Tangen 90⁰

50 7 1
                                    

Tan 90⁰ = Sin 90⁰ ÷ Cos 90⁰ = 1 ÷ 0 = ~

Cintaku seperti nilai Tan 90⁰
Tak terdefinisikan
Tak terhingga tanpa batas

▪︎
▪︎
▪︎
▪︎
▪︎

Sekali lagi, Dodo membaca berulang-ulang kertas yang baru saja dilihatnya. Kembali termenung memandang langit, banyak bintang bertaburan. Lalu, adakah satu saja bintang yang tersenyum untukku???

Sekuat tenaga aku berusaha pergi, sekuat tenaga aku berjuang untuk kembali. Sekarang, apakah aku akan benar-benar pergi untuk selama-lamanya?!

***

Dodo didiagnosis terkena kanker kelenjar getah bening stadium tiga. Sungguh, mentalnya rapuh serapuh-rapuhnya. Ingin rasanya memeluk bintang, bercerita pada anand dan menangis bersama Vino.

Rasanya saat ini tidak sanggup bertemu dengan saudaranya. Apa yang harus dia katakan ataukah apa mungkin bisa mengatakannya. Dodo memutuskan untuk tidak kembali ke rumah sakit.

Dirinya butuh waktu sendiri. Kembali merayu diri sendiri untuk menerima semua ini.

Dodo mengabari Abin kalau malam ini belum bisa menjaga Vino di rumah sakit, tubuhnya letih, Dodo meminta izin untuk menginap di rumah langit biru malam ini.

Abin dan Anand menawarkan diri untuk menemani Dodo, tapi Dodo menolak halus dan meyakinkan mereka kalau Vino saat ini yang lebih membutuhkan mereka. Akhirnya kedua abangnya itu menyerah dan menuruti keinginan Dodo.

Dodo kembali ke rumah biru langit. Rumah yang setiap detik dirindukan. Ditatapnya sekeliling rumah itu untuk mengobati rasa rindu. Semuanya masih tetap sama seperti dulu.

Baru saja kakinya melangkah ke kamarnya, ponselnya bergetar. Abin menghubunginya, menanyakan apakah Dodo sudah sampai atau belum di rumah, dan bertanya sesuatu yang ingin Dodo hindari.

"Do, tangan kirinya kenapa? Ulah papa?" Suara Abin terdengar dari ujung telepon. Dodo terdiam, tak sanggup menjawab pertanyaan abangnya itu.

"Dodo masih nggak percaya sama Abin? Masih berpikir kasih sayang Abin pura-pura?" Lanjutnya.

Dodo merasa bersalah saat Abin berbicara demikian.

" Nggak begitu Bin. Dodo minta maaf atas semua perkataan Dodo." Terdengar kesedihan dan penyesalan dalam kalimat yang Dodo lontarkan.

"Cukup, nggak usah dilanjutin Do. Abin nggak pernah menganggap Dodo berbicara demikian. Asal Dodo tahu, Abin tak mudah dibohongi semudah itu dan kamu tak pandai berbohong, Do."

Dodo semakin merasa bersalah dengan ucapan Abin rasanya ingin sekali raga ini meraih pelukan Abin.

"Kenapa diam Do? Pingin dipeluk Abin ya? Abin otw sekarang nih." Tersirat nada kelembutan dari Abin.

"Jangan Bin! Nggak usah, yang ada nanti Vino tantrum. Pastikan pas Vino bangun, wajah Abin yang dilihatnya."

"Lalu tangan Dodo?"

"Besok Dodo ceritain semuanya."

"Janji?"

"Iya, janji Bin."

Dodo tak mengira akan bisa secepat ini datang kembali ke kamarnya. Kamar itupun masih sama tak ada seincipun benda yang bergeser dari posisinya. Direbahkan tubuhnya di atas ranjang kesayangannya. "Apa ini nyata? Aku harap ini hanyalah mimpi." Bisik Dodo.

MATH PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang