Chapter Sepuluh

51 38 31
                                    

Happy Reading🌹

"Kya." Gadis yang disebutkan namanya itu menoleh, di sana sosok yang sebutkan sebagai kekasihnya tengah duduk bersama teman-temannya, menantikan kedatangan makanan yang sudah tidak sabar untuk dilahap.

Yap, mereka tengah di kantin saat ini, suara bising yang tak dapat digambarkan dengan kata. Suara teriakan mengantri, suara perbincangan yang seperti suara perdebatan karena harus mengeluarkan tenaga lebih dan masih banyak lagi asal suara bising itu.

Kya melangkahkan kaki jenjangnya menghampiri bangku yang diduduki oleh Jevano dan teman-temannya. "Halo," sapa Kya begitu sampai, bahkan wajah berserinya berhasil menyembunyikan wajah bekas menangis semalam. Manik manta Kya tak lepas dari setiap pergerakan Jevano, memperhatikan lelaki itu dalam diamnya.

"Kya keadaannya gimana?" Tanya Cakra mengalihkan perhatian Kya.

"Gue udah baikan kok." Kya tersenyum menampakkan lesung pipinya yang dalam di kedua pipinya. "Em.. Kak Mara ke mana?" Tanya Kya menyadari tidak adanya lelaki dingin itu.

"Dia gak berangkat, nemnin Ibunya di rumah sakit."

"Hai gaiss!" Seseorang datang, itu Ralita, gadis itu dengan percaya dirinya duduk di samping Rayen. Kemudian disusul oleh Vanila, Tamara dan Danina yang datang bersamaan, mengekor di belakang Ralita.

"Mara mana?" Bukan Tamara, melainkan Danina, gadis itu duduk di samping Cakra tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Rumah sakit."

"Dia sakit?" Tamara ikut menimpali dengan khawatir, bahkan keningnya sampai berkerut.

"No. Dia nemenin Ibunya. Ibunya yang sakit, kalian gak tahu?"

Tamara membolakan matanya kemudian menggeleng pelan. Mengapa dia tidak tahu? Ke mana saja beberapa ini Tamara? Ah dia jadi kesal pada dirinya sendiri.

"Jevano." Suara itu berasal dari Danina, gadis itu yang memanggilnya, tentu hal tersebut mengalihkan atensi Kya, Kya jadi waspada.

"Gue punya hadiah. Ky.. gue izin ya ngasih hadiah buat cowok lo, gak macem-macem kok tenang aja, ini cuma hadiah ultah."

Kya tersenyum menanggapi perkataan Danina, jadi paper bag yang sedari tadi Danina bawa adalah hadiah untuk Jevano? Yah, hal itu sempat mencuri perhatian Kya sebenarnya. "Santai aja kali Kak."

Danina tertegun sesaat, wah pantas saja Jevano bisa menyukai Kya, gadis itu begitu hangat dan manis. Yah tidak akan rugi bagi Jevano mempertahankan Kya, Kya itu tipe idaman laki-laki. Sudah cantik, baik pula, mungkin gadis lain akan marah jika kekasihnya diberi suatu hadiah oleh gadis lain, apalagi statis Danina adalah sahabat kecil. Apa tidak bahaya?

"Btw, luka lo gak sembuh-sembuh, Dan?" Pertanyaan Cakra meluncur begitu saja dari mulutnya ketika dia sibuk memperhatikan wajah Danina. Ada yah orang padahal muka penuh dengan luka, tapi tetap cantik.

"Lah gila apa, belum ada seminggu!" Jawab Danina tak santai.

"Weh Sans Sist, gue nanya doang."

"Bodi ah. Nih." Danina memilih beralih pada Jevano, mengabaikan Cakra.

"Thanks," ungkap Jevano menerima paper bag dari Danina kemudian membukanya. "Wah siapa yang buat?" Jevano meraih sebuah lukisan dari dalam paper bag. Di lukisan itu ada 2 anak kecil, laki-laki dan perempuan tengah saling bergandeng tangan yang dilukis dari sudut belakang keduanya. Di sisi kanan dan kiri keduanya terdapat rerumputan yang tingginya mencapai pinggang.

Her Roses and Whispers (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang