60

2.4K 280 64
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah dichat oleh mertuanya waktu itu, Abi langsung memesan tiket pulang saat itu juga meski dia baru saja menapak kaki di Bangkok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah dichat oleh mertuanya waktu itu, Abi langsung memesan tiket pulang saat itu juga meski dia baru saja menapak kaki di Bangkok.

Dan seminggu kemudian di sinilah dia sekarang, duduk berdampingan dengan mertuanya di teras depan rumahnya sembari memandangi jalan gang yang ramai dengan anak-anak yang baru pulang dari kelas mengajinya.

"Merokok?" tanya abi Hana kala melihat menantunya membakar sigaret setelah hampir berbulan-bulan terlihat berhenti.

"Sesekali saja Abi," jawabnya.

Abi Hana tampak mengangguk-angguk lalu ikut membakar sigaretnya.

"Jam berapa tadi dari sana?"

"Saya ambil pagi, Bi."

Abi Hana tersenyum tipis. "Maaf yo Le, Abi bikin kamu bolak-balik. Soalnya biar tidak berlarut-larut."

Abi mengangguk. "Boten nopo-nopo, Bi. Saya memang ingin segera menyelesaikan semuanya."

Majid menegak kopinya sedikit sebelum akhirnya bertanya, "Coba ceritakan dari sisi kamu apa yang sebenarnya terjadi. Kami sebagai orang tua tidak mau membela salah satu karena pasti ada sebab dan akibat di antara kalian."

Pria muda itu menatap langit di depannya. "Saya yang salah, Abi," katanya tak ingin mengingat alasan pertengkarannya dengan Hana kemarin.

"Hana juga mengatakan kamu bersalah, tapi Abi yakin setiap yang salah punya sisi benarnya masing-masing. Coba ceritakan bagaimana mulanya, biar nanti bisa Abi bantu beri saran."

Setelah dibujuk, akhirnya Abi mulai bercerita. Dari awal mula semuanya terjadi, dari Hana yang menutupi berita kehamilan dan kegugurannya sampai dia harus mendengar dari orang lain, lalu Hana melakukan tindakan kuret dengan orang lain, sampai akhirnya dia salah bicara yang membuat Hana merasa terfitnah.

Cerita itu cukup membuat abi Hana mengusap wajah dan menggeleng-gelengkan kepala.

Dia ikut marah terhadap yang dilakukan putrinya. Dia cukup mengerti perasaan menantunya. Berita sebesar itu disembunyikan dan malah tahu dari mulut orang lain, abi Hana jika menjadi Abi juga akan merasa menjadi suami paling tak berguna yang keberadaannya bahkan tak dihargai.

Majid beristighfar untuk putrinya.

"Saya sadar, Bi, Dek Hana menyembunyikan kabar kegugurannya karena dia tak ingin saya kecewa, sebab memang saya terlalu besar keinginan untuk memiliki seorang anak. Dia takut mengecewakan saya, makanya memilih menutupi berita tersebut."

Abi Hana menoleh pada menantunya.

"Dia meminta berpisah, bagaimana menurut kamu?" tanya Majid yang tak membuat menantunya terkejut, artinya dia sudah tahu tentang itu.

"Jika saya boleh egois, saya tak ingin berpisah dengan Dek Hana, Bi."

"Kenapa?" tanya abi Hana yang membuat Abi menatap mertuanya itu. "Karena saya sangat mencintainya," katanya dengan sungguh-sungguh.

"Selain karena itu?" tanya abi Hana yang membuat Abi diam memikirkan alasan lain yang lebih realistis.

"Karena saya sudah ketergantungan dengan keberadaan Dek Hana. Saya yang dulu bisa apa-apa sendiri sekarang bahkan tidak bisa menemukan kunci mobil yang selalu berada di tempatnya. Saya yang biasanya tidur sendiri sekarang bahkan tak bisa memejamkan mata jika tidak menyentuh kulitnya. Saya membutuhkan Dek Hana di hidup saya sebab sepertinya setengah nyawa saya berada di genggaman tangannya."

"Kalo begitu, kamu harus egois," ujar abi Hana. "Kamu harus egois untuk mempertahankan pernikahan kamu." tambahnya, mempertegas ucapannya.

"Tapi Dek Hana sepertinya sangat tidak ingin kembali bersama saya, Bi."

"Dia hanya sedang dipengaruhi rasa dukanya. Berjuanglah Nak, Abi bisa melihat seberapa besar kalian saling mencinta, jangan berpisah. Barangkali masalah ini didatangkan untuk peringatan karena kalian begitu mencinta sampai melebihi rasa cinta kepada Sang Pencipta. Barangkali masalah ini didatangkan untuk menguji seberapa kuat tali simpul kalian saling mengikat berjuanglah."

Abi Hana menepuk bahu menantunya. "Memang kadang, wanita menganggap dunia hanya berputar pada dirinya saja. Makanya kebanyakan dari mereka suka dipuji, diperjuangkan mati-matian, dimohonkan sejadi-jadinya. Dan kita sebagai pria dituntut untuk menjadi pria sejati sesuai standar mereka. Abi minta maaf akan itu, sebab sejak dulu Abi salah mendidiknya. Setiap dia melakukan kesalahan, Abi dan kakak-kakaknya yang meminta maaf. Kami memanjakannya dan menjadikan dia satu-satunya princess di rumah ini karena memang hanya dia satu-satunya wanita di antara kami selain ibunya. Abi minta maaf karena didikan itu membuat dia merepotkanmu sekarang."

Abi menggeleng. "Dek Hana tidak pernah merepotkan saya, yang ada saya yang merepotkan dia."

Abi Hana tampak tersenyum bangga sampai dia menepuk bahu menantunya beberapa kali.

Setelahnya dia lalu terkekeh tanpa alasan sebelum akhirnya menjelaskan karena takut dikira menertawakan hal yang menimpa menantunya.

"Kemarin Abi baru dapat pertanyaan dari mahasiswa, katanya kenapa talak dibebankan pada pria? Apakah Islam menjunjung patriarki? Ya alasannya karena ini. Karena sebagian besar wanita menggunakan hati dan perasaan untuk menyikapi keadaan. Wanita seringkali mendramatisir masalah. Seperti Hana sekarang, dia gampang sekali mengucap berpisah di saat sedang bersedih, padahal pas kalian lagi bahagia-bahagianya serasa dunia sedang bertabur bunga. Lupa dia dengan umi dan abinya."

Abi tersenyum tipis.

Dia rindu dengan momen itu. Momen saat mereka pikir dunia ini hanya dihuni oleh mereka berdua saja.

Hampir dua puluh hari Abi tak memeluk istrinya, sungguh rekor terlama selama mereka menikah. Namun jika bisa memilih, Abi tak ingin memecahkannya. Biarlah yang sedang-sedang saja. Dia juga tak memerlukan penghargaan muri.

Abi lalu mendengarkan mertuanya bercerita banyak hal di dunia ini yang belum dia ketahui.

Sampai akhirnya sebuah pesan muncul di ponselnya.

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

ILA LIQOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang