3

3.5K 193 3
                                    

Hari terakhir ujian akhir semester telah dilalui, semuanya menghela napas lega karena liburan telah tiba. Setelah mengerjakan, kumpulkan, dan lupakan, mereka pun akhirnya bersenang-senang. Masalah nilai anjlok ataupun mengulang mata kuliah urusan nanti saja saat semua nilai sudah keluar. Sekarang waktunya melepaskan beban.

"Ayo kabeh neng warung ayam lalap, Hana mau traktir."

Hana melotot pada Arya yang sembarangan berkata. Kapan dia berkata seperti itu? Minggu lalu memang dia mengatakan itu, tetapi teman-temannya menolak karena tahu Hana sedang krisis moneter. Dilihat dari paket datanya yang sampai detik itu belum juga diisi, selalu minta sharing pada Arya. Akibat terlalu boros di awal bulan, jadi di akhir bulan Hana seperti pengemis. Namun hari ini kantongnya belum juga terisi, uang bulanan sudah terkuras habis, Hana sungkan sekali jika harus meminta pada orang tuanya. Sehari-hari dia hidup dengan menumpang pada Arya dan Angkasa. Sedikit kurang tahu diri, tetapi untung saja teman dan pacarnya itu fine-fine saja pada Hana yang seenak jidat.

Hana tersenyum ramah di depan para teman-temannya, dia mendekat ke arah Arya dan menipiskan suara. "You kan ngerti kantong aku kosong melompong. Makan aja kowe yang bayarin."

Arya mengedikkan bahu dengan tak acuh. "Pacarmu kan kaya, porotin sana. Sekalian bayar hutang ke aku."

Hana menggeplak kepala Arya hingga sahabatnya itu mengaduh. Meski tak terima dengan ucapan itu, Hana tetap menghubungi pacarnya untuk membayarkan acara makan-makan itu. Angkasa yang begitu bucin pada Hana tentu saja dengan ringan tangan menyerahkan kartu ATM-nya pada pacarnya itu.

"Jangan makan banyak-banyak, entar makan lagi sama aku, ya," katanya sembari menaik-turunkan kedua alisnya.

Hana mengernyit. "Nggak ikut makan sekarang aja? Biar bareng sekali jalan."

Angkasa tersenyum tampan sembari mengelus puncak kepala Hana. "Lagi mau bimbingan sama dospem, kayaknya lama soalnya pake bumbu drama juga."

Hana mengangguk-angguk. "Nanti telepon aku kalo selesai bimbingan."

Angkasa mengangguk lalu mengecup kening Hana sebelum akhirnya pergi dari sana.

Wanita dengan kucir kuda itu berbalik ingin masuk ke dalam kelas di mana teman-temannya menunggu keputusan Hana untuk mentraktir mereka. Belum selangkah, Hana melihat teman-temannya mengintip di antara celah pintu sembari bersiul. "Romantis e Rek, suit suitttt," goda teman-temannya.

Hana menampilkan wajah cool sok kerennya. Dia pun berjalan dengan angkuh sembari memamerkan kartu Angkasa. "Come on kita kuras duid Angkas."

Mendengar itu, teman kelas Hana bersorak gembira.

"Di mana-mana malak pacar itu buat kesenangan sendiri, bukan kesenangan sekelas gini," celetuk seseorang sebelum akhirnya mengikuti langkah Hana yang mulai meninggalkan area kelas.

***

Teman yang baik adalah teman yang tahu diri.

Sayangnya Hana tak memiliki itu karena teman-temannya benar-benar menguras ATM Angkasa. Mereka memesan makanan untuk makan di tempat dan di rumah. Alias setiap orang memesan double, malah para lelaki ada yang triple. Mungkin ini karma karena Hana sering berlaku tak tahu diri di depan Arya.

"Yang santai dong, Na. Jangan tegang-tegang. Aku udah bilang Kak Angkasa kalo ATM-nya dibuat traktir kita-kita ini," ujar Hendry pada Hana yang masih cengo melihat bill.

"Su, tiga juta lebih loh iki. Gimana bisa santai aku. Kalian ini pada nggak makan berapa tahun?" tanyanya sembari melempar bill.

Mereka hanya nyengir. "Kan dari rakyat untuk rakyat. Anggaplah ini kita ambil hak kita yang diambil sama temen-temen bapaknya Angkasa."

Lelucon yang gelap. Untung saja yang bersua itu adalah Arya, yang setiap ucapannya selalu Hana artikan sebagai candaan. Jika saja teman lainnya, bisa mengundang pertengkaran detik itu juga.

Fyi aja, Angkasa adalah anak dari salah satu anggota DPR RI.

"Badjingan koe," ujar Hana sembari tertawa.

Tak beberapa lama, Angkasa pun datang dengan memamerkan senyum tampannya. Hana langsung mengadukan teman-temannya yang tak tahu diri dan menghabiskan banyak uang Angkasa. Tentu itu hanya untuk candaan karena Angkasa sendiri dikenal sebagai kakak tingkat yang santai dan humble bagi adik kelasnya.

"Nggak papa, uang bisa korupsi lagi entar, ya nggak, Ar," ujar Angkasa sembari meminta pendapat dari Arya.

Rupa-rupanya pacar Hana itu mendengar ucapan Arya tadi.

Tak ada yang tersinggung, semuanya malah tertawa karena sama-sama tahu bahwa uang itu tentunya bukan dari uang orang tua Angkasa yang menjabat sebagai wakil rakyat, tetapi hasil kerja keras Angkasa berbisnis dengan teman-temannya. Kabar itu awalnya terdengar dari dosen-dosen fakultasnya yang selalu membicarakan Angkasa dan teman-temannya sebagai contoh baik, hingga akhirnya Hana dan Angkasa berpacaran, membuat teman-teman Hana mulai tahu banyak sosok Angkasa sesungguhnya yang selalu dibangga-banggakan para dosen, termasuk perihal isi dompetnya.

"Yoi, Mas," ujar Arya menanggapi.

Setelah berbincang sebentar sekadar untuk menyapa para teman-teman Hana, Angkasa pun izin menculik Hana. Dia membawa Hana dengan mobil Jazz-nya menuju sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Surabaya. Membelanjakan Hana ini-itu sebagai bentuk ungkapan bahagianya karena skripsi Angkasa disetujui untuk disidangkan bulan ini.

"Oh, ya? Akhirnya setelah hampir menyematkan panggilan abadi, kamu mau sidang juga."

Angkasa tersenyum tipis sembari menepis dengan sayang anak rambut Hana yang menutupi pandangan pacarnya itu.

Saat ini mereka sedang berdiri di depan salah satu stand booth ice cream, menunggu pesanan mereka selesai disajikan. Setelah mendapatkan apa yang mereka pesan, Angkasa pun membimbing Hana menuju salah satu meja untuk menikmati ice cream mereka.

"Rencananya setelah lulus nanti mau ngapain? Mau kerja atau fokus bisnis?" tanya Hana sembari menyuapkan ice cream matcanya pada Angkasa.

"Kerja sih, bisnis biar anak-anak yang jaga. Aku naruh saham aja, haha."

Hana mengangguk-angguk. "Mau kerja apa? Design lagi?"

Angkasa menggeleng dan mengangguk. "Aku nge-design cuma hobi aja sih, karirnya pengen di belakang layar perfilman. Doain, ya, kemarin baru lamar di MD."

"Hobi kok malah menghasilkan uang. Meng-iri banget. Apalah daya aku yang hobinya makan terus. Bukannya hasilin uang, malah nguras."

Angkasa terkekeh lalu mengacak rambut pacarnya. "Nggak papa, aku aja yang kerja, kamu yang nguras uang aku," katanya yang membuat Hana tertawa.

"Yakin? Aku sehari bisa lima kali makan loh?"

Angkasa mengangguk mantap. "Nggak papa, Ayang Beb. Abisin aja. Uang gampang dicari, kalo kamu sulit dicari."

"Huek." Hana pura-pura muntah mendengar ucapan alay dari Angkasa.

Angkasa tertawa terbahak-bahak. Dia gemas sendiri melihat pacarnya yang terlihat begitu lucu dalam pandangannya. Angkasa pun sampai menarik tangan Hana yang sedang memegang cup ice cream hanya untuk menggigit lengannya.

"Jijik, Sa!" ujar Hana dengan kekehan sembari menjauhkan wajah Angkasa. Sedangkan lelaki itu tetap berusaha menggigit lengan Hana karena merasa pacarnya itu terlalu menggemaskan.

Namun tiba-tiba  ....

"Sampai sedekat ini, Abi masih berharap bahwa itu bukan kamu, Hana."

Suara yang sangat dikenali itu mampu membuat Hana mengeluarkan tenaga dalamnya untuk menyingkirkan Angkasa. Saat pacarnya itu telah menyingkir dari pandangannya, barulah Hana bisa melihat sosok umi dan abinya berdiri di belakangnya berjarak satu meter-—dengan raut begitu kecewa.

***

Hayoloh Hana😌

ILA LIQOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang