Saat langit sore mulai datang, Hana dan Pak Abi berpisah dengan lainnya. Mereka kembali ke Malang, sedangkan pasutri baru kembali melanjutkan perjalan honeymoon mereka yang terakhir.
Sebenarnya Hana dan Pak Abi berencana mengakhiri bulan madu mereka di kota Yogyakarta, sayang sekali rencana itu harus dibatalkan karena mendengar kabar orang tua Hana yang akan pergi ke Arab untuk menemani istri kakak Hana yang akan melahirkan minggu depan.
Saat ini Hana dan Pak Abi melintasi laut penghubung antara Banyuwangi dan Bali. Jarak dari Pelabuhan Ketapang ke Pelabuhan Gilimanuk sekitar 50 kilometer dan akan ditempuh dengan kapal selama 45 menit sampai satu jam ke depan.
"Kenapa laut ini nggak dibuat jembatan kayak di Madura, ya, Pak? Padahal jumlah yang pengen nyebrang sama kapalnya nggak seimbang. Banyakan yang pengen nyebrang," tanya Hana pada Pak Abi di sebelahnya yang sedang memandang indahnya paduan langit sore dan lautan.
"Pemerintah setempat nggak setuju, pun dengan Persatuan Hindu-Dharma Indonesia (PHDI) di sana. Menurut mereka Pulau Jawa dan Bali secara sekala dan niskala harus diputus tanpa adanya jembatan penghubung. Pulau Bali menurut mitologi Hindu harus dibatasi dengan laut. Biar hal-hal buruk yang akan masuk ke Bali mudah diawasi."
"Katanya juga, nggak boleh lebih tinggi dari tempat sembahyang mereka, ya? Makanya di bali juga nggak ada gedung tinggi kayak di Surabaya."
Pak Abi menggeleng. "Bisa iya, bisa enggak jawabannya. Tapi kalo secara jelas pemerintah daerah sendiri kasih surat keputusan kalo gedung nggak boleh lebih tinggi dari 15 meter. Tujuannya biar menjaga kelestarian karena kan di sana kawasannya nggak lebar. Nggak ada penyebutan tempat sembahyang, tetapi orang-orang banyak yang menyangkut pautkan sama tempat agama, padahal di sana pura-pura nggak ada yang bertingkat tinggi, memang tempatnya aja yang tinggi kayak di bukit gitu."
Hana mengangguk-angguk.
"Tapi memang agama dan budaya di sana masih sangat kental, mungkin itu sebabnya disangkut pautin sama tempat sembahyang," tambah Pak Abi yang membuat Hana kembali mengangguk-angguk.
"Bye the way, di sana banyak bule loh, Pak," ujar Hana sembari melirik Pak Abi di sebelahnya.
Pak Abi mengangguk polos. "Iya, wisatawan mancanegara suka banget sama keindahan Bali. Bahkan mereka sampai salah paham kalo Bali itu negara, bukan salah satu pulau di Indonesia."
Aduh, bukan itu maksud Hana.
"Jaga pandangan, Pak, di sana banyak bule cantik yang cuma pake bikini."
Lalu Pak Abi baru paham maksud ucapan Hana sebelumnya. "Kamu sepertinya yang harus jaga pandangan, di sana juga banyak bule ganteng."
Repot kalo seganteng Chris Hemsworth, wkwk.
"Ya mudah-mudahan bisa," celetuk Hana.
"Saya juga mudah-mudahan bisa," ejek Pak Abi mengikuti gaya bicara Hana.
Wanita itu menatap Pak Abi dengan alis mengerut.
Dih.
Dan mulailah Hana yang mengambek, padahal dia yang memulai percakapan itu lebih dulu.
"Saya nanti mau pake bikini. Biar bule di sana pada kecantol."
Pak Abi mengangguk santai.
Lah?
Hana sampai menaikkan kedua alisnya.
"Lah kok ngangguk? Beneran boleh?"
Pak Abi mengangguk. "Nanti cuma di kamar, tentu boleh itu, halal malah. Yakin saya pasti kecantol. Sebagai informasi saya juga bule loh."
KAMU SEDANG MEMBACA
ILA LIQO
Teen FictionHana yang pecicilan dijodohkan dengan Pak Abi, dosennya yang super tenang.