Gue mengikuti ayah Tokichi yang saat ini duduk di ruang tengah. Tepat sekali momennya ada Om Angga. Gue teringat janji gue ke Dita. Ini waktunya gue menepati ucapan gue, sebagai teman Dita yang setia dan bukan munafik apalagi pembohong. Gue harap, dia bisa memikirkan kembali kebaikan gue dan dia bisa kembali ke Dita yang gue kenal dulu dengan usaha gue ini.
"Om," panggil gue dengan sopan dan lirih, meminta waktu beliau.
"Ya, Ari." Gue berjalan menunduk, mendekat kearah beliau dengan memasang wajah yang anggun seperti anaknya. "Boleh kita bicara sebentar," pinta gue ke Om Angga tanpa diketahui Tokichi yang sedang sibuk merawat mamanya di kamar.
"Duduk, ngomong saja sama Om. Kalo ini soal Tante, kamu jangan terlalu khawatir, Tante baik-baik saja." Gue duduk berhadapan dengan Om Angga. Sebisa mungkin gue ambil posisi nyaman dan sekiranya saat gue bicara tidak terlalu keras juga bisa didengar oleh kita berdua saja.
Kedua tangan gue, gue satukan bertumpuk di paha gue, posisi duduk gue menutup seluruh cela di kedua kaki gue."Itu...Om maaf, sebelumnya ini bukan soal Tante tapi soal di sekolah," cicit gue bersopan santun.
"Mereka jahil lagi ke kamu, Ar?" tanya Om Angga penasaran untuk memastikan jika gue tidak kenapa-kenapa.
"Enggak, enggak Om. Malah sebaliknya. Mohon maaf, nih, Om. Jika Om memberlakukan peraturan seperti itu, Ari merasa tertekan Om.''
"Sungguh?" tanya Om Angga. Tatapannya seolah mengatakan, Ari kamu jangan sia-siakan kebaikan Om. Tapi gue tetap kekeh ingin menepati janji gue ke teman-teman, khususnya Dita.
"Ya, Om. Ari sudah terbiasa dengan hal konyol seperti itu Om. Beginilah adanya saya Om, bukan wanita yang kalem, lemah-lembut, bukan dari keluarga yang mewah, juga bicara Ari yang keras, tidak lirih."
"Kamu insecure pada siapa, Nak?" tembak ayahnya Tokichi ke gue, lembut. Hal itu seketika membuat diri gue Speechless. Seolah beliau tahu maksud dan tujuan gue berkata demikian. Ditambah lagi, beliau berucap dengan begitu halus lebih dari orangtua gue. Gue memang melakukan ini karena hanya ini yang mampu gue lakukan untuk mengembalikan teman-teman gue yang mungkin telah terhasut oleh sesuatu hal di luar sana tentang gue. Dan gue yang tidak bisa menuduh siapapun hanya mampu melakukan hal-hal sepele juga mengalah hanya bisa mengikuti arus. Gue yang selalu diam dan memendam semua sendirian merasa harus segera bertindak. "Om Angga tau isi pikiran saya?" tanpa membantah gue membenarkan ungkapan beliau.
"Keluarga kami turun temurun menggeluti dunia psikologi. Jadi, hanya dengan gerak mimik, nada bicara seseorang, ekspresi, memungkinkan kami bisa memahaminya. Bahkan saat Ari diam, kami bisa memprediksinya dengan kata sebelumnya, sesaat sebelum Ari terdiam." Dengan kata sebelumnya? Gue sempat berpikir kembali, apa benar orang psikolog bisa sampai seperti itu, lalu apa bedanya sama dukun atau peramal. Tapi gue tidak mau diam dan berpikir lama-lama.
"Wow! Apa itu juga berlaku pada Tokichi? Eh salah, maksudnya, Anggun."
"Iya."
"Oh, pantas saja Om. Ari mengerti sekarang..." gue pun sangat berterima kasih pada diri gue sendiri, karena gue masih realistis meskipun sensitif sekali dengan perubahan di sekitar gue. Andaikan akal gue hilang, mungkin gue akan menuduh Tokichi di hotel kemarin sebagai pencuri isi hati dan pikiran orang. Gue selamat!
"Berarti kamu sudah mengenal anak Om, ya?" gue mengangguk, tersenyum. "Jika Ari merasa tidak enak dengan apa yang Om buat di sekolah, kamu bisa merubahnya," sambungnya memberi gue kuasa.
"Benar, nih, Om?"
"Iya...Ari."
"Terima kasih, Om." Om Angga membalas dengan baik, ramah, dan tulus dalam membantu gue. Dia pergi menuju ke kamar istrinya. Gue juga melihat Tokichi keluar dari kamar mamanya dan menatap tajam ke arah gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
END|| Tori Romance || •Djaduk✔️
RomanceEvent Novel Kala Cinta Bersemi Oleh : Penerbitan Dicetakin Tema : Pernikahan Dini Nama Pena : Djaduk Penghargaan: Finalis/juara 5 •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• ☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️ ••••••••••••••••••••...