camila karena wanita itu bisa menggunakan kekuatan ayahnya untuk membuat Renatta dalam masalah.

"Saya hanya seorang rakyat biasa. Memangnya saya bisa melakukan apa? Yang ada nyawa saya bisa melayang."

"Kau tidak takut aku akan membunuhmu memangnya?" Spontan saja Renatta menggeleng.

The Duke's Little BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang