TDLB 58 🐦

876 89 8
                                    

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Hik!"

"Hik!"

Suara cegukan terus terdengar dari bibir Marine. Ia tidak terbiasa, dan sebenarnya baru dua kali ini ia meminum alkohol. Sehingga tingkat toleransinya benar-benar rendah. Ia merasa sedikit pusing. Namun tetap berusaha mempertahankan kesadarannya. Sambil terus mengingatkan dirinya bahwa ia sekarang tengah bekerja.

"Sepertinya benar kata Erie, aku memang tidak seharusnya ada di sini." Marine duduk tegak, lalu menatap taman istana yang terlihat agak gelap. Ia berdiri dan menghampiri minumannya yang ia letakkan di atas pembatas balkon. "Lebih baik aku tetap di hutan dan berburu. Itu lebih cocok untukku." gumam Marine, mengangkat gelas sampanyenya dan menggoyangkan isinya perlahan.

Di tempat lain, Servian mengerutkan alisnya ketika mendapati balkon yang ia pijak sekarang kosong. Tidak ada siapapun di sini. Sepertinya tadi ia melihat Renatta keluar dari aula, ke arah balkon ini. Apa dia salah?

"Hik! Aku rindu Ayah dan Ibu!"

Suara itu membuat Servian terkesiap. Ia menoleh dan melihat seorang wanita tengah berdiri di balkon yang lain. Dua balkon yang mereka pijak berjarak kurang lebih 3 meter, sehingga Servian dapat melihat cukup jelas wajahnya di keremangan malam ini.

"Aku ingin pulang." Wanita itu membungkuk dan menumpukan kepalanya di atas kepalan tangannya yang ia letakkan di atas pembatas balkon. "Haaah!"

Servian mendengar dan melihat keluh kesah itu dengan kaki yang terpaku di lantai balkon. Ia jadi penasaran, apa maksud perkataan Renatta itu. Ia ingin terus mendengar gerutuan dan keluh kesah wanita itu meski itu butuh berjam-jam.

"Tapi tidak bisa. Aku harus tetap di sini." Lalu tangisan Renatta terdengar. Tanpa air mata, dan hanya terisak-isak seperti anak kecil.

"Dasar bodoh. Selalu saja cerohoh." Servian sudah tak tahan lagi, ia naik ke pembatas balkon di depannya dan segera melompat ke arah balkon tempat Renattanya berada.

Hup!

Dug!

Seett!!

Sebelah tangan Marine tertahan di udara. Pergelangan tangannya ditahan oleh seseorang saat ia hendak mencengkeram leher orang itu.

Beruntungnya, walau ia sedikit mabuk, ia masih dapat menyadari kehadiran seseorang sehingga ia hendak menahan serta melumpuhkan orang itu. Namun ternyata orang yang ia hadapi memiliki kemampuan bela diri yang jauh lebih hebat dari dirinya. Gerakan cepat Marine dapat ditahan begitu saja dengan mudahnya.

"Siapa kau?" Marine memicing menatap seorang pria yang masih memegangi tangannya. Karena memakai topeng, Marine juga tak dapat melihat wajahnya. Terlebih, pria ini pasti jarang ke istana sehingga ia tak mengenalnya.

The Duke's Little BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang