Am I Scared?

410 53 11
                                    

***

2 bulan kemudian.

Tubuh Renatta lunglai di atas pangkuan Servian. Ia sudah berhenti bekerja karena manajernya tak kunjung menyerah mendekatinya. Ia pikir, waktu itu ketika manajernya terlihat menjauh, pria itu akan berhenti. Ternyata dugaannya salah. Dua minggu setelah ia berhenti bekerja, ia dinyatakan mengandung. Sesuatu yang tak pernah Renatta bayangkan. Tapi ia senang sekali. Saking senangnya ia jadi sering mengelus perutnya sendiri.

"Kau bisa berangkat bekerja. Aku baik-baik saja." kata Renatta.

Servian mengusap keringat di dahi Renatta, "aku akan izin."

"Kau bisa dimarahi nanti."

Servian menggeleng.

"Paman nanti marah."

"Tidak. Paman tahu kau mengandung. Jadi dia akan maklum."

Paman Servian adalah presiden direktur di perusahaan tempat Servian bekerja. Beberapa hari lalu Servian izin karena Renatta pingsan setelah muntah-muntah. Lalu pamannya bertanya mengapa ia sering izin akhir-akhir ini.

"Aku ingin makan nachos."

"Makan sup dulu saja ya?"

Renatta menggeleng. "Nachos, pedaaasss." rengek Renatta.

Renatta terus merengek sampai Servian memesan apa yang Renatta inginkan. Selain nachos, Renatta juga ingin minum jus mangga dingin di tengah cuaca musim panas ini.

Saat pesanan datang, Renatta melompat dari pangkuan Servian dan langsung menuju ke arah wastafel di dapur. Servian jadi bingung harus menghampiri istrinya dulu atau kurir yang mengantar pesanan di depan rumah. Ia akan meminta ibunya untuk mencarikan asisten rumah tangga.

Setelah berpikir cepat, Servian akhirnya menerima pesanannya dulu. Baru setelah itu ia menghampiri istrinya. Renatta sudah lemas di depan wastafel. Ia belum memakan apapun kecuali sup ayam yang tadi pagi ia makan, lalu secangkir air putih.

"Kita ke dokter ya?"

Renatta menggeleng.

"Bodoh, kalau sekali muntah ke dokter, aku akan ditertawakan."

Renatta dipapah ke meja makan oleh Servian. Pria itu mengambil air minum untuk istrinya yang jadi lebih cerewet ketika mengandung ini. "Mau makan nachosnya?" Renatta menggeleng. "Hmm... sudah aku duga. Kalau begitu minum jusnya saja ya?" Barulah Renatta mengangguk. Itupun hanya 3 kali tegukan, dan wanita itu sudah menjauhkan jusnya dari hadapannya.

"Aku mau tidur." Tanpa kata-kata lagi, Servian menggendong Renatta naik ke lantai 2. Ia membaringkan istrinya dan ikut berbaring di sampingnya.

"Tidurlah. Aku akan pergi setelah kau tidur."

***

Hari-hari kehamilan Renatta tidak berlangsung baik. Beberapa kali wanita itu pingsan hingga membuat Servian kalang kabut kesetanan. Renatta harus bedrest di rumah sakit selama lebih dari 3 hari. Itu membuat Renatta merasa tidak enak pada Servian. Dan Paman mereka tentu saja.

"Pergilah ke kantor. Aku baik-baik saja. Ada Ibu dan Adik Ipar."

"Aku bisa bekerja dari sini."

"Servian, kalau Paman kesulitan karenamu, aku tidak akan memaafkanmu."

Servian mengerang. Haa... ia tidak bisa lagi menolak kata-kata Renatta. Setelah mengelus perut Renatta dan mengecup kening wanita itu, Servian meninggalkan ruang perawatan istrinya.

Beberapa saat setelah itu, Ibu Mertua dan Adik Ipar Renatta kembali.

"Kak Vian mana, Kak?"

"Ke kantor. Sudah 3 hari kan dia izin terus."

The Duke's Little BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang