Lord Morgan

37 12 0
                                    

// sebelum petarungan //

Knock knock

"Masuk"

"Ayah memanggilku?"

Dylan masuk ke dalam kamar ayahnya tercinta. Ruangan yang besar terdapat ranjang berukuran king size bernuansa putih dan biru gelap dengan ornamen emas dan mutiara di dinding kamar itu. Isi kamarnya tidak begitu banyak hanya ada, karpet bulu di lantai, lemari pakaian yang besar beserta meja rias dengan cermin besar dengan kursi berbulu putih.

Kamar itu yang awalnya terasa hangat dan indah berubah menjadi hening dan dingin. Semua terjadi ketika negri air kehilangan ratu mereka belasan tahun yang lalu. Tidak sedikit dari mereka yang menangis dan merasa kehilangan terutama pria tua yang sedang duduk di ranjangnya.

Dylan menghampiri ayahnya dan duduk di ranjang.

"Kenapa memanggilku?"

Morgan menutup buku yang baru saja dia baca dan menatap anak sulungnya.

"Bagaimana pekerjaanmu? Apa ada masalah?"

"Tidak ada. Semua baik baik saja"

Morgan tersenyum lalu menepuk pundak dylan "Kau memang selalu hebat. Ayah bangga padamu lan"

Dylan tersenyum namun dia merasa ayahnya akan mengatakan hal lebih dari ini.

"Kau tau ibumu pasti tidak akan suka melihat anak anaknya berkelahi bahkan sampai nyawa taruhannya.."

Dylan mengangguk setuju

"Apa kamu dan sebastian menerima kehadiran mereka?"

Dylan berpikir sejenak "Aku sudah memaafkan apa yang terjadi ayah. Ibu juga manusia yang memiliki pilihan hidupnya. Aku maupun tian akan selalu mendukung dan menyayangi keluarga kita meski awalnya kita terkejut dan tian sedikit tidak terima tapi dia begitu hanya karena dia terluka karena tidak di beritahu tapi setelah itu dia mau menerima mereka."

"Tapi kalian harus menyerang luke kan? Sementara athena sudah berpihak pada kalian"

Dylan terdiam sebenarnya ini yang terus menganggu pikirannya. Dia tidak ingin ibunya di atas sana sedih melihat anak anaknya menyakiti satu sama lain

"Aku butuh pendapat ayah.."

Morgan tersenyum

"Pendapat ayah ada dua. Sebagai pemimpin kamu tau prioritas pertama kan? Menjaga negri dan rakyat, kamu harus bisa mengorbankan SEGALANYA, meski lawan kamu adalah orang yang paling kamu sayang sekalipun.. karena itulah seorang pemimpin yang berani mengambil resiko paling tinggi.."

"Yang kedua sebagai diri kamu sendiri. Kamu punya hak atas hidup kamu nak, kamu punya orang orang yang kamu sayang, keluarga dan teman. Kamu berhak memilih apa tujuan hidup kamu dylan. Membunuh adalah hal keji apalagi membunuh orang yang sedarah dengan kamu atau mungkin teman seperjuangan, tidak semua bisa melakukan itu. Perasaan kamu dan perasaan orang itu yang akan dikorbankan pada akhirnya jadi jangan sampai itu terjadi."

"Jadi apa keputusanmu?"

Dylan meremas celananya, hatinya panas. Dia tau sedari awal tujuan hatinya, pilihannya sudah terukir jelas di hatinya.

"Aku akan menjaga dua hal itu tapi jika pada akhirnya aku harus memilih aku akan memilih yang kedua.. maaf ayah mungkin aku tidak akan bisa menjadi pemimpin yang hebat.."

"Bagi ayah. Kamu adalah pemimpin yang hebat. Tidak banyak orang yang tetap pada pendiriannya dan setia. Kamu tau apa yang kamu mau dengan begitu kamu bisa menjadi pemimpin yang hebat dylan, dan kau tau betul menjadi seorang pemimpin tidak harus memimpin sebuah negri atau kelompok..

".. yang terpenting kamu bisa memimpin diri kamu sendiri dengan baik. Jika pemimpinnya saja tidak benar bagaimana bisa anggotanya percaya dengan mudah?"

Dylan tersenyum manis. Dia memeluk ayahnya.

"Ayah.."

"Ya?"

"Aku tau pilihan ayah adalah yang pertamakan? Tapi aku cuma mau bilang. Pilihan pertama atau yang kedua sama sama ada baik dan buruknya. Aku memang tidak pernah berkata seperti ini tapi.."

"Ayah adalah pemimpin yang hebat. Negri air sangat bersyukur selama ayah menjaga mereka. Meski kita bertiga jarang berbicara tapi ayah mendidik kami dengan baik, menjadi orangtua sendirian sekaligus pemimpin negri bukanlah hal yang mudah. Ayah sudah sangat bekerja keras dan kita semua bangga sama ayah.."

Tanpa sadar morgan meneteskan air matanya.

".. ayah jangan merasa kesepian atau merasa bersalah atas semua yang terjadi. Aku dan tian baik baik saja meski jujur aku dan tian merasa kesepian saat ayah sibuk tapi aku cuman mau bilang ayah tidak perlu kesepian dan merasa sendiri.. ayah punya aku, sebastian, lalu ada kak athena dan arthur juga! Ya meski mereka bukan anak ayah dan mereka juga ga disini..

Dylan melihat seluruh isi kamar itu. Hanya satu kata yang terlintas di pikiran dylan..SEPI.

"Aku tau pasti ayah kangen sama ibu tapi aku yakin sekali ibu ingin ayah bahagia dan ga ngerasa kesepian. Jadi aku harap ayah bisa menemukan apapun yang bisa bikin ayah bahagia"

Morgan tersenyum dan mengusap air matanya "Ayah beruntung punya kalian. Terimakasih sudah mau mengerti dan membicarakan hal ini"

Dylan tersenyum tulus "Sudah selesai kan? Aku harus menemani tian pergi membeli es krim kalau tidak dia akan merengek kayak bayi!"

"Tunggu sebentar"

Morgan mengambil sesuatu dari lacinya. Lalu mengeluarkan dua sapu tangan berbahan sutra dengan nama dylan dan sebastian di atasnya.

"Ayah tidak tau mau memberi ini kapan tapi mungkin ini sudah saatnya"

"Ayah membeli sapu tangan?"

"Bukan ini dari ibumu. Dia membuatnya khusus untuk kalian berdua, jangan sampai hilang ya"

Walau hanya sapu tangan tapi hati dylan hangat.

"Aku pergi dulu"

Dylan pun keluar dari kamar ayahnya tapi sebelum dia benar benar keluar ayahnya memanggil lagi.

"Lan.."

"Ya?"

"Jaga adikmu dan pulanglah dengan selamat."

"Pasti."

Saat pintu tertutup morgan mengambil sebuah kalung dengan liontin hati dengan inisial huruf A.

"Amber.. anak anak kita sudah tumbuh dengan baik. Keadaan kami juga baik baik saja disini, kamu jangan khawatir. Aku harap kamu bisa bahagia dia atas sana, aku menantikan hari dimana kita bisa bertemu lagi.."

Tanpa morgan tau, dylan mendengar hal itu di balik pintu. Dylan tersenyum sedih.

"Bu.. ayah dan sebastian merindukanmu. Aku juga..."

Sesampainya dylan di pintu utama mansion. Tian sudah memasang wajah kesalnya.

"Kenapa lama sekali!"

"Hanya 30 menit"

"Kan aku cuma kasih waktu 5 menit! Nanti es krimnya keburu abis! Lagian ngomongin apa sih lama amat!"

"Ada deh anak kecil gaboleh tau! Nih..!" Dylan memberikan sapu tangan ke tian.

"Kenapa ngasih sapu tangan coba. Ga butuh!"

"Yakin? Ini dari ibu loh.."

Mata sebastian terbuka lebar. Dia langsung mengambil kasar sapu tangannya dari tangan dylan. Hatinya ingin meledak saking senangnya mendapat hadiah dari ibunya tapi wajahnya hanya menampilkan senyum tipis saat dia membaca namanya di sapu tangan itu.

"Katanya ga butuh!"

"Bawel! Ayo cepat!" Tian memasukkan sapu tangannya ke kantong celana dan langsung menarik dylan keluar untuk membeli es krim coklat yang sedang ramai di bicarakan warga negri air. Ada seseorang yang berhasil menciptakan es krim coklat paling enak jadi tian mau mencobanya jika rasanya enak dia akan membelikan es krim itu untuk jeremy dan aiden.

Dia tau betul kedua teman sebayanya itu sangat menyukai es krim dan tergila gila dengan makanan manis.

ELEMENTWhere stories live. Discover now