Chapter Dua Puluh Empat

23 15 0
                                    

Happy Reading🌹

Malam telah tiba sebagaimana porosnya, bintang tak jemu menemani kesendirian bulan, angin malam tentu saja ikut berpartisipasi menemani insan-insan yang tengah sibuk mencari kehangatan di antara satu sama lain, namun tak jarang pula beberapa insan yang tak berhasil menemukan arti kehangatan.

Salah satunya adalah gadis yang kini tengah meringkuk di atas kasur, mencoba membenamkan wajahnya di balik bantal, Danina begitu mengantuk hari ini, dia akan tidur lebih awal! Di jam 9 ini, dia harus sudah tidur.

Baru saja menekankan mata. Gadis itu menggeram kesal di balik bantal, menendang-nendang kesal selimut yang menutupi dirinya, seseorang menekan bel berkali-kali, meminta untuk dibukakan. Dengan mata yang setengah tertitip, gadis itu berjalan gontai menuju asal suara.

"Bentar!" Teriak Danina dari depan pintu kamarnya, tangannya meraih knop pintu membukanya. "Toxic boleh gak?" Kesal Danina ketika dia tidak menemukan siapa pun di depan pintu.

Danina merasakan buluk kuduknya meremang. Wah apa ini ulah hantu tak terlihat ya? Namun sejak kapan apartemen ini menjadi horor. Buru-buru Danina menutup pintu, namun belum sempurna dia menutup, matanya menangkap sebuah map yang tergeletak di bawah tepat di pintu masuk.

Danina mengerutkan keningnya, apa itu? Apa itu dari sosok yang sering memberinya mawar? Dengan perlahan gadis itu meraihnya, sebuah map yang tidak diketahui asalnya. Danina membukanya, mencari tahu isi dan asal map tersebut.

Tubuh Danina seketika menegang, jantungnya berpacu cepat, lidahnya terasa kelu, tubuhnya bergetar. "Ayah.. Kak Raney," busuknya dengan anaa bergetar, sebentar lagi air matanya akan turun.

"Ah!" Danina berteriak kaget ketika telinga kanannya menangkap suara bas seseorang, dia berbalik hingga tubuhnya bertubrukan dengan seseorang, namun yang terjadi buka hanya itu. Tingginya yang hanya sebatas hidung lelaki yang ditabraknya, membuat keningnya bertubrukan dengan bibir laki-laki itu.

"S-sorry.." Mara menyentuh bibirnya, sama halnya dengan Danina yang menyentuh keningnya. Ketidaksengajaan apa ini? Ujung bibir Mara terangkat, menahan tawa melihat tingkah Danina yang terlihat jelas tengah salah tingkah, gadis itu terus mengedarkan matanya, menghindar dari eye contac dengannya.

"Ah iya! Lo-eh apa sih gue ngomong apa."

"Kalo ngomong itu ditatap lawan bicaranya," goda Mara.

"Apa sih!" Danina berbalik, menutup pintu yang tadi belum sempat dia tutup kemudian berlalu meninggalkan Mara.

"Danina.. Lo marah?" Tanya Mara membututi Danina.

Danina menghentakkan kakinya, mendudukkan dirinya di sofa lalu menyalakan televisi. Tidak peduli dengan Mata, dia kesal! Ya bukan kesal karena Mara, tapi kesal karena tidak bisa menahan kesaltingannya.

"Lagian kebiasaan banget, dateng asal nylonong masuk! Trus udah tau ada yang ngebel gak dibukain pintunya."

"Bilyla..."

Danina terdiam mendengar panggilan dari Mara. "Apa?" Sarkas Danina.

"Lagian gue ke sini dari tadi, Lo gak keluar sama sekali."

"Gue ngerjain tugas!"

"Iya. Gue tadi lagi masak. Lo pasti belum makan kan?"

Lelaki itu menyebalkan membuatnya merasa bersalah saja!

"Belum."

"Yaudah.. mau makan gak?"

🥀🥀🥀

Her Roses and Whispers (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang