"Oke, setelah beberapa hari kemarin kita survey, ada tiga masalah utama yang kita temui dan bisa kita masukkan sebagai proker kita. Yang pertama, kebut-kebutan sehingga mengganggu warga. Kedua, belum adanya lampu jalan di gang kecil, lalu terakhir lansia tanpa pendamping," ujar Angkasa kala mereka rapat siang itu selepas membantu melancarkan proses pembelajaran SD desa atas permintaan Pak Kades selama mereka KKN di sana.
"Solusinya juga sudah kita temukan setelah beberapa kali pembahasan, yakni: pembuatan polisi tidur juga pemasangan lampu jalan di beberapa titik. Dan untuk lansia kita akan ajukan ke dinsos untuk penugasan Pekerja Sosial Pendamping Lansia atau lebih bagus jika dibawa ke Rehabilitasi Lansia Terlantar karena kan Kakek Jiwo usianya sudah di atas 70 tahun sedang istrinya sakit stroke," jelas Angkasa.
Jidan menyugar rambutnya.
"Pak berat semua itu, tanggung jawab pengurus desa. Kalo kita yang kekeh gerak harus tembus izin ke PUPR dan Dinsos, belum lagi pemerintah desa yang bakal ribet karena takut kecium nelantarin lansia begitu."
"Dinsos gampang, Pak Aji," ujar Luna pada Jidan yang membuat wakil ketua itu langsung berbinar-binar.
"Anjay gue lupa sekretaris kita Luna, tembus nih pasti," kata Jidan yang mood-nya langsung berubah drastis dalam satu detik karena mengingat Luna si anak orkay yang menjadi sekretaris kelompoknya.
"Aman lah dinsos, Ji. Untuk pembuatan polisi tidur nggak harus ke PUPR juga kok, kalo desa biasanya ke bupati, tapi kita coba izin kades aja, siapa tahu nggak perlu ribet ke bupati," ujar Angkasa yang kembali membuat Jidan berbinar.
Haelah ha'alaaah, dia lupa bahwa ketuanya itu anak DPR yang pastinya berkuasa dan koneksinya luas.
Beruntungnya Jidan berada di kelompok itu.
"Oliv, Luna, kalian coba daftarin Kakek Jiwo sama istrinya ke dinsos ya, kayaknya bisa online. Untuk datanya suruh anak humas aja ke sana," ujar Angkasa pada para sekretarisnya.
"Nggak izin kades dulu, Pak?" tanya Hana kala merasa Angkasa terlalu gegabah. Dia takut membuat Kades tersinggung sehingga terjadi ketegangan di antara mahasiswa KKN dan perangkat desa.
Sebab jika dinsos yang turun tangan melalui pengaduan mereka, besar kemungkinan pengurus desa akan disalahkan dan berujung diselidiki karena seperti yang mereka tahu bantuan desa sama sekali tak tepat sasaran.
"Iyo, Mas. Izin dulu, kita pendatang di sini, takutnya dibilang nggak sopan, atau nggak diskusi sama Pak Sigit dulu deh gimana enaknya," sahut Arya menyetujui Hana.
Angkasa mengangguk. "Entar gue tanyain ke Pak Sigit."
Lalu Angkasa menoleh ke arah koor Acara. "Imunisasi gratis kapan, Rich?"
"Dua minggu lagi, Ko."
"Kita adain penyuluhan sebelumnya ya, disuruh sama orang puskesmas kemarin pas acara di SMP, pematerinya dari mereka kok, kita bagian narik warga biar pada dateng. Soalnya masih pada awam dan mikir kasihan anaknya kalo diimunisasi bakal demam dsb, giliran mau dikasih pengertian nggak mau dateng."
Richard mengangguk. "Noted."
"Ada ide biar para warga dateng? Nggak cuma ibu-ibu, bapak-bapak juga harus dateng biar sama-sama ngerti, jadi kalo ibunya nggak mau anaknya imunisasi, bapaknya bisa tegas," ujar Angkasa yang membuat divisi Acara langsung memikirkan idenya.
"Pancing sama souvernir, Pak," ujar Rahmat.
"Misal?" tanya Angkasa yang belum mendapat pandangan.
"Ibu-ibu biasanya suka peralatan dapur, nah yang dateng nanti kasih itu, kalo bapak-bapak ya sigaret satu slop, entar juga pada dateng," ujar Rahmat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILA LIQO
Teen FictionHana yang pecicilan dijodohkan dengan Pak Abi, dosennya yang super tenang.