"Halo, Tuan Armand," sapa Baron kepada sosok di seberang telepon.
"Ya, Baron. Kaubicara pada saya, Geri. Saya mendampingi Tuan dalam rapat bersama kolega kerjanya di kantor pusat. Dalam situasi ini beliau tidak dapat menerima telepon. Namun, apa yang hendak Anda bicarakan? Saya akan segera menyampaikannya segera setelah beliau selesai," timpal Geri, membuat Baron hanya menganggukkan kepalanya patuh.
"Tuan Geri, kami tidak memiliki persediaan pakaian wanita lagi. Baju yang terakhir kali kusiapkan untuk Nona Sarah sudah terlanjur kotor terkena noda darahnya," ungkap Baron.
"Apakah benar-benar tidak ada satu pun? Apa kau sudah memeriksa kamar tamu di wastu?"
"Justru karena itu saya menelepon. Ada, benar, hanya ada satu yang tersisa. Terakhir kali saya merapikan kamar Tuan Armand, saya masih melihat pakaian wanita yang selalu tersimpan di sudut lemarinya. Beliau selalu menegaskan bahwa siapa pun jangan berani menyentuhnya. Di samping itu, saya tidak bisa masuk tanpa izin darinya."
"Baik, tunggulah. Beliau akan segera selesai."
"Baik Tuan, terima kasih. Saya menunggu kabar Anda."
Baron menutup telepon. Segera ia simpan benda pipih itu ke saku di seragam rompi hitamnya. Langkah panjangnya mendekati tubuh ringkih Sarah yang tergeletak tak sadarkan diri. Sejak ditinggalkan oleh Armand dalam keadaan pingsan, wanita itu belum mendapatkan pengobatan sama sekali. Jangankan demikian, asupan makan dan minum saja ia tidak diperhatikan.
Selimut tebal yang Baron bawa di tangannya akhirnya disampirkan untuk menghangatkan tubuh itu. Sempat Baron pastikan suhu Sarah, dan hasilnya tidak normal--dingin sekali. Setelah melewati masa-masa dalam tempat yang gelap dan senyap sebagai kurungannya ini, kesehatan Sarah kerap digerus habis.
Baron meninggalkan ruangan untuk sesaat. Hanya lima menit, tapi tetap ia kunci pintu baja. Apa pun bisa terjadi. Dan siapa pun yang terjerat di dalam ruangan itu tak boleh kabur sesukanya. Jika saja tawanan milik majikannya hilang dari pengawasan Baron, dirinya pasti sudah mati ditelan gema murka sang Tuan.
Tak lama, ia kembali dengan nampan di tangannya. Gumpalan asap mengepul dari mangkuk yang diisi seporsi sup krim. Menu yang sama seperti beberapa hari lalu Sarah terakhir kali mengisi perutnya. Tentu saja makanan ini mudah dibuat dan bisa diterima perut. Ajudan di wastu milik Tuan Ghareshaka tidak akan repot-repot melayani dan menghidangkan makanan mewah untuk seorang anjing tawanan yang bukan majikan--sesuai perintah Armand. Namun tetap saja, Sarah harus sesedikitnya berterima kasih karena mereka masih punya bingkisan tanda kasihan. Buktinya, kali ini di nampan tersebut terdapat segelas air putih yang biasa diminum oleh orang-orang waras.
Baron meletakkan barang bawannya di samping Sarah. Lantas ketika langkahnya hendak meninggalkan tempat, pergerakan Baron tertahan oleh dering ponselnya. Segera ia raih benda itu dan menerima panggilan yang terhubung dengan nomor milik Armand.
"Halo, Tuan Armand," ucapnya lebih dulu.
"Buang idemu tentang pakaian itu. Kau tidak idiot sebagai ajudanku, Baron. Sudah kuperingatkan padamu sebelumnya."
Baron meneguk ludahnya kasar mendengar penuturan dingin dan berbahaya itu. Gemetar ia menjawab, "Baik, Tuan. Saya mengerti."
"Sementara, pakaikan saja pakaianku. Aku mengizinkanmu masuk ke kamarku atas keperluan itu."
"Baik Tuan. Namun ... bagaimana untuk pakaian dalamnya? Kami tentu tidak memilikinya di wastu. Haruskah saya membelinya sekarang?" tanya Baron, sempat ragu dalam kalimatnya.
"Apa kaubisa?"
Baron mematung mendengar pertanyaan mencekam itu. Dengan gundah ditimpalinya, "Sebetulnya saya tidak tahu ukuran yang pas untuk Nona."
![](https://img.wattpad.com/cover/366257569-288-k89435.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cursed Love
RomansaSarah ditawan oleh mantan suaminya--Armand. Namun, sosok itu telah berubah. Ia tidak relevan dengan Armand yang dulu Sarah kenal. Kini, pria berperawakan tinggi dan tegap itu menjadi jelmaan iblis yang kejam dan berperilaku tak berperasaan, seperti...