53

2.8K 279 135
                                    

Angkasa berdiri di balik tirai, mendengarkan tangis sesak yang menyayat perasaannya.

Wanita itu merintih, meredam tangisannya agar tak terdengar oleh siapapun. Namun Angkasa masih bisa mendengarnya.

Tangannya mengepal erat.

Andai saja dia dulu tak sepengecut itu untuk menikahinya  ....

Andai saja dia dulu mengiyakannya ...

Pasti sekarang dia bisa mendekap dan menenangkannya.

"Sa," panggil seseorang yang membuat Angkasa menoleh.

"Mbak mau ngomong sebentar," katanya yang membuat Angkasa mengangguk dan mengikuti langkah kakak sepupunya itu ke ruang konsultasi.

"Dia kenapa, Mbak?" tanya Angkasa sembari mendudukkan dirinya.

"Dia beneran pacar kamu?" tanya Mbak Ayla balik sembari mengotak-atik keyboard komputernya.

Angkasa tak menjawabnya, dia balik bertanya, "Kenapa?"

"Dia hamil, sudah trimester kedua," katanya yang membuat Angkasa menancapkan kukunya pada pegangan kursi.

"Jadi ... pendarahan tadi karena hamil? Bukan karena menstruasi?"

"Dia abortus inkomplit."

Angkasa mengernyit. "Maksudnya?"

"Keguguran, tapi jaringan janin yang telah mati di dalam tidak keluar sepenuhnya dari rahim, sehingga menyebabkan perdarahan seperti tadi."

Angkasa terdiam. Dia tak tahu harus menanggapinya seperti apa.

"Telepon orang tuanya, untuk mendampinginya. Mbak lihat dia sangat terguncang dengan fakta itu."

Angkasa mengangguk.

"Panggil juga Papa Mama kamu, biar mereka tahu sebrengsek apa anaknya."

Angkasa mendongak dengan kedua alis mengerut.

"Nikahin dia, jadi gentle, jangan cuma bisanya hamilin doang," semprot Mbak Ayla yang membuat Angkasa berdecak lalu bangkit dari duduknya.

"Mau ke mana? Mbak belum selesai," ujar Mbak Ayla yang tak ditanggapi Angkasa.

"Mbak butuh persetujuan kamu buat tindakan kuret," ujar Mbak Ayla lagi yang membuat Angkasa menghentikan langkahnya.

"Maksudnya?" tanyanya yang membuat Mbak Ayla menyuruh adik sepupunya itu untuk duduk kembali.

Lelaki muda itu menurut. Segera Mbak Ayla menjelaskan kondisi Hana berdasarkan hasil USG beserta apa saja prosedurnya, lalu apa akibat jika tidak melakukan tindakan tersebut.

"Baru kemarin Mbak rujuk pasien ke RS besa yang kistanya segede kebala bayi, yaitu karena dia nggak mau dikuret pas keguguran," jelas Mbak Ayla sembari meletakkan lembar persetujuan untuk tindakan kuretase ke depan Angkasa.

"Aku mau ngobrol sama dia dulu," ujar Angkasa yang membuat Mbak Ayla mengangguk.

"Mbak tadi udah bilang dia, udah jelasin prosedurnya juga, katanya mau dipikir-pikir dulu karena biayanya mahal."

"Berapa?"

"Empat belas juta di sini. Kalo mau rujuk ke RSUD bisa, biasanya lebih murah juga."

Tak semahal dugaan Angkasa.

Angkasa mengangguk paham lalu pamit.

Dia berjalan ke arah brankar Hana yang tirainya masih tertutup rapat.

Tak ada suara tangis, sepertinya wanita itu sudah lebih tenang.

"Na, aku masuk, ya," izin Angkasa yang langsung dipersilakan.

ILA LIQOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang