Pagi-pagi di akhir pekan yang tenang, rumah Hana ramai karena uminya mengobraki seluruh penghuni untuk beberes bersama agar setiap sudut rumah bersih setelah ditinggal pergi dua bulan.
Hanya Mbak Imana dan Mbak Sarah yang mendapat dispensasi karena mereka berdua sejak tadi sudah disibukkan dengan anak-anaknya. Jadilah keduanya duduk santai di depan rumah sembari menjemur debay Aman di temani gorengan dan teh hangat.
Hana menatap iri dengan sangat dramatis di ambang pintu sebab ada kesenjangan kasta di antara dia dan mbak-mbaknya itu. Bayangkan saja mereka duduk santai menikmati udara pagi sedang Hana dijadikan babu oleh uminya membersihkan kerak panci yang hitamnya melebihi gelapnya malam. Omo-omo-omo😭 cewek secakep, seunyu, seimoet dia disuruh gosok pantat panci?!
Kalo kata Ipin: tak patot, tak patot, tak patot.
Tiba-tiba telinga Hana ditarik seseorang. "Nyari lap ampe setahun lamanya, emang ngambilnya ke Hongkong tah? Ayok balek!" kata uminya sembari berjalan kembali ke dapur.
Hana mengaduh dan segera mengikuti langkah uminya agar telinganya tak sakit karena jeweran bidadarinya itu.
Semua orang yang melihat adegan itu tertawa, termasuk kedua kakak iparnya
Hana mengangkat tangannya dramatis meminta pertolongan Pak Abi saat dia melalui ruang tengah.
Dosennya yang sedang membersihkan langit-langit ruang santai itu hanya bisa tersenyum geli melihat kelakuan ibu dan anak yang sejak tadi tak ada hentinya. Tak mau ikut campur karena takut dijewer juga. Ya meskipun kagak mungkin sih.
"Dedek imut capeklah Umiiii, istirahat semenit aja ga boleh, garangnyeeeee," ujar Hana kala uminya melepaskan jewerannya.
Umi Hana berkacak pinggang. "Capek apa kamu? Dari tadi Umi yang beres-beres, kerjaan kamu cuma nyeloteh. Disuruh ini ga mau, suruh itu ga mau. Disuruh ngambil lap aja lamanya minta ampun. Yang ada ngeluuuuuh muluk."
Hana mencebikkan bibirnya tak terima. "Iiiih Hana kerjaloh dari tadi Umi. Nyapu, lap kaca, lap meja, cuci piring. Itu nggak Umi itung?"
Umi Hana sedikit melotot. "Mau Umi sebutin apa yang Umi kerjain dari tadi?" katanya yang membuat Hana menggeleng dan tersenyum lebar sekali.
Bakal panjang urusannya, jadi Hana mendekati uminya dan memeluk lengannya. "Ndak usah hehe, matur thank you Umi," katanya.
"Jadi apa yang harus Adek kerjain sekarang?" tambah Hana agar kegemasan Umi terhadapnya mereda.
"Cuci piring," perintah uminya.
Lagi lagi cuci piring, cuci piring lagi lagi.
"Kenapa? Nggak mau?" tanya uminya sewot yang membuat Hana berdiri tegak dan mengangkat tangan untuk hormat. "Siap laksanakan, Ndoro!" ujarnya dan segera menuju wastafel yang tiba-tiba ada lagi sebarek alat dapur berdebu karena lama mengendap di lemari. Padahal tadi dia sudah mencuci banyak!
Dengan ogah-ogahan Hana memakai sarung tangan cuci piring dan mulai menggosok noda-noda membandel itu.
Dalam hatinya Hana bersenandung:
Oh kasihan, oh kasihan, aduh kasihan~~
Ibu ayam dikejar musang.
Anak ayam cari ibunya~Ibu ayam berlari,
Terus lari dan ditangkap musang~Anak ayam mencari,
Terus cari ibunya yang hilang~Oh kasihan, oh kasihan, aduh kasihan~
Oh kasihan, oh kasihan, aduh kasihan~Tiba-tiba Hana dikejutkan dengan kemunculan kepala seseorang dari belakang bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILA LIQO
Teen FictionHana yang pecicilan dijodohkan dengan Pak Abi, dosennya yang super tenang.