48. Untuk Pertama Kalinya

5 2 0
                                    

Gue masuk ke stadion terlebih dulu dan mengirimkan pesan padanya soal posisi duduk gue. Kini supporter dari perwakilan sekolah gue bertambah banyak ditambah adanya tim basket yang disorot sebelumnya. Tokichi dan teman-temanya sudah masuk, dia duduk tepat di sebelah gue. Lelaki ini makin tinggi, dan manis, dan kulitnya lebih cerah karena treatment wajah selama ini bersama gue. Wajahnya bebas dari jerawat juga minyak berlebih meskipun dia olahraga. Tingginya kini lebih tinggi dari gue, yang awalnya 160-an cm kini dia mencapai 170 cm dalam 2 tahun kebelakang ini.

Sorak sorai memenuhi stadion bahkan suara gemuruh dari kaki-kaki para suporter. Pertandingan karate ini tarafnya nasional khusus remaja sekolah. Gue melihat Tokichi berlari ke arah bangku depan setelah pendukung lain berlalu pergi dari tempatnya.

"Eh, buset! Ngapain?" seru gue berteriak ke Tokichi agar terdengar.

"Kosong, sini," teriaknya menunjuk posisi tempat duduk paling depan.

Yah, gue, kan, jadi nggak enak sama yang lain. Gue pun minta izin tanpa sebab yang membuat mereka merasa keanehan di diri gue. Gue menoleh Tokichi berlari ke arah gue yang sedang menemui teman-teman gue.

"Maafin anak aneh ini, ya," sahut Tokichi ke teman-teman yang lain.

"Kamu kok gitu?" Tokichi tersenyum dan membawa gue ke tempat duduk pilihanya.

"Mereka taunya kamu itu teman sebangku ku, kalo kamu seperti itu bukanya akan semakin aneh. Kamu sendiri loh, ya, yang memutuskan untuk umumkan tunangan kita selesai malam itu. Jangan sampai mereka berpikir bahwa kamu sungkan ke mereka dan buat mereka berpikir bahwa hubungan kita sudah lebih dekat dari teman sebangku."

"Oh, benar."

Tokichi memerintahkan agar gue yang natural saja didepan yang lain. Selayaknya teman sekelas. Berbeda dengan para guru yang tahu kita sudah menikah dari hasil pertemuan antara Om Angga, Papi, dan kepala sekolah.

Kami menyaksikan secara langsung kelompok kata beregu putra maju terlebih dulu sebelum kelompok beregu putri. Gue menoel Mas suami—Tokichi, kalau gue lihat Naira tersorot kamera sedang menyaksikan dia di pertandingan basket pagi ini. Ternyata dia juga melihatnya, akan tetapi dia biasa saja saat tahu Naira di sana. Gue merasa aneh karena dia menjawab gue dengan tenang dan santai.

"Dia disorot kamera," terang gue menatap dia untuk melihat ekspresi dia saat respons gue.

"Kalo itu aku nggak tau."

"Iya, kamu nggak disorot waktu Naira disorot kamera."

"Ya iyalah. Memang tidak selalu peserta disorot tapi juga penontonya."

"Oh. Aku pikir kamu bakal fokus ke Naira."

"Fokus ke kamu aja ngos-ngosan!? Malah ke Naira, nafasku bisa ke Eropa, ntar."

Gue pun tertawa dan memukul dia dengan balon berwarna kuning—sesuai dengan logo FORKI–INKAI. Selanjutnya pertandingan beregu putri memasuki ring pertandingan. Dan memulai gerakan kata—Bunkai. Bunkai adalah analisis atau penjabaran aplikasi praktis dari teknik-teknik yang terdapat dalam kata—rangkaian gerakan dalam karate. Bunkai merupakan bagian penting dari latihan karate, yang membantu menghubungkan teori dengan praktik dan memastikan bahwa teknik yang dipelajari dalam kata bisa diterapkan secara efektif dalam pertarungan.

Suara tepukan tangan supporter tak henti-hentinya mengiringi jalanya pertandingan. Tepat pukul 19.00 WIB, tim pa, mendapatkan juara 1 dan tim pi mendapatkan juara 3 dari perwakilan kami. Dengan kata lain di pertandingan hari ini, SMA kami mengantongi juara utama tim basket, juara II komite, dan juara 1 kata beregu putra serta juara III kata beregu putri seni bela diri karate.

END|| Tori Romance || •Djaduk✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang