40. Mas Suami?

13 4 0
                                    

Sepulangnya gue di rumah, sesegera mungkin gue menggunakan kostum gue yang seperti pria—berhoodie hitam, dan berangkat dengan motor Papi gue. Gue belum diperbolehkan naik roda empat. Gue memakai headset untuk mendengarkan ucapan robot maps yang di share oleh Tokichi. Gue sedikit mempercepat laju gue agar tidak ketinggalan dengan kegiatan mereka. Gue datang di pemakaman khusus umat kristiani.

"Itu dia, tuh." Gue berpura-pura menjadi pelayat tepat berhadapan dengan mereka selisih tiga kuburan. Gue mendengarkan semua ungkapan kesedihan dari Naira ke Tokichi. Sebenarnya jika itu benar, gue agak tersentuh, juga haru. Tapi, gue tidak tahu kebenaran di balik kesedihan yang terbilang sangat berlebihan dan rumit itu. Naira tiba-tiba saja mengagetkan gue dan melihat ke arah gue.

"Mas," panggilnya.

"Yo!" balas gue setengah menunduk dan membesarkan suara. Kedua tangan gue masuk ke dalam saku hoodie gue.

"Apa saya mengganggu?" ungkapnya bertanya, tapi ini sungguh tak sopan karena di kuburan. Jika dia mendekat, gue akan ketahuan tapi, jika berseru di kuburan ini juga tak baik bisa menarik perhatian pelayat yang lain. Gue terdiam, memilih tak menjawab pertanyaannya. Gue lihat Tokichi membuat kode dari mulutnya seperti—jawab aja—jadi, gue menurutinya dan menjawab Naira dengan menggelengkan kepala padanya.

"Tadi saya lihat, mas melihat saya terus, jadi saya pikir mas terganggu dengan tangisan saya." Kata Naira dan gue hanya melambaikan tangan sebagai simbol agar dia melanjutkan lagi kegiatanya. Mereka kemudian menaruh buket bunga mini dan menyiram kuburan orang tua Naira dengan air. Naira mengajak Tokichi pulang, dan gue melihat langit—memang sudah mulai gelap.

"Mas, saya permisi, ya..." pamit Naira ke gue—gue mengangguk. Pikir gue, jika yang disini bukan gue, lelaki mana yang tidak terpesona melihat wajah cantiknya dan suara lembutnya itu. Jika iya, pria tidak beruntung itu pasti terhipnotis, karena sudah masuk perangkap nenek sihir.

Gue terus membuntuti di belakang mereka namun sedikit jauh dari mobil Tokichi. Semoga Naira nggak ngeliat gue, monolog gue di balik helm retro. Gue pun teringat kalau gue memakai helm yang sama saat gue ke sekolah. Gue mengerem motor Papi gue dadakan, dan menjauh dari mereka. Hampir saja penyamaran gue ketahuan. Akan tetapi gue mencoba mengirim Tokichi pesan WhatsApp, agar gue mengetahui lokasi rumah Naira, dia menyetujuinya—share lokasi.

Kali ini gue bisa melihat rumah megah milik orang tua asuh Naira. Rumahnya jauh lebih besar dari rumah gue yang hanya anak mantan dari seorang jaksa agung. Tapi kenapa, ya, waktu itu Naira seolah-olah menjadi anak yang paling sengsara dan kesepian? Padahal orang tua asuhnya sekaya ini, pikir gue yang merasa ditipu oleh Naira. Mobil Tokichi masih terparkir di halaman rumah mereka. Namun tak berselang lama gue nunggu, gue lihat Tokichi mau otw—pulang. Gue gas motor gue dahulu, dan gue coba mendahuluinya agar sampai di rumah terlebih dahulu. Apa yang gue lakukan ini agar Momi tidak curiga dengan kita. Apa kata Momi kalau kita pulang bersama tapi gue pakai hoodie lalu pinjam motor Papi, sedangkan Tokichi masih pakai mobil jemputan?

Gue makan bubur kacang hijau sambil menunggu Tokichi di teras rumah gue sekalian menemai Gendis dan anak tetangga gue yang sedang asyik main sepeda di halaman rumah. Gue lihat keceriaan mereka, dan mungkin gue dulu juga seceria itu. Tapi, baru juga remaja sudah harus dihadapkan dengan pernikahan. Gue merasa kehilangan masa muda gue begitu saja, tapi untungnya Mas suami—Tokichi—mau memberikan gue kebebasan memilih dan berteman. Entah apa yang terjadi gue terpikir untuk merubah sebutan dia. Bukan sebagai lembayung sawo matang lagi tapi Mas suami. Gue lihat mobil mereka datang dan segera gue hampiri.

"Tokichi," panggil gue saat melihat dia tiba dengan Pak Bondo. "Gimana?" tambah gue bertanya Tokichi diam karena lelah, gue pun melirik ke arah sopir pribadinya itu yang terlihat kelelahan juga. "Eh, Pak Bondo sakit?" tanya gue yang melihat wajah pucat beliau.

END|| Tori Romance || •Djaduk✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang