"Mampus, kan, lu. Makanya itu mulut dikondisikan dong. Masak kayak rem blong terus, sih?" desis dia juga tertawakan gue.
"Awas, ya, lu."
Pelajar hari itu berlalu begitu saja, gue banyak belajar dari dia. Dia pun sebaliknya, tapi gue masih kalah jika dibandingkan dengan kepintaran dia. Cowok ini selalu menjitak kepala gue baik saat di sekolah, perpustakaan ,atau bahkan di rumah, hanya karena gue yang tidak bisa menyelesaikan tugas gue dengan baik. Gue itu suka sekali membuat rumus sendiri di pelajaran serba hitungan. Tokichi memperingati gue saat di perpustakaan siang ini, bahwa gue hanya seorang murid yang harus mengikuti ucapan guru, juga wajib menghafal rumus. Karena guru tidak akan mengakui rumus yang gue pakai. Gue pun memprotesnya, "emang gue butuh penilaian guru? Masa bodo!" kata gue angkuh.
"Yakin, lu. Ntar nggak naik kelas bingung, ntar nangis..."
"Eh, kampret, bilang apa lu barusan? Nangis? Sok, iye, lu kalo ngomong. Belum tentu gue nangis, Tok."
Gue mengingat kembali segala celotehan dia. Tokichi akhirnya mengalah dan tetap belajar bersama dengan gue di perpustakaan. Tokichi bilang ke gue kalau setelah menikah, dia ingin gue berhenti kerja. Disini gue tak setuju, dia membahas masa yang belum datang, biasanya yang khawatir itu cewek tapi, dia mengambil alih posisi cewek yaitu, posisi gue. Gue tadi hanya bisa menghela napas, pikir gue, apa benar calon suami gue bermulut ceriwis begini di masa depan. Gue hanya geleng-geleng kepala. Tokichi membelikan boneka beruang sebesar manusia berwarna pink. Gue selepas sekolah tadi terkejut melihat boneka itu yang sudah di peluk sama Gendis. Gendis juga dibelikan satu boneka panda sebesar tubuhnya.
Malam ini gue tidur di kasur empuk gue sambil memeluk boneka dari Tokichi. Gue yang masih menghayal dengan setiap kejadian manis, tiba-tiba terganggu dengan suara dering telepon di hp gue.
Tokichi...
Gue terkejut melihat ada panggilan masuk darinya. Panggilan itu tidak segera gue angkat hanya gue pelototin saja, karena selama gue kenal dia, baru malam ini dia mau menghubungi gue dengan menelepon gue duluan. Tangan gue bergetar, telepon itu terputus, gue bernapas lega. Jantung gue terasa berhenti sejenak. Memang drama gue ini, kalau berhenti, sudah pasti gue ending!
Ponsel gue untuk kedua kalinya berdering kembali. Namun, kali ini gue beranikan diri untuk mengangkatnya, dengan pelan gue berkata; "lu malam-malam telepon, kayak nggak ada waktu lain. Gue ngantuk, nih!"
"Tut...tut!"
Panggilan di hentikan!
"Wih, gila! Diputus beneran dong. Bangke lu! Udah ngarep juga." Monolog gue melihat hp gue yang layarnya telah menghitam. Gue coba pantengi layar hp gue, barangkali cowok itu telepon gue lagi. Dua menit gue tunggu, nihil, yang ada gue makin mengantuk. Gue pun tertidur pulas, hingga tidak tahu apakah ada pesan darinya atau tidak.
Besoknya saat terbangun, gue lihat ada pesan masuk di hp gue. Gue mengucek mata gue dulu dan membuang segala kotoran di mata gue, supaya gue bisa membacanya dengan baik.
Tokichi
Ini hutang keluarga gue ke keluarga lu bukan sebaliknya. Jika hanya sebatas hutang uang, keluarga gue nggak akan melakukan perjodohan ini.Gue terkejut, pagi-pagi sudah dapat pesan seperti itu dari dia. Gue coba memahami pesan itu sekali lagi, dan mengingat-ingat, apa gue pernah bertanya sesuatu? Tapi, namanya juga baru bangun tidur, ya, ingatan gue belum kembali sepenuhnya.
Gue
Maaf, Tok, gue baru bangun. Btw, pesan lu ini maksudnya apa, ya?Tokichi
Ntar aja kalo sudah nikah.Gue
Wah parah!Ting..!
Ibu Laundry
Nak, Ari. Selama 3 hari kedepan usaha laundry di tutup dulu karena keluarga Ibu ada yang meninggal, jadi semua karyawan Ibu liburkan termasuk kamu, ya.Gue
Baik, Bu, terima kasih atas konfirmasinya. Saya turut berkabung atas kepergian keluarga Ibu.Pagi ini seperti biasa dia menjemput gue lagi. Di sekolah gue ada pelajaran Olahraga, jadi gue membawa hp. Gue membaca kembali pesan dari Ibu pemilik usaha laundry.
"Siapa?" tanya Tokichi melirik ke hp gue.
"Bos gue."
"Kenapa?"
"Usaha diliburkan tiga hari karena ada keluarga bos yang tiada."
"Oh, turut berduka cita."
"Iya."
Gue tertunduk menghadap ke arah Tokichi, berniat menaruh hp dalam laci dia karena laci gue penuh dengan buku tulis. "Duk!" suara jidat gue bertabrakan dengan dagu Tokichi.
"Sorry, sorry." Kata gue menatapnya. Tokichi tertawa keras, gue mengerucutkan bibir. Tidak mengerti maksud dari tawanya itu—untuk gue atau dia. Tidak ada yang salah, kan, dari gue, pikir gue yang berwajah polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
END|| Tori Romance || •Djaduk✔️
RomanceEvent Novel Kala Cinta Bersemi Oleh : Penerbitan Dicetakin Tema : Pernikahan Dini Nama Pena : Djaduk Penghargaan: Finalis/juara 5 •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• ☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️ ••••••••••••••••••••...