Hargai Dia

230 30 33
                                    

Sesampainya mereka di rumah sakit terdekat, Jihoon segera diperiksa oleh salah seorang dokter yang bertugas di UGD saat itu. Setelah diperiksa rupanya kondisi Jihoon baik-baik saja namun karena suhu tubuhnya cukup tinggi akhirnya Jihoon pun diberi anti nyeri dan antibiotik melalui cairan infus.

Karena harus menerima perawatan untuk demamnya akhirnya dokter memutuskan untuk memindahkan Jihoon dari UGD ke ruang perawatan, dan dengan bantuan seorang perawat Jihoon pun dipindah menuju ruang perawatan nya dengan tetap ditemani oleh Yoshi dan Jeongwoo.

Dalam kondisi tetap terinfus, Jihoon pun dibaringkan di atas ranjang perawatannya.
"Jika infusnya sudah habis, silahkan tekan tombol saja. Nanti salah seorang perawat akan datang untuk menggantikan infusnya dengan yang baru." Ujar seorang perawat tersebut.

Yoshi dan Jeongwoo pun kompak menganggukkan kepalanya.
"Baik" Jawab Jeongwoo.

"Kemungkinan dokternya akan datang nanti malam untuk memeriksa kondisi pasien." Ujar perawat itu lagi.

"Baiklah, terimakasih banyak." Kali ini Yoshi yang menjawab ucapan sang perawat.

"Baiklah kalau begitu saya permisi." Perawat tersebut pun berpamitan pada keduanya.

Usai kepergian perawat tersebut, Yoshi pun berdiri disamping ranjang perawatan Jihoon. Dapat Yoshi lihat dengan sangat jelas jika suaminya sangat lemah, wajahnya yang pucat pasih masih saja panas ketika Yoshi menyentuh kening Jihoon dengan punggung tangannya.

Sementara tubuh Jihoon masih demam, jari jemarinya justru sangat dingin. Yoshi terus saja menggenggam jemari Jihoon sambil berharap suhu tubuhnya dapat menghangatkan jari jemari suaminya.

"Duduk lah." Ujar Jeongwoo.

Melihat sejak tadi Yoshi hanya berdiri saja disamping ranjang perawatan Jihoon, Jeongwoo pun menarik sebuah kursi dan memposisikan kursi tersebut agar Yoshi bisa menjaga Jihoon dengan lebih nyaman.

Yoshi pun duduk pada kursi tersebut tanpa melepaskan genggamannya dari Jihoon.

Aku tau jika kamu orang baik, Yoshi.
Namun aku tidak tau jika ternyata kamu sangat baik.
Bahkan setelah semua yang dilakukan Kak Jihoon padamu, kau tetap saja mengkhawatirkan keadaan nya sampai seperti ini.
Andai Kak Jihoon bisa melihat ketulusan mu.
Jeongwoo pun memposisikan dirinya berdiri disamping Yoshi dan menemaninya.

Karena hari sudah sore dan mereka belum makan siang, Jeongwoo pun berpamitan pada Yoshi untuk keluar dan membeli makanan dikantin rumah sakit.

Usai membeli makanan, Jeongwoo pun kembali ke ruang perawatan tempat Jihoon dirawat.

"Yoshi. Ayo makan dulu." Ajak Jeongwoo.

Awalnya Yoshi menolak ajakan tersebut karena dia tidak ingin meninggalkan Jihoon namun Jeongwoo tetap lah Jeongwoo.
Dia tidak akan menerima kata tidak jika dia menghendaki sesuatu.

"Kau ingin makan sendiri atau aku suapi?" Yoshi hanya bisa menghela nafas.

Dia tau akan percuma beradu argument dengan adik iparnya itu, karena Yoshi tau Jeongwoo akan tetap memaksanya sampai akhir.

"Baiklah. Aku akan makan. Kau senang?" Ujar Yoshi.

Jeongwoo tersenyum menang karena akhirnya Yoshi menyerah dan mendengarkan perkataannya.
"Tentu saja. Kemarilah, duduk disini." Ucap Jeongwoo sembari menepuk sofa disampingnya.

Yoshi hanya bisa tersenyum melihat kelakuan adik iparnya itu.
"Kenapa kau harus selalu memaksa ku menuruti keinginan mu? Aku tidak lapar, Woo. Aku bisa makan nanti setelah kakak sadar, Woo." Ucapan Yoshi terdengar seperti sebuah protes atas sikap Jeongwoo.
Namun hal itu justru mengundang senyum diwajah Jeongwoo.

UNEXPECTED LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang