Chapter Dua Puluh Satu

38 22 1
                                    

Happy Reading🌹

"Gue gak mau," ucapan penuh penekanan itu dia tuju kepada dua temannya melalui panggilan Vidio yang dilakukan ketiganya sejak pagi pukul 8, kini sambungan itu telah berlangsung selama 3 jam.

"Ayo hang out bareng, keluar jalan-jalan, ngemall, nonton kapan lagi coba." Venila diseberang sana bercerita dengan penuh semangat, yah kalau tentang jalan, jangan pernah takut untuk mengajak Vanila karena gadis itu akan selalu siap sedia.

"Gue sih ikut aja," ucap Ralita menimpali.

"Gue ngikut," ucap Tamara yang tengah memakan apel sambil menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Danina menguap lebar, semalam karena kejadian Mara yang mengalami kecelakaan bersama Arga, dia menjadi tidak bisa tidur semalaman, dia sudah mencoba memaksakan diri untuk tidur, tapi lagi-lagi otaknya masih saja memikirkannya Mara.

"Gue gak dulu deh," ucap Danina setelah menguap lebar.

"Lo gak tidur semaleman ya?" Tebak Ralita melihat keadaan Danina.

"Hmm."

"Ngapain aja lo semaleman?" Tanya Vanila.

"Gue gak bisa tidur, udahlah kalo kalian mau pergi, pergi aja gue mau tidur."

"Dasar putri tidur," ucap Tamara seraya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Danina. Meski pun dia kesal dengan gadis itu, tak mungkin kan untuk menunjukkan rasa kesalnya? Hah dia cemburu berat!

"Gue tutup ya, gue mau tidur," ucap Danina dengan mata yang mulai tertutup, dia harus tidur sekarang sebelum rasa kantuk untuk hilang tiba-tiba. Itu akan menyiksanya!

Danina menutup panggilan, gadis itu menarik selimut hingga seperut, bersiap untuk tidur. Namun belum sempat dia berselancar dalam alam bawah sadarnya, perutnya memberikan sinyal untuk diisi. Danina mendengus kesal seraya memegang perutnya. Ah dia kesal sekali!

"Pokoknya habis makan gue mau tidur," ucap Danina terpaksa turun dari tempat tidurnya, jika diingat-ingat terakhir dia maka adalah kemarin siang, pantas saja selapar ini!

Danina melangkahkan kakinya dengan gontai, asal kalian tahu saja, bahkan gadis itu belum menggeser sedikit pun gorden jendela di kamar itu, hal itu membuat kamarnya tidak terlalu terang, meski pun tidak gelap juga.

Danina membuka pintunya perlahan dan saat itu pula matanya melotot lebar melihat seseorang yang kini tengah duduk memunggunginya di sofa ruang tamu. Mendengar pergerakan, lelaki itu menoleh, menatap datar Danina yang kini menatapnya dengan wajah cengonya.

"Mara!" Seru Danina dengan cepat menghampiri lelaki itu itu.

"Gimana keadaan lo?" Tanya Danina khawatir pasalnya semalam saat dia menghampiri Mara, Gio malah menariknya, memaksa dirinya untuk pulang.

"Lo baru bangun?" Netral terang milik laki-laki itu tidak dapat lepas dari gadis di hadapannya. Gadis itu memakai piyama berlengan pendek, wajahnya masih natural tanpa polesan apa pun dan rambutnya dicepol asal.

Cantik.

"Hehe iya."

"Gue bawain makanan." Mara menunjuk 2 keresek berwarna putih berukuran sedang yang tergeletak di atas meja dengan dagunya.

Her Roses and Whispers (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang