31. Gue yang Melihat Keteguhan Hatinya

22 10 0
                                    

"Pagi... duniaku, semua," sapaan gue pagi itu yang melihat kerukunan antara Gendis, dan Tokichi, juga Momi yang menyiapkan makan pagi kami. Ini adalah, hari pertama bagi Tokichi meminum susu kambing di seumur hidupnya setelah mengenal keluarga gue.

"Hahaha," tawa gue dan Gendis melihat reaksinya. Susu kambing etawa enak sekali kata dia. Namun, Momi gue berpesan agar dia tak meminumnya banyak-banyak karena minum susu kambing harus sesuai takaran ahli gizi. Seminggu sekali boleh atau sebulan dua kali pun tak apa bagi dia. Hari ini adalah, penjurusan, libur sekolah telah usai. Kami berangkat ke sekolah seperti biasa, kini Gendis yang mengikuti ujian kenaikan kelas menuju 4 SD. Keputusan gue sudah bulat, gue memutuskan masuk di jurusan IPA, dan Tokichi meminta pada guru agar kita satu kelas, guru mengizinkannya dengan catatan, kita wajib tahu waktu dan tempat bahwa, sekolah adalah tempat untuk belajar bukan untuk memadu kasih. Gue dan Tokichi menjadi satu bangku saat ini. Kini dia bukan di belakang atau depan gue lagi, atau bahkan tetangga kelas namun, kini dia di samping gue.

"Deg!"

Jantung gue rasanya mau berhenti saat gue harus dekat terus dengannya, sedekat ini-hanya lima jengkal-untuk jangka panjang. Tokichi memiliki maksud agar kita berlatih sebelum menikah. Dia takut gue salah paham lagi dengan keputusan dia. Tokichi berbisik di telinga gue, "gue nggak sabar."

"Anjir! Maksud lu apa," desis gue pelototi dia dengan mengatupkan gigi.

"Maksud gue biar tidak canggung saat menikah besok. Hehehe," bisiknya di telinga gue. Gue merinding, telinga gue hangat akibat hembusan napas dari dia.

"Lu, lu...lu, kan, belum menyelesaikan tantangan dari gue, Tok." Kata gue terbata, namun, ketakutan gue sirna saat mengingat gue bukan Ari yang dulu melainkan gue Ari yang telah terlahir kembali di versi terbarunya.

"Hehe, tapi gue yakin bisa."

Gue abaikan saja dia, karena guru sudah datang. Hari ini kami hanya fokus pada perkenalan wali kelas, dan membagikan denah siswa serta pemilihan ketua kelas. Saat luang gue bertanya tentang kabar Naira ke dia. Tampak saat nama itu gue ucapkan, wajah bete dia terlihat jelas. Gue terus menatapnya.

"Omong-omong Naira kemana?" tanya dia meniru ucapan gue dengan bibir bebek.

"Ih, duck lips dia, hahaha," tunjuk gue. "Nggak pernah liat, ya, lu?" sambung gue, berdecak. Muka dia semakin masam. Kira-kira kalau gue lihat kartun, nih, dia hampir mirip sama si Squidward-SpongeBob SquarePants.

"Iya, nanya sok baik, sok peduli. Ntar giliran gue jawab lu, marah ke gue. Lu salah paham ke gue." Sindirannya melemparkan nyinyiran ke gue.

"Yaelah, lebay amat, sih, kan, gue yang nanya. Nggak perlu takut, lah, gitu doang, Tok...Tok. Curiga amat kalau gue bakal ngamuk."

"Oh, yaudah, deh, syukur kalo gitu. Jadi dia itu, kan, di skorsing lama bersama teman-temanya, makanya nggak terlihat. Kalo lu tanya kenapa gue bisa tau, itu jelas, karena Bokap. Kalo lu tanya soal teman-temanya juga, itu karena gue chatting sama mereka."

"Idih! Lu chat sama cewek-cewek? Gitu mau nikah."

"Tuh, kan, mulai," tunjuk dia. Gue pun segera minta maaf padanya.

Gue kemarin melihat Naira juga teman-temanya masih ikut ujian tapi kenapa tiba-tiba di skorsing. Kata Tokichi setelah ujian ketiga tepat saat gue ikut turnamen, guru sepulang sekolah datang ke rumah dia, dan mengatakan seluruh kesalahan dia yang selama ini merusak nama baik murid lainya termasuk gue, dan si anak dari X4 yang pernah menjadi korban kambing hitam. Naira dan teman-temanya juga mengikuti ujian susulan namun tidak bersama gue alias di kelas lain. Karena para guru termasuk kepala sekolah tak menginginkan hal tersebut agar tidak memicu keributan. Saat asyik berbincang-bincang datang ketua kelas yang gue tidak kenal namanya, pun, saat ujian tidak sekelas bareng gue.

END|| Tori Romance || •Djaduk✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang