44. Tokichi adalah Anggun

12 5 0
                                    

"Om dan Tante menceritakan segala hal tentangmu termasuk soal Dita. Jadi, aku berpikir untuk membuat group MOS dari data Ayah ku kecuali kamu. Ternyata yang mau gabung di grup ini hanya X1 dan X5 saja. Entah ini keberuntungan ku atau apa? Jujur aku seneng banget, lalu aku berencana mendekati temanmu. Saat itu gigi ku sudah rapi, ya, Ar, soalnya aku bracket gigi dari SMP hingga dipanggil Tokichi karena gigi ku yang nggak teratur awalnya ditambah kawatan pula. Lalu aku mulai mengerti kalau kamu itu sejenis dengan ku yang suka dipandang sebelah mata. Dita mendekatimu sebenarnya tidak tulus. Dari SD sampai SMA ini dia hanya membicarakan keburukan mu terus. Dita juga yang buatmu hanya kecanduan dengan dia tanpa menyadari teman lainya." Tokichi menjelaskan dengan lugas.

Kami masih tetap melanjutkan cerita setelah kesepakatan sebelumnya. Ternyata cerita itu begitu panjang. Dan gue yakin kalau perkataan Kak Sandi benar, jika Anggun-lah kata kuncinya jadi seluruh kejadian di sekolah.

"Nama Anggun milik gue, eh, aku, jarang ku dengar dari mulut seseorang kecuali Naira dan rekan segrup-nya, Ar, kamu pasti ngerti, kan, kenapa mereka dekat dengan ku, dan aku juga mau-mau aja, kamu pasti bisa memahami cerita ku sedari awal sampai detik ini." Ungkapan dia meminta perhatian.

"Iya, Tokichi, eh, Mas suami, haha..." balasan gue geli sendiri dengan julukan itu.

"Hehe, aku lanjut, ya. Siska dan yang lain baik sama kamu ada maksud tersembunyi, ingin buat kamu besar kepala seolah disegani di sekolah. Hal itu juga karena hasutan Dita kecuali Bagas, karena dia keluar dari grup gibahan itu. Dita bercerita tentang mu yang tertawa dengan nama panggilan ku—Tokichi. Dita juga bercerita soal kamu yang manggil aku cowok melilit-lilit atau lembayung itu karena nama panjang ku yang selang-seling. Dia juga bercerita soal kamu yang berkata sikapku yang berubah-ubah—musiman. Hingga akhirnya kami berpikir kalau kamu tertarik ke aku karena selalu memperhatikan ku dan mengingat ku. Tanpa dia tau kalo kita waktu itu sudah tunangan. Mereka semua pikir aku benci kamu karena tidak memasukan kamu dalam grup. Dari sini paham pasti, kan, kenapa aku dulu seperti itu, karena aku ikuti alur sang biang kerok. Tanpa ku tahu kalau umurnya malah pendek, rencana panjang ku untuk Dita gagal." Keluhnya ke gue dengan mengepal erat, namun gue berusaha meredam emosinya karena seseorang yang kita bicarakan saat ini sudah tiada. "Kamu cinta, ya, sama aku. Sampai sepeduli ini," tambahnya yang buat gue tersipu malu.

"Ih, gr banget!" elak gue berdusta.

"Bentar dulu, gue lanjut. Kalo mau gelut, ntar aja," tawarnya ke gue.

"Ok."

"Kamu tau, kenapa aku seneng waktu di hukum bareng kamu?" tanyanya dan gue hanya menggelengkan kepala saja. "Karena aku nggak perlu susah-susah memberikan contekan ke teman sekelas ku lagi, dan nggak perlu mentraktir makan Naira and the gang. Makanya aku sengaja nggak datang ke kelasmu saat tahu buku ku telat dikembalikan. Asal kamu tahu, saat pulang itu teman mu, Dita, mengabarkan di grup kalo kamu manja sekali. Maunya kamu buku itu kami yang kembalikan padahal kamu yang pinjam. Itulah sebab di ruang teater teman-teman Naira seperti itu, di lain sisi juga karena mereka nggak bisa dapat contekan dari ku saat pelajaran berlanjut karena aku dikeluarkan dari kelas yang otomatis tidak ikut pelajaran Pak Bandi, lalu pulang masih harus dihukum, jadi mereka tidak dapat makan gratisan dari ku, juga kekesalan akibat di lebih-lebihkan sama Dita. Sebenarnya teman sekelas mu dan teman sekelasku tidak ada yang salah termasuk Naira, mereka hanya mengikuti perintah Dita yang dekat dengan mu dari kecil."

Sungguh, saat mendengar hal itu, rasanya gue mau membanting apapun yang ada di sekitar gue. Gue pun hanya mampu menggigit guling dengan kuat-kuat sebagai pelampiasan kemarahan gue dan kekecewaan mendalam yang gue alami. Benar sekali, musuh terberat adalah orang terdekat yang kita percaya sangat dalam yang mana sudah kita anggap sebagai dewa penolong di kisah cerita hidup kita. Paras Dita bak malaikat, suaranya bak cahaya yang menyenangkan, dan ucapanya bak dewa yang penuh kebijaksanaan. Gue pun tetap ingin mendengarnya hingga tuntas saat Tokichi menawarkan untuk tidur. Dia pun menuruti perintah gue.

END|| Tori Romance || •Djaduk✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang