51

3.2K 287 68
                                    

Kedatangan Pak Abi minggu lalu sebenarnya untuk berpamitan pada Hana karena tiga hari setelahnya dia akan berangkat mendampingi mahasiswa KKN ke Thailand. Namun teman-temannya tak tahu itu, yang mereka tahu Pak Abi datang untuk kunjungan DPL menggantikan Pak Sigit yang tak bisa berkunjung langsung sebab tangannya masih terkilir.

Tak masuk kategori berbohong kok sebab Pak Abi datang selayaknya Dosen Pembimbing Lapangan lain yang mana memberikan mereka saran-saran untuk proker yang akan dibuat, bahkan menjadi tempat diskusi dan pembuat keputusan terhadap masalah Kakek Jiwo.

Pak Abi menyarankan agar mereka mengadukan permasalahan itu pada Kades, jika memang tak memiliki solusi maka mereka bisa meminta izin untuk mengajukan Kakek Jiwo dan istri agar masuk pada jajaran lansia yang mendapat bantuan permakanan setiap hari dari dinsos setempat. Jika memang tak diizinkan maka mereka cukup memberikan bantuan pada Kakek Jiwo tanpa melakukan tindakan yang membuat kades dan pengurus desa tersinggung atau bahkan marah.

Sebab mereka hanya tamu yang tinggal selama 45 hari.

Tetapi bersyukurnya ternyata Pak Kades memberikan izin untuk mereka karena memang tak hanya Kakek Jiwo, ada beberapa lansia lain di pedalaman yang senasib dan memang butuh dukungan dari Dinas Sosial. Akhirnya, mahasiswa KKN berkerja sama dengan perangkat desa untuk mendaftarkan mereka semua.

"Masyaallah Umah segala bangsa, terima kasih banyak," ujar Irwan penuh ledekan kala Hana meletakkan teko kopi dan gelas di atas trotoar.

Hana berdecak lalu mengacungkan jempolnya dan berniat pergi, tetapi Angkasa mencegahnya karena ingin menanyakan sesuatu tentang aktivitasnya setengah hari berkutat dengan data-data lansia di kantor desa.

"Na, total berapa data lansia yang rencana dimasukkan?" tanya Angkasa pada Hana.

Sebelum menjawab, wanita dengan baju daster hitam dilapisi jaket abu itu memilih duduk di trotoar, menonton teman-temannya yang sedang membuat polisi tidur sebagai bagian dari proker mereka.

"Ada enam kartu keluarga, Pak, termasuk Kakek Jiwo," jawab Hana.

"Udah diajukan belum?"

"On proses sama Oliv, Luna, dan perangkat desa juga."

Angkasa mengangguk-angguk dan mengacungkan jempolnya. Hana akan bangkit, tetapi lagi-lagi ditahan Angkasa dengan menyuruhnya memperbaiki letak lampu petromak jadul—yang dipinjamkan warga sebab mereka mengatakan akan mulai membuat polisi tidur malam ini—agar menerangi Angkasa dan delapan lelaki lainnya dengan benar.

"Tapi prosesnya bakal lama Pak, soalnya kan abis ini tahun baru, pada libur dari tanggal 27 nanti," ujar Hana yang Rahmat yang sejak tadi sibuk mengaduk semen tiba-tiba mendongak menatapnya.

"Lah tahun baru kapan?" tanyanya.

"Minggu depan."

"Lah Minggu ini masuk libur nasional menjelang tahun baru dong?"

Hana mengangguk.

"Ayok moleh, Cok."

"Sabar, Cok. Jangan kayak instansi negara yang ngeliburin diri ampe lima hari padahal libur nasional cuma dua hari," sindir Jidan. "Kita pahlawan sejati anti libur-libur club," tambahnya.

Arya bangkit lalu mengusap tangannya yang kotor ke celana selututnya sebelum akhirnya membuka jaket cokelatnya. "Lu aja kali, Pak Aji. Kita mah pahlawan setengah jadi alias bakal libur juga lima hari," katanya sembari melempar jaket miliknya ke Hana dengan tidak sopan sekali.

Wanita yang wajahnya kena slepet resleting jaket Arya itu tampak akan mencaci makinya, tetapi mengingat niat terpuji sobatnya itu yang tak ingin Hana kedinginan karena baru saja selesai mandi sebelum mengantar kopi tadi membuat Hana tak berkata apapun. Dia memakainya untuk menghargai niat baik Arya karena hanya lelaki itu yang peka dengan udara dingin yang menusuk kulit Hana.

ILA LIQOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang