Happy Reading🌹
"Pusing," batin Danina melenguh singkat, gadis itu sudah sadar, namun dia lebih memilih memejamkan matanya kembali, mencoba menikmati suara detak jam yang mengisi keheningan bersama aroma obat-obatan yang menyeruak melalui indra penciumannya.
Gadis itu teringat kejadian yang belum lama dia rasakan, kejadian ketika Ayahnya menyerangnya, seingat dia ada seorang laki-laki yang menolongnya, namun dia tidak melihat jelas siapa orang itu. Dan kini dia berada di rumah sakit, siapa yang membawanya.
"Gak mau!" Samar-samar Danina dapat mendengar suara seorang wanita yang tidak asing baginya.
"Dia anak kamu Hanina, seharusnya kamu ngerawat dia!"
Oh itu Ibunya, sepertinya dengan Ayah tirinya, Danina tidak begitu mengenalinya. Dapat dihitung berapa kali dia bertemu dengan Rio, Ayah tirinya. Apa mungkin yang membawanya ke rumah sakit adalah Ibu dan Ayah tirinya? Apa orang yang dia lihat kemarin adalah Ayah tirinya? Apa mungkin? Sepertinya tidak mungkin, memang apa pedulinya mereka dengan Danina?
"Ngerawat dia? Aku ngerawat! Dari kecil aku ngerawat dia."
"Bukan dari kecil Hanina. Cuma saat dia kecil. Kamu gak jalanin peran kamu sebagai seorang Ibu bahkan dari dia SD."
Keduanya terdiam beberapa saat, rupanya Hanina tidak dapat menjawab perkataan suaminya. Dalam diamnya, Danina menahan mati-matian air matanya, dia tidak ingin menangis, dia tidak boleh menangis! Dia harus kuat! Setidaknya ketika dia tidak tengah sendirian.
"Aku mohon terima Danina, aku gak masalah betina dia, aku siap jadi Ayah buat Danina."
Deg.
Nafas Danina tersengal, perlahan dia membuka matanya, dapat dia lihat keduanya tengah berdiri tak jauh dari brankar, tempat dia terbaring. Danina kembali memejamkan matanya dan tanpa dapat dia cegah air matanya menetes melalui ujung kedua matanya. Dia.... Tidak menyangka bahkan Rio yang orang asing, mau menerimanya?
"Ma'a, Mas. Tapi aku belum bisa nerima dia lagi. Seenggaknya aku gak nyakitin fisik dia kaya Heiga, aku gak absen buat ngasih yang buat dia, kehidupan dan kebutuhan Danina tercukupi."
"Mah... Kebutuhan Danina tercukupi, tapi kasih sayang enggak. Dan Mamah gak nyakitin fisik Danina, tapi batin Danina terluka, Mah..."
🥀🥀🥀
Tepat saat jam menunjukkan pukul 12 malam, mata Danina masih tak bisa dia pejamkan, mungkin karena seharian kemarin dia tidak sadarkan diri ditambah dengan pikirannya yang berisik membuat Danina tidak bisa tertidur. Danina menghela nafas pelan, gadis itu mengubah posisinya menjadi setengah duduk. Sebenernya kondisinya tidak terlalu buruk, hanya kepala bagian atasnya dan tangan kanannya yang diperban akibat luka yang cukup dalam, namun terlepas dari kedua hal tersebut dia baik-baik saja.
Kalau saja Rio tidak mengotot pada Hanina untuk merawat Danina sehari lagi, mungkin kini dia sudah terbaring di kasur kamarnya, bukan di rumah sakit. Danina menatap sekeliling, sedikit sesak rasanya melihat tak satu pun anggota keluarga yang menjaganya. Apa yang tengah mereka lakukan ya sekarang? Apa mereka sudah tidur? Ah sudahlah! Danina tidak suka mengasihani diri!
"Haus, untung aja kepala gue udah gak pusing." Danina mengulurkan kedua tangannya, merenggangkan otot setelah itu meraih segelas air putih yang terletak di atas nakas kecil di samping tempat tidurnya, gelas itu sengaja Rio siapkan untuk Danina, berjaga-jaga takut sewaktu-waktu Danina membutuhkan air dan tidak ada dia mau pun Hanina di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Roses and Whispers (End)
Romance(Proses revisi) Billyla Danina Aludra. Seorang gadis yang masih mendudukkan dirinya di bangku putih-abu. Bagi sebagian orang tinggal bersama kedua orang tuanya adalah sebuah anugerah, berbeda dengan Danina. Gadis itu lebih nyaman tinggal sendiri ket...