Malam harinya dari balkon, gue lihat ada lelaki di depan rumah gue, gue bingung siapa gerangan yang sudah siap di jam 18.25 WIB. Dari parasnya dia terlihat masih muda sekitar umur 26 tahunan. Momi gue membukakan pintu sehingga memanggil gue. Gue bingung siapa, nih, orang?
Cakep juga, batin gue. Lelaki itu dipersilahkan duduk dan dibuatkan teh hangat sama Momi.
Gue yang masih remaja lihat Mas, Mas ganteng, ya, ngiler, lah. Gue yakin bukan gue saja yang bahagia kalau lihat lelaki tampan. Mana dia seperti tipikal gue; kaki jenjang, badan diamond, dada bidang, berotot medium, mata sedikit kecil tanpa kelopak, hidung mancung, rambut faux hawk, kulit kuning langsat. Cowok itu pakai kemeja hitam dengan gaya maskulin.
"Tante, nama saya Galih. Galih ditugaskan untuk menjemput Nona Ari oleh Pak Angga."
"Oh, gitu..." jawab Momi gue.
"Kenapa bukan Pak Bondo?" timpal gue padanya.
"Beliau bilang ingin memberi pelajaran sama anaknya."
"Memberi pelajaran? Oh, aku paham, Kak. Mohon kerjasamanya."
"Baik. Mas saja, mohon Nona memakai gaun dari beliau," pintanya ke gue dengan lembut dan santun. Momi gue matanya mulai berbinar, dan gue memohonya untuk mengajaknya berbincang sembari menunggu gue berganti pakaian. "Jangan bicara macam-macam, Mom," pinta gue ke Nyokap yang sudah hafal dengan sikap Nyokap gue yang biasa mempromosikan anaknya sendiri.
Gue tidak tahu apa yang terjadi antara Om Angga dan Tokichi, tapi jika Om Angga mempersiapkan hal ini, itu berarti Tokichi telah mengecewakan perjodohan ini. Gue tak habis pikir bahwa cowok itu akan melawan ayahnya sendiri demi wanita lain dan juga mengkhianati gue, dia juga menentang perjodohan yang sedari awal dia sendiri yang mau melakukanya sedang gue dipaksakan.
"Mas Galih, sudah selesai," kata gue yang akan segera berangkat.
"Baik, Nona."
"Ari saja, atau Mbak. Biar kita samaan dan semakin baik jika harus berakting," saran gue ke lelaki di hadapan gue ini. "Baik," balasnya. Kami berdua berpamitan dengan Momi namun, gue tidak melihat Papi. Beliau tak pernah pulang, figurnya perlahan menghilang di dalam rumah gue.
Gue di bonceng menggunakan Ninja–Kawasaki 250. Jujur gue merasa agak tidak nyaman karena gue pakai dress selutut dan harus memakai kain untuk menutupinya saat di bonceng Mas Galih. Mana pinggang gue naik kalau di bonceng pakai motor ini. Gue ingin melindungi bagian dada, paha dan betis gue, tapi gue kesusahan hanya bisa melindungi bagian paha saja, itupun kain yang gue gunakan masih terbang-terbang. Posisi gue di bonceng miring sebelah, dan gue pakai ankle strap–wedges.
"Kak, kenapa nggak pakai mobil?"
"Gue punyanya ini." Gue terdiam dan hanya mendengarkan keteranganya, gue fokus pada rambut yang beterbangan, gue berangkat tanpa helm karena takut merubah bentuk rambut gue yang sudah gue curly–bun. "Mbak, lo malu?"
"Iya, malu—"
"Oke deh!"
Mas Galih tiba-tiba berhenti di pinggir jalan, gue sempat berpikir apa iya, dia mau menurunkan gue di sini karena ucapan gue. Tapi gue, kan, belum selesai bicara. Mas Galih dengan cepat membuka ranselnya yang awalnya dia buat menyimpan gaun gue. Ternyata dia mengeluarkan jaket kulit hitam miliknya. "Pakai ini," titahnya tegas ke gue.
"Tapi, kan, gue sudah pakai kain Mas," tolak gue yang tidak mengerti maksudnya.
"Buat dada lu." Balasnya dingin namun tepat sasaran. Tanpa pikir panjang gue terima tawarannya dan meraih jaket itu. Kini satu tangan gue hanya fokus untuk melindungi kain penutup paha gue agar tetap stay tidak terbang-terbang, dan satu lagi untuk berpegangan di pinggang Mas Galih.
KAMU SEDANG MEMBACA
END|| Tori Romance || •Djaduk✔️
RomansaEvent Novel Kala Cinta Bersemi Oleh : Penerbitan Dicetakin Tema : Pernikahan Dini Nama Pena : Djaduk Penghargaan: Finalis/juara 5 •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• ☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️ ••••••••••••••••••••...