"Hana."
Panggilan seseorang membuat atensi Hana dan teman-temannya berpusat pada Angkasa yang berdiri di ambang pintu tangga.
"Bisa bicara sebentar?" tanya lelaki yang memegang tali tas slempang di bahu kirinya itu.
Hana tak menjawab, karena di belakang mantan pacarnya itu ada suaminya yang menunggu lelaki itu menyingkir karena Angkasa menghalangi jalan Pak Abi.
Situasi drama macam apa itu? Hana seolah sedang menjadi pemeran utama dalam novel-novel remaja yang dibacanya.
"Permisi, kamu menghalangi jalan keluar masuk," ujar Pak Abi yang membuat Angkasa langsung menyingkir dan meminta maaf.
Pria dengan setelan semi-formal kemeja biru stripe dan celana chino hitamnya itu mengambil atensi banyak orang yang berada di lorong itu. Selain karena kejadian barusan, wajah tampan dan setelan oppa-oppa Korea-nya mempesona.
Hana sempat bertatapan dengan Pak Abi saat dosennya itu lewat. Rasanya aneh dan canggung. Ke depannya Hana tak bisa menatap dosennya itu layaknya seorang dosen biasanya karena di antara mereka sudah terikat oleh benang pernikahan.
"Hana," panggil Angkasa.
Agni sampai menyenggol Hana karena wanita itu masih terdiam memikirkan sesuatu.
Ketika sadar, dia pun mengangguk dan berdiri dari duduknya berjalan ke arah Angkasa.
"Bicara di tempat lain aja, anak-anak pasti mau nguping kalo kita bicara di tangga."
Lelaki tiga tahun lebih tua dari Hana itu mengangguk, lalu dia memgikuti Hana yang berjalan ke arah belakang gedung.
"Maaf," ujarnya ketika mereka telah berdiri bertatapan.
Hana kecewa, sangat, dia merasa dikhianati, tetapi mau bagaimana lagi karena tawaran abinya kemarin memang sangat extreme.
Hana tersenyum tipis. "Bukan salah kamu kok, Sa."
Lelaki berwajah keturunan China itu menggeleng kecil. "Aku seharusnya nggak jadi pecundang di hadapan orang tua kamu, tapi aku malah ninggalin kamu."
Hana kembali tersenyum. "Mereka orang tua aku, jadi memang seharusnya itu hanya urusanku. Aku yang minta maaf karena kemarin mereka berperilaku seperti itu. Seperti yang pernah aku ceritakan, mereka sosok orang tua yang strict."
Angkasa menatap Hana dengan tatapan sendu. "Lalu, kita ... bagaimana, Na? Apakah kamu benar-benar ...."
Hana mengangguk dan langsung menunjukkan jari manisnya.
Dari ekspresi wajah Angkasa, Hana bisa tahu bahwa lelaki itu terkejut karena begitu cepat Hana menjadi milik orang.
Hana pun. Dia yang paling tak menyangka di dunia ini.
Wanita itu mengembuskan napas panjangnya sembari menatap ke lantai dua di mana teman-temannya mengintip. "Nggak nyangka, ya, kisah kita berhenti dengan cara begini." Hana tertawa hambar. "Makasih, ya, Sa, udah warnain hari-hariku beberapa semester ini."
"Aku nggak mau kita selesai, Na."
Hana mengangguk. Itu reaksi yang normal. "Aku juga, tapi aku sadar sekarang posisi aku sudah bersuami."
Angkasa tampak melotot, tapi Hana langsung mengalihkannya. Dia malas ditanya ini itu.
"Mari berpisah dengan baik-baik karena kita memulainya juga dengan baik." Hana pun mengulurkan tangannya.
Angkasa menatap uluran tangan Hana dengan tatapan sedih.
"Aku sudah nggak punya kesempatan lagi, Na?" tanya Angkasa dengan lesu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILA LIQO
Teen FictionHana yang pecicilan dijodohkan dengan Pak Abi, dosennya yang super tenang.