Chapter Enam Belas

37 26 0
                                    

Happy Reading🌹

Jam hampir menunjukkan pukul 06 sore, semburat orange, senja telah menampakkan diri, menyelinap masuk segala sudut sela bangunan tanpa terkecuali, suasana begitu tenang menemani kedua insan yang tengah duduk berdampingan di atas sofa.

Danina menatap Mara yang sedari tadi fokus mengobati luka kakinya, senyumnya terbit menatap keindahan rupa lelaki di hadapannya. Mara memilik mata yang begitu indah, bahkan sepertinya Danina tidak akan sanggup menerima tatapan dari mata itu, hatinya terlalu lemah.

"Sakit?"

Danina mengerjapkan matanya, gadis itu mengalihkan matanya sejenak, dia gugup. "A- enggak." Bahkan dia lupa kalau sekarang dia tengah diobati lukanya, terlalu fokus menatap Mara, Danina sampai tidak merasakan perih ketika lukanya dibersihkan dengan alkohol oleh Mara.

Mara mengerutkan keningnya. "Beneran gak sih?"

"Gue kenapa si? Kenapa tiba-tiba deg-degan di depan Mata?"

"Danina.."

"Iyaaa."

"Lo ngelamun?"

"Gak kok."

Mara tersenyum tipis. "Masih mau nangis? Masih kepikiran rumah?"

Danina terdiam seraya menunduk, dia tidak berniat menjawab. "Gue mikirin lo Mara!"

"Gue gak akan maksa lo buat cerita sekarang." Mara kembali melanjutkan aktivitasnya mengobati Danina.

"Lo bisa Dateng ke gue kapan aja, kalo lo butuh." Lelaki itu dengan telaten menempelkan beberapa plester di kaki dan lengan Danina.

"Giliran muka lo." Mara mengambil duduk di samping Danina. "Deketan."

Danina menelan ludahnya pelan, sedikit ragu untuk mendekatkan wajahnya ke arah Mata. "Gapapa Danina cuma dibersihin doang," ucap Mara mengerti ketakutan Danina.

"Perih gak?" Tanya Danina.

"Loh tadi perih gak?"

"Ya kan tadi gue fokusnya ke lo, lah ini jarak muka lo sama gue bakal Deket. Mana ada gue bisa tenang, adanya yang tadinya gak sakit jadi sakit."

"Mau diobatin gak?" Tanya Mara, nadanya berubah datar.

Danina gelagapan takut Mara akan kembali dingin. "Iya iya." Danina memajukan wajahnya, gadis itu memilih memejamkan matanya, setidaknya dia jadi tidak terlalu gugup. Yang Danina rasa, hari ini jantungnya menjadi tidak aman.

"Awsh," ringis Danina ketika merasa sesuatu yang dingin mengenai sudut bibirnya. Ternyata perih sekali! Kenapa tadi tidak ada rasanya ya?

"Awsh sakit!" Ucap Danina seraya membuka matanya dan satu itu pula pupil matanya membesar, jarak wajahnya dan wajah Mara begitu dekat bahkan dia dapat merasakan embusan napas lelaki itu sedangkan Danina menahan napasnya tanpa sadar.

Kedua pasang mata itu saling terkunci satu sama lain, saling menatap dalam keheningan. "E- sorry." Mara yang sadar lebih dahulu menjauhkan wajahnya, jakunnya naik turun saat dia menelan ludahnya sendiri, tangan kanannya menggaruk telinganya yang sebenarnya tidak gatal.

"Eh iya..." Danina menunduk dalam hatinya merutuki kebodohan. Namun senyum tipis tidak bisa Danina tahan, klise memang tapi dia tidak menyangka hal tersebut akan terjadi pada dirinya. Dan lawannya itu.. bukanlah Jevano.

"Em.. buat sementara lo tinggal di apart ini aja dulu," ucap Mara mengalihkan topik.

"Loh? Trus lo tinggal di mana?"

Her Roses and Whispers (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang