Jennie POV
"Aku merasa bersalah karena mengajakmu naik roller coaster, Wifey." Lisa melihatku sambil bicara.
"Gwaenchana, aku yang merusak kencan kita dengan tidak bisa bekerja sama." Aku memberinya senyum terbaikku. Jujur saja, semua wahana di sana ingin aku coba tapi tubuhku menolak untuk bekerja sama. Aku orang yang gampang mabuk dengan wahana wahana seperti itu, sedangkan Lisa aku baru mengetahui kalau dia menyukai hal hal yang ekstrim.
Lisa kemudian memutuskan untuk tidak bermain wahana lagi karena kondisi ku yang menjadi tidak stabil. Aku muntah sebanyak tiga kali dan itu membuat Lisa khawatir. Dia tidak ingin aku muntah berulang ulang kali karena wahana wahana yang tidak bersalah itu.
Alhasil kami tidak lagi berada di Seoul Land, kami pindah tempat.
"Mianhaeyo." Ucapku.
Lisa menjadi diam dan wajahnya tidak memiliki ekspresi sama sekali, aku takut dia marah dan kecewa karena kencan pertama kami di Seoul Land jadi gagal karena ku.
"Tidak apa, kau demam wahana dan aku tidak bisa memaksamu." Dia tersenyum tipis tapi beberapa saat kemudian wajahnya kembali datar.
"Wajah itu-"
"Wajahku memang seperti ini, okay? Aku sangat mengkhawatirkanmu, Jennie. Jangan berpikir macam macam hanya karena ekspresi wajahku." Selanya. Aku memilih untuk diam saja daripada berdebat dengannya. Lisa orang yang keras dan ku rasa diwaktu waktu seperti ini aku tidak harus membantahnya.
Kami berjalan dengan jari jari kami yang terjalin. Ini adalah kebiasaan baru, Lisa selalu melakukannya ketika kami berada di luar rumah. Lisa orang yang sangat tegas dan sedikit kaku tapi aku tetap melihat hal yang manis di dirinya.
"Kau lihat, sangat indah bukan?" Kami berhenti di satu lukisan yang sangat besar. Indah, dan sangat detail. Ini lukisan dari salah satu pelukis legendaris Korea sejak jaman Joseon, mendiang An Gyeon.
Well, sekarang kami berada di galeri yang terdapat ribuan lukisan dari yang kecil hingga yang besar. Sebuah gambaran pegunungan di jaman dulu. Ini lukisan tua dan nilai karya nya tidak akan turun.
"Kau menyukai lukisan jaman dulu?" Aku bertanya pada Lisa yang masih melihat lukisan itu.
"Ya, tapi aku lebih tertarik dengan lukisan yang berobjek. Seperti lukisan manusia, hewan, benda. Aku juga tertarik dengan lukisan abstrak namun abstrak cenderung membosankan akhir akhir ini." Jelasnya.
"Lalu, kau bisa melukis?" Dia terkekeh mendengar pertanyaanku.
"Tidak, aku hanya penikmat. Aku tidak terobsesi untuk membuat karya lukis, ada banyak orang berbakat di bidangnya dan aku tidak perlu masuk ke dalam seni karena itu bukan passion ku, aku tidak ingin merusak apa yang ada di sana dengan goresan tanganku yang tidak ada aturannya. Aku hanya datang untuk mengacau jika aku ikut ikutan." Dia benar benar seorang pebisnis ketika sedang menjelaskan sesuatu, sangat formal.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Dia bertanya.
"Kau bicara padaku seolah aku rekan bisnismu, kau sangat kaku." Aku terkekeh kemudian memeluk lengannya.
"Uhm? Apa sangat? Aku sudah semaksimal mungkin untuk cair dan menyesuaikan." Lisa cemberut.
"Mungkin aku mencari Lisa yang manja." Itu sekaligus sindiran. Dia terlalu dominan, aku ingin melihat Lisa yang manja.
"Pencarian yang sia sia." Dia tertawa kecil kemudian menarikku untuk melihat lukisan lain. "Lihat, ini lukisan dari Mr. Lee. Dia pelukis yang sudah mendunia, aku pernah bertemu dengannya sekali saat pamerannya, dia mengundang Dad dan aku ikut." Lisa menunjukkan lukisan monokrom dua orang yang sedang berpelukan, mereka saling terhubung dengan garis yang terlihat seperti jaringan yang tidak akan memisahkan mereka. Itu romantis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be The Queen of Manoban | JENLISA ✔️
FanfictionPernikahan yang tidak sesuai harapan Lisa, dia terpaksa menjalaninya dengan hampa. Hanya dilandasi keinginan kedua orang tua menjadikan mereka pasangan menikah. "Kita mungkin sudah menikah, tapi aku bukan milikmu jadi berhenti bersikap seolah aku mi...