Chapter Dua Puluh Sembilan

23 21 5
                                    

Happy Reading🌹

Pukul 09.00 WIB

Mara terus menggenggam tangan milik Danina, matanya enggan beralih dari gadis cantik di depannya. Ini adalah hari weekend, beberapa menit yang lalu, teman-teman Danina baru pulang berkunjung, menyisakan dirinya dan Raney, berdua menemani Danina.

Kedua mata Raney begitu sembab, meratapi penyesalannya. Dia kira Raney adalah orang jahat, namun dari kalimat-kalimat permintaan ma'af Raney, dia bisa menangkap rasa kasih sayang.

"Lo pacaran sama Danina berapa lama?" Tanya Raney memulai pembicaraan. Sebentar, tahu dari mana gadis itu?

"Sekitar 2 bulan yang lalu."

"Thanks ya.. udah jagain Adek gue. Bahkan lo ngebolehin dia tinggal di apart punya Kakak lo."

Heran semakin heran dibuatnya, teman-temannya saja tidak tahu, kenapa Raneysha tahu? Bahkan gadis itu sudah lama tidak memperlihatkan diri di sekolah setelah Danina pergi dari rumah. Kenapa gadis itu tahu?

"Lo pasti bingung, gue tahu dari mana. Lo gak perlu mikirin itu yang jelas gue tau semua tentang Adek gue."

"Gue ada urusan nitip Danina sebentar," ucap Raneysha seraya bangkit dari duduknya. Mara hanya mengangguk sebagai jawaban. Mara mendekatkan wajahnya ke arah wajah Danina.

"Gadis cantik.. bangun ya.. saya tersiksa nunggu kamu," ucap Mara kemudian mengecup singkat kening Danina.

"Kamu terlalu berarti buat saya, selama apa pun kamu tidur, saya bakal nunggu selagi kamu janji bakal bangun, gadis cantik."

Mara menjauhkan wajahnya dari Danina, namun matanya terbelalak melihat lengkungan di bibir gadis itu, dia senang bukan kepalang.

"Danina.. kamu udah bangun?"

Gadis itu tertawa renyah. "Aku pura-pura tidur, aku denger kamu ngomong." Tunggu sejak kapan panggilan mereka berganti aku-kamu?

"Nakal ya kamu," ucap Mara, sedetik kemudian Mara memeluk Danina, yah meski pun posisi itu sulit, tapi dia paksakan.

"Mara.. tapi kenapa gelap?"

Deg.

Mara menahan napasnya ketika tangan Danina meraba matanya. "Kenapa diperban?"

"Danina dengerin aku ya.. Apa pun yang terjadi aku bakal tetep di sisi kamu."

"Mar.. jawab pertanyaan aku, kenapa diperban? Kalo perbannya dicopot, aku bisa liat kan?"

Seseorang tolong katakan pada dirinya bahwa dia masih bisa melihat, perasaan benar-benar tidak enak sekarang. Tolong kata bahwa dia tidak buta seperti yang terpikir di otaknya.

"Dan.. ini cuma diperban kok."

"Aku gak bodoh Mara!"

Melihat gadisnya yang tampak frustasi, Mara dengan segera menarik Danina kedekapannya. Gadis itu memeluknya begitu erat, tangannya meraba-raba wajahnya. Mara menggigit kedua pipi dalamnya, mencoba untuk menahas kristal bening yang hendak meleleh, dia tak kuasa menahan sesak itu, rasanya sakit.

Her Roses and Whispers (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang