18. Gue Melepaskan Tokichi

52 28 4
                                    

Kak Sandi Inkai
Nanti ikut latihan, Ar?

Gue
Maaf Kak, gue harus ke rumah sakit jenguk Dita.

Kak Sandi Inkai
Kalo itu gue ikut, ya?

Gue
Terus anak-anak gimana kalo gak ada kakak di tempat?

Kak Sandi Inkai
Masih ada senior yang lain. Mereka lebih baik kalo soal melatih bela diri daripada gue, Ar.

Gue
Ok.

Chat gue dan Kak Sandi selesai. Kak Sandi ini baik banget ke gue, gue juga tak habis pikir bahwa dia akan memukul Tokichi sampai babak belur seperti itu. Tapi kalau diingat lagi, Tokichi memang jahat dan tidak berperasaan. Gue bingung dengan pola pikirnya, sejenak dia baik ke gue—hangat, sejenak dia dingin ke gue—cuek, bahkan seperti orang yang tidak mengenal gue. Padahal di tangan gue dan dia sama-sama memakai cincin pertunangan itu meskipun Tokichi pacaran sama Naira. Gue saat ini duduk terdiam di dalam kelas karena sedang waktunya Kesenian. Kita ada kegiatan melukis. Kanvas dibuat sendiri, dari kayu waru, cat tembok, lem kayu, dan kain tenun polos yang terakhir staples juga paku. Saat ini frame kanvas gue telah jadi, caranya mudah tidak sulit. Anak SD pun bisa asalkan dalam pengawasan orang tua karena harus memakai paku dan staples. Setelah jam makan siang tepatnya di jam mata pelajaran ketiga, semua murid X1 masih harus melanjutkan untuk melukis. Sedangkan, untuk ekskul gue sudah izin bahwa gue tidak ikut karena harus ke rumah sakit.

"Ari..."

"Tokichi, ngapain lu kemari?" fokus melukis gue terganggu saat dia memanggil gue dari depan pintu. Yang mana kebiasaan saat praktikum kesenian memang pintu selalu terbuka. Guru gue saat ini baru, dia wanita bernama Bu Lia. Kami biasa panggil guru itu dengan sebutan Bu Li.

"Kita pulang bareng, yuk, nanti."

"Gue nggak bisa."

"Mau jenguk Dita, ya?"

"Bukan urusan lu!"

"Salah gue apa, sih, lu sampai sebenci itu ke gue."

"Gila lu, ya? Gak waras! Bu Li, ada anak nakal dari kelas lain ganggu saya melukis," gue mengadu ke guru pengajar gue. Alhasil Tokichi disuruh pergi secara halus sama seperti saat gue dulu di siram dengan kuah cilok dan di usir secara halus oleh guru pengajar di kelasnya. Bedanya gue kemarin dipermalukan dengan cara licik, sedangkan gue saat ini terang-terangan. Iya, ini gue, dan beginilah gue. Gue tidak suka memakai tangan orang lain untuk membalas sakit hati gue. Apa yang terjadi hari ini disaksikan oleh seluruh teman sekelas gue, cowok lembayung itu tak ada rasa bersalahnya ke gue sama sekali.

Lukisan gue selesai lebih cepat. Gue mengambil tema—idol—judul—Surat Cinta Tiga Garis. Lukisan itu berisi pasangan muda dari awal bertemu sampai menikah dengan baground pedesaan. Ceritanya seorang pria yang meninggalkan wanitanya demi cita-cita untuk menjadi seorang artis besar. Mereka bertemu di pedesaan dan terpisah, kemudian bertemu di kota lalu terpisah karena sang wanita juga harus mengejar cita-cita. Kemudian bertemu kembali di panggung hiburan. Lelaki menjadi artis dan wanitanya menjadi penulis skenario film. Nuansa warna lukisan gue biru langit, pink, dan nuansa perpisahan juga pertemuan yaitu, hijau rumput.

Gue pergi ke perpustakaan untuk pertama kalinya karena tidak tahu harus berbuat apa setelah menyelesaikan tugas gue, sekalian untuk menghindari Tokichi.

"Ari..."

"Lo! Kak Sandi, kok, disini?"

"Iya. Eh, tumben lu baca buku."

"Iya, nih, bosen di kelas. Tugas gue sudah selesai."

Saat bercakap dengan Kak Sandi dari sudut mata, gue seperti melihat Tokichi lengkap dengan masker hitamnya. Tapi saat gue pastikan kembali tak ada siapapun, gue pun kembali masuk perpustakaan. Gue menjadi awas, gue berpikir apa jangan-jangan anak dari kelas X5 mau berbuat ulah lagi sama gue?

END|| Tori Romance || •Djaduk✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang