21

4.2K 254 18
                                    

Pukul dua belas dini hari, Hana dibangunkan oleh Pak Abi untuk bersiap-siap pergi ke Kawah Ijen. Dengan mata setengah watt, Hana berganti pakaian yang cocok untuk mendaki. Dia memakai pakaian yang tebal karena menurut cerita, suasana di sana begitu dingin. Sama seperti di Bromo kemarin.

Hana mematut kembali pakaiannya sebelum akhirnya turun bersama Pak Abi untuk berkumpul di bawah menunggu semuanya berkumpul. Barulah setelah lengkap, mereka pergi menuju Kawah Ijen yang berjarak sekitar satu kilometer jauhnya dari penginapan mereka menggunakan mobil Hiace mereka.

Tepat pada pukul satu dini hari, mereka sampai di kawasan pos tiket Kawah Ijen. Sebelum lanjut berjalan, mereka tentunya harus mengisi ulang energi karena nanti mereka akan mendaki perjalanan yang cukup panjang untuk bisa mencapai titik terbaik melihat pemandangan yang begitu indah.

Mereka pun memilih berkumpul di salah satu warung yang ada di sana. Seperti biasa, mie instan kuah selalu cocok disantap saat bepergian seperti itu.

Hana menatap ke sekeliling, begitu ramai orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan mereka; melihat keindahan Kawah Ijen.

Hana menunjuk lapangan yang terlihat banyak tenda camping.

"Kenapa nggak kayak mereka nginep di sini? Kan suasana nanjaknya kerasa banget kalo kita tidurnya di tenda camping. Seru kayaknya, ya."

Ko Anggara mengangguk.

"Awalnya sebenarnya kita niat mau camping di sini, tapi Abi moro-moro ngasih kabar kalo dia ikut jalan-jalan bareng istrinya-yang entah kapan dia nikahin-dalam rangka trip honeymoon. Ya masa kami bawa pasangan bulan madu nginep di tenda. Kami mah pengertian banget ini."

Hana terkekeh mendengarnya. Padahal dia lebih menyukai ide untuk tidur di bawah langit yang luas itu.

"Inget banget pas Abi bilang dia mau bawa istrinya, si Bian langsung teriak histeris hebohnya minta ampun," ujar Bang Riki sembari terkekeh.

"Hoax tuh," sanggah Mas Bian langsung dengan suara yang begitu malas karena dirinya masih begitu mengantuk.

"Dia nge-drama jatuhin ponselnya. Kalo mereka lagi shooting, adegan itu pasti akan ditampilin secara slowmotion pas hapenya jatuh. Apalagi wajah terkejutnya yang ekspresif banget itu. Sutradara pasti minta wajahnya di zoom sedeket mungkin," ujar Bang Riki tak henti menggoda Mas Bian yang kini terlihat tak acuh karena lebih memilih menyandarkan kepalanya di tembok warung dan menutup matanya. Pria itu terlihat sangat mengantuk.

Maklum kata Pak Abi para pria hanya tidur setengah jam akibat tadi keterusan mengobrol hingga tak ingat waktu.

Setelah selesai meempersiapkan stamina, mereka pun berkumpul dan berdoa untuk keselamatan perjalanan ke atas nanti.

Sebelum berangkat, Pak Abi mengecek kelengkapan barang Hana. "Kaos tangan udah? Jangan ketinggalan, dingin banget soalnya di atas."

Hana mengangguk sembari memperlihatkan tangannya yang sedang memakai kaos tangan imut berwarna biru cerah.

"Kalo nanti nggak kuat bilang aja, biar istirahat sebentar. Jangan dipaksain."

Hana mengacungkan jempolnya.

Pak Abi memakaikan Hana kalung senter di kepalanya karena akses jalan ke atas belum mempunyai lampu jalan. Setelahnya dosennya itu berjongkok untuk mengeratkan tali sepatu Hana. Lalu tepat pada pukul dua dini hari mereka pun memulai perjalanan menanjak mereka bersama banyaknya wisatawan yang sama-sama ingin melihat Kawah Ijen.

Perjalanan ditempuh sekitar dua sampai tiga jam karena jarak dari bawah untuk ke puncak sekitar tiga setengah kilometer. Lumayan melelahkan itu karena Hana terbiasa menggunakan kendaraan sedekat apapun tempatnya, apalagi sekarang jalannya menanjak dna mendatar.

Di perjalanan sesekali mereka berhenti karena Hana merasa engap dan lelah. Kakinya terasa pegal sekali. Pak Abi sempat menawarkan agar Hana menaiki kereta dorong yang disewakan di sana agar dia tak perlu repot-repot mendaki, tetapi wanita itu tak mau melewatkan hal yang entah kapan akan terjadi lagi.

Barulah setelah tiga jam perjalanan ke atas dan perjuangan mati-matian dari Hana si pemula mendaki, akhirnya mereka sampai juga di puncak titik untuk melihat blue fire.

Masyaallah tabarakallah indah sekali ya Allah. Suasana dini hari yang begitu gelap, di bawah langit penuh bintang, dipadu dengan cahaya bluefire di sela-sela belerang membuat semuanya terlihat indah sekali dipandang.

Hana dan lainnya istirahat duduk selonjor berdampingan menikmati keindahan blue fire. Beberapa pengunjung mengikuti mereka bahkan ada yang sampai tiduran untuk melepas penat mereka sekaligus menunggu sunrise terlihat.

Pak Abi mengajak para pria untuk melaksanakan sholat subuh karena sudah sampai pada waktunya.

Hana sendiri memilih merebahkan tubuhnya berbantalkan tasnya. Dia menikmati keindahan blue fire di depannya dan hamparan langit di atasnya yang penuh dengan bintang-bintang.

Tak lupa, Hana memasang earphone dan menghidupkan musik dari ponselnya.

Satu kata yang perlu terucap:

Perfect!

Dalam QS. Nuh: 19-20, di mana Allah berfirman, "Allah telah menjadikan bumi terhampar luas untukmu, agar kamu dengan bebas meniti jalan-jalan yang terbentang di bumi." Kemudian dalam QS An Naazi'aat: 32 Allah berfirman, "Gunung-gunung pun Ia pancangkan, untuk kesenanganmu."

Banyak-banyak syukur Hana panjatkan melihat ciptaan-Nya itu.

Katanya, meski dosamu seluas lautan, bersyukurlah sebanyak luasnya ciptaan. Karena nikmat Tuhan lebih banyak diberikan, daripada dosa yang dilakukan.

Setelah beberapa menit, Pak Abi dan lainnya kembali ke sebelah Hana ikut menikmati keindahan dari posisi tersebut. Hanya Ko Anggara yang tidak karena dia sibuk merekam semua keindahan itu dengan kamera profesionalnya.

Hana memeluk lengan Pak Abi karena embusan angin yang membuat tubuhnya merinding. Suasana benar-benar begitu dingin karena suhunya saja menyentuh angka sebelas derajat.

"Wajib ke sini lagi, ya, Pak," bisik Hana pada Pak Abi.

Dosennya itu mengangguk. "Insyaallah kalo Allah ngizinin."

"Atau kita jelajahin yang lain aja? Ke mana, ya? Rinjani? Mahameru? Semeru?"

Pak Abi terkekeh. "Lihat nanti saja."

Hana mengangguk, dia pun meletakkan kepalanya di bahu Pak Abi. Tak ada sungkan-sungkanan karena dia terlanjur sering menyentuh dosennya itu.

Sunrise mulai terlihat, matahari mengintip di ujung sana dan mulai menerangi Kawah Ijen.

"Ayo main saling memenuhi tiga permintaan, Pak?"

Pak Abi menoleh menatap Hana yang random sekali tiba-tiba ingin bermain saling memenuhi permintaan.

Pak Abi menurut saja. "Tapi sekarang saya belum memikirkan permintaan apa pun."

"Nggak papa, bisa disimpan buat ke depannya."

Pak Abi pun mengangguk. "Permintaan kamu apa?"

Tanpa berpikir panjang Hana langsung berkata, "Jangan halangi cita-cita saya karena saya nggak mau membenci Bapak."

Pak Abi menaikkan kedua alisnya. "Cita-cita seseorang pasti mulia, saya tidak mungkin menghalanginya."

Hana tersenyum tipis. "Saya cuma mengingatkan karena takut di kemudian hari. Saya nggak mau membenci Pak Abi karena hal itu."

Bahasa jelasnya yang mau Hana sampaikan adalah: Hana tak ingin membenci Pak Abi karena dosennya itu sudah terlalu baik padanya dalam waktu sesingkat itu.

Dia mengabulkan keinginan Hana, menjaga Hana, dan membuat Hana senang. Hana tak ingin semua kebaikan itu terlupakan karena Hana membenci. Kenangan indah sudah terlanjur diukir dalam ingatannya dan memiliki kesan indah tersendiri karena ini yang pertama.

Pertama kali Hana berjalan-jalan bebas tanpa takut orang tuanya khawatir, pertama kali Hana menikmati waktu liburannya karena melalui izin orang tua yang sah bukan bohong seperti saat liburan bersama teman-temannya, pertama kali Hana liburan sebagai suami-istri. Kenangan tersebut tak mungkin bisa dilupakan.

***

Terima kasih buat yang sudah berkenan menunggu💙🫶

ILA LIQOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang