Chapter Sebelas

39 26 2
                                    

Happy Reading🌹

Kalimat pengusiran yang disampaikan oleh Hanina kemarin berhasil membuat Danina sadar akan posisinya, gadis itu memilih pulang ke rumah Ayahnya. Yah, dia harus kembali tenggelam dalam gelapnya kehidupan. Padahal kemarin hampir saja di terlepas. Benar kata Gio, dia terlalu bahagia hingga dia terlena. Danina jadi menyesalinya.

Hari telah gelap, lampu jalanan yang berjejer di sepanjang jalan telah menyala beberapa jam yang lalu menyinari jalan raya dua arah yang cukup ramai dengan kendaraan. Danina sendiri, berjalan menyusuri trotoar jalan seraya menunduk, bercampur bersama manusia-manusia lain yang juga tengah sibuk menuju ke tujuannya masing-masing.

Udara malam hari ini tidak seperti biasanya, hawa panas yang menyelimuti tubuh Danina seolah tidak bersahabat dengan suasana hatinya yang tengah harap-harap cemas. Berbagai ketakutan hinggap di hati Danina tanpa bisa Danina kendalikan, bahkan sepertinya malam ini dia tidak akan bisa tidur nyenyak.

Danina membenarkan tali ranselnya yang mulai merosot, yah.. dia masih menggunakan seragam, tadi sepulang sekolah setelah dia bertemu Hanina, gadis itu pergi begitu saja dan kini merasa enggan untuk kembali. Sebenarnya bisa dibilang dia tidak punya rumah untuk pulang sekarang.

Kakinya terhenti tepat di depan pintu rumah Ayahnya, berkali-kali Danina menyemangati dirinya sendiri. Dia harus bisa mempersiapkan mental.

"Halo Danina, gimana kabar kamu? Kamu baik-baik aja 'kan? Kakak khawatir sama kamu." Suara itu! Baru saja dia memasuki rumahnya, dirinya sudah disambut saja oleh Kakaknya itu

Danina menatap tajam Raneysha tanpa menjawab. Apa Kakaknya tidak merasa bersalah terhadap dirinya? Dia 'kan terluka karena gadis itu! Ah memang ya, dasar manusia tidak tahu diri! Sudah mendapat kasih sayang Ayah, tapi bisa-bisanya dia masih mau menyingkirkan dirinya?

"Pastinya gue baik-baik," ucap Danina kemudian tersenyum, gadis itu memiringkan kepalanya seraya menaikan satu alisnya. Danina tidak lemah!

"Emm syukur deh. Kakak seneng banget loh.. kamu milih Ayah daripada Mamah, emang kamu gak iri liat keluarga baru Mamah?"

"Iri?" Danina tersenyum miring. "Gak ada perasaan bodoh semacam itu di hati gue," ucap Danina, bohong! Gadis itu sepenuhnya bohong! Dia selalu iri dengan orang-orang yang bisa mendapat kehidupan lebih baik darinya! Tapi.. ah sudahlah, dia selalu mencoba berpikir positif, mungkin belum.

"Saya harap kamu milih Hanina," ucapan itu berasal dari Heiga yang baru mendatangi Danina dan Raneysha, sedari tadi lelaki itu menguping pembicaraan keduanya, dia berjalan tepat di belakang Danina tanpa gadis itu sadari.

Danina sedikit terkejut mendapati Ayahnya di belakang tubuhnya, dia menoleh ke arah Ayahnya. Gadis itu tersenyum. "Danina tahu kok Ayah berharap kaya gitu, pasti Ayah juga berharap Danina mati, tapi makasih masih mau nerima Danina di sini." Setelah mengatakan itu Danina berlalu begitu menuju kamarnya, dia tidak suka suasana rumahnya. Hening dan mencengkram.

"Lo ke mana?" Mata Danina menatap kosong pintu kamar di depannya. Knop pintu itu dia buka perlahan, pikirannya menerawang pada beberapa hari yang lalu, saat dia masih berada di rumah Hanina, dia kembali mendapat setangkai mawar dan surat misterius itu.

-----

Saya pamit sebentar ya, jaga diri baik-baik. Jangan terluka lagi! Saya berhenti sebentar, saya janji bakal balik.

Her Roses and Whispers (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang