Peduli

187 31 35
                                    

Setibanya di dalam kamar, Jihoon langsung melepaskan genggamannya dari Yoshi.

Jihoon kemudian berjalan dan meraih selembar tissue basah dari atas meja lalu menyeka bersih seluruh bagian tangan yang sebelumnya bersentuhan dengan s*mp*h itu.

Biar bagaimanapun Ia baru saja keluar dari Rumah sakit, Jihoon tentunya tidak ingin kembali lagi kesana hanya karena terjangkit kuman yang ditularkan pemuda itu padanya.

Yoshi yang masih berdiri ditempatnya hanya bisa diam melihat bagaimana Jihoon terlihat sangat jijik padanya.
Sejenak Yoshi tersenyum sebelum akhirnya dia tertunduk.

Tidak apa, Yoshi.
Bukankah kau sudah terbiasa diperlakukan seperti ini?
Yoshi tersenyum.
Namun senyum itu sangat tipis bahkan nyaris tak terlihat sembari memainkan ujung bajunya sendiri.

"Ngapain Loe masih berdiri disitu?" Ketus Jihoon.

"Huh? I-Iya kak. Ada apa?" Tanya Yoshi.

Jihoon yang telah duduk dipinggir kasur lalu mengangkat kedua kakinya untuk masih dalam selimut.

Sebelumnya dia telah terlebih dahulu mengatur bantal dibelakang punggungnya agar dia bisa bersandar dengan nyaman.

"Ciihh! Lagi ngelamunin apa sih? Sampai di ajak bicara malah hah huh hah huh aja." Jihoon mulai menggelengkan kepalanya.

"Gue pikir manusia kaya Loe memang lahir tanpa otak ya? Soalnya Loe itu b*d*h sih. Tapi yah percuma juga sih punya otak kalau nggak pernah dipakai, iya kan?" Jihoon menjeda ucapan nya lalu melihat ke arah Yoshi yang hanya bisa diam saja dari tadi.

Ciihh lihatlah si b*d*h ini.
Daripada manusia, dia jauh lebih mirip seperti Mannequin dipusat perbelanjaan.
Ternyata selain pandai cari muka dengan airmata palsunya, dia juga jago cosplay jadi patung.
Diam aja kaya gitu.
Sembari menatap sinis pada Yoshi, Jihoon terus saja menggerutu dalam benaknya.

"Kalau Loe punya otak dan kalau akal sehat Loe masih berfungsi dengan baik, Loe harusnya tau sekarang sudah jam berapa? Bahkan sampai jam segini, suami Loe ini masih belum juga minum obat." Protes Jihoon.

Sana! Bikinin Gue makan siang, Gue laper. Oh iya, kita masih punya stok apel kan? Kupasin sekalian yah, Gue nggak suka kalau masih ada kulit nya. Jangan lupa dipotong-potong dan itu satu lagi. Jangan lupa garpunya. Pasti semuanya disiapkan secara steril dan higienis ya, jangan jorok Loe jadi manusia." Perintah Jihoon padanya.

Jihoon kemudian meraih ponselnya lalu mulai mengutak-atik ponsel nya tanpa menghiraukan Yoshi yang masih saja berdiri disana.

Sebelum melangkah keluar kamar itu, Yoshi terlebih dahulu melirik pada suaminya yang masih saja sibuk dengan ponselnya itu.

Yoshi tidak lagi menangis.
Walau begitu banyak penghinaan dan kata kasar yang dilontarkan Jihoon padanya, Yoshi memilih untuk tidak lagi menangisi hal tersebut.
Entah bagian mana lagi yang perlu Ia tangisi, nyatanya Yoshi telah benar-benar lelah untuk menangisi takdirnya.

Daripada memikirkan kata-kata Jihoon padanya, Yoshi lebih baik segera menyiapkan makanan untuk suaminya.
Biar bagaimanapun yang dikatakan Jihoon memang benar, hari sudah semakin siang dan Jihoon perlu makan untuk bisa meminum obatnya agar dia segera pulih.
Lebih baik Yoshi segera bergegas ke dapur.

Yoshi pun pamit keluar dari kamar pada Jihoon, Ia langsung beranjak meninggalkan kamar tidur itu dan tidak lupa menutup kembali pintunya saat dia keluar.

Jihoon tak menjawab pamit Yoshi pada dirinya, dia hanya diam dan mengabaikan Yoshi dengan tetap memfokuskan perhatian nya pada ponsel yang berada dalam genggamannya.

UNEXPECTED LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang