Tak Apa

227 31 54
                                    

"Aku berharap, semoga hidup mu melimpah dengan kebahagiaan setelah kita berpisah, kak." Yoshi terus menatap wajah Jihoon dengan lirih.

Begitu mendengar ucapan Yoshi, Jihoon bukannya sedih atau menyesali perbuatannya selama ini, Ia justru tertawa.

Di-Dia tertawa?
A-Ada apa ini?
Yoshi lantas menarik kedua tangannya dan melepaskannya dari wajah Jihoon begitu melihat jika suaminya itu tiba-tiba saja tertawa, Jihoon terlihat bahagia.

"Pisah?" Jihoon mulai tertawa begitu dia melihat wajah polos Yoshi tepat dihadapannya, walau airmata masih terus mengalir dari sudut matanya namun sorot mata Jihoon telah berubah.

"Hahahahaaa. Huh.... Kanemoto Yoshinori. Ciihh. Kadang kau benar-benar membuat ku bingung, kau itu polos? Atau B*d*h?" Jihoon pun menyeka jejak air mata di pipi nya hingga habis tak bersisa lalu beranjak untuk berdiri.

"Apa kau pikir aku akan melepaskan mu semudah itu? Kikik miri birciri. HEY!!!! Tidak semudah itu kau lepas dari ku, si*l*n!" Jihoon menghela nafas panjang.

"Haahhh!!!! Aku pikir bertemu dengan teman-teman ku bisa sedikit mengurangi stress yang aku alami akibat ulah mu tapi nyatanya? Nyatanya aku justru dibuat semakin stress dan itu semua KARENA KAU!!!!" Jihoon kembali membentak Yoshi.

"Tapi tak apa. Setidaknya hari ini aku bisa tertawa lepas dan itu juga berkat dirimu kan." Raut wajah Yoshi semakin bingung.

Bagaimana bisa beberapa menit yang lalu, suaminya itu terlihat begitu hancur dan rapuh, lalu?
Lalu sekarang jihoon bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

"Hanya dengan airmata palsu ini saja, aku telah berhasil mendapatkan empati mu. Bahkan karena rasa iba mu atas semua kemalangan yang menimpah ku, kau bahkan siap bercerai dengan ku meski kau tau pernikahan kita telah terikat perjanjian." Jihoon tersenyum kemudian berjalan melangkah mendekati Yoshi yang masih saja duduk dilantai dan terus menatap dengan wajah bingung.

"Sekarang katakan padaku, Sayang?" Jihoon mulai membelai surai Yoshi.

"Jika aku membalas pelukan mu, apa kau akan memberikan tubuhmu juga?" Dengan mengenakan punggung tangannya, Jihoon menyentuh dan mengelus pipi basah Yoshi yang mulai menghangat.

Yoshi hanya diam dan terus diam, bibirnya seolah lupa bagaimana caranya berkata-kata. Lidahnya bahkan terasa keluh, ingin sekali Yoshi menepis tangan Jihoon dan membalas penghinaan ini namun tubuhnya kaku.
Sekali lagi yang bisa Yoshi lakukan hanya diam sembari menitihkan air mata.

Sementara Yoshi hanya menangis dalam diam, Jihoon kembali membuka mulutnya untuk melukai pemuda yang telah Ia pilih sendiri untuk di nikahi.

"Cuihh... Menjijikkan!" ...

Degh.

Bagaikan belati yang telah diasah tajam kini menancap tepat di hati Yoshi, kata-kata Jihoon ibarat pisau bermata dua yang telah merobek bahkan mencabik-cabik harga diri nya dengan sangat sempurna.
Yoshi tidak dapat lagi menahan airmatanya, niat baiknya selalu saja dipandang hina oleh sang suami. Bahkan kini dirinya pun telah dianggap rendah dan murah.
Yoshi hancur.

Yoshi terisak begitu Jihoon telah menghilang dari balik pintu. Marah, kesal, emosi pada dirinya sendiri berkumpul dan bercampur jadi satu dalam benaknya saat ini.

Sudah sampai sehina itu kah aku di mata mu, Kak?
Bahkan aku pun telah sangat menjijikkan bagimu?
Sekali lagi Yoshi harus menelan pil pahit akan kasarnya perlakuan sang suami pada dirinya.

Walau bersusah payah mengatur ritme nafasnya, Yoshi menyeka habis airmatanya lalu beranjak meninggalkan kamar Jihoon menuju kamar yang sebelumnya Ia tempati untuk mengambil pakaian ganti dan handuk bersih.
Yoshi harus segera membersihkan dirinya sebelum tiba jam untuk makan malam.

UNEXPECTED LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang