Bab 7

446 22 0
                                    

Sudah dua hari sejak ibunya selamat dari masa kritis, Mahen terus menunggu dengan setia di sampingnya. Selama dua hari itu, dokter sudah beberapa kali memeriksa keadaan ibunya. Pagi ini, dokter kembali memeriksa dan memberikan kabar baik bahwa ibunya kemungkinan akan bangun dalam dua hari ke depan.

"Keadaannya semakin membaik. Saya rasa dua hari lagi beliau akan sadar," kata dokter sambil tersenyum, sebelum meninggalkan ruangan.

Mahen merasa sedikit lega mendengar kabar itu. Namun, menunggu selama ini tidak mudah baginya.

Selama di rumah sakit, ia sering menerima telepon dan pesan dari Kanaya yang terus mengkhawatirkan keadaannya. Selain itu, beberapa gurunya juga mengirim pesan, menanyakan kapan Mahen bisa kembali masuk sekolah.

Saat ini, telepon Mahen berdering lagi. Itu Kanaya, yang mengabari bahwa ia ingin berkunjung ke rumah sakit. "Kanaya, aku sangat menghargai perhatianmu, tapi sebaiknya kamu tidak perlu repot-repot datang. Aku baik-baik saja di sini," ujar Mahen mencoba mencegah.

"Tapi Mahen, aku ingin memastikan kamu tidak sendirian," balas Kanaya dengan suara lembut tapi tegas.

"Aku tidak sendiri, Kanaya. Ada banyak perawat dan dokter di sini. Kamu bisa tenang, ya?" kata Mahen, berusaha menenangkan.

Setelah menutup telepon sepihak tidak mau mengambil pusing, Mahen menarik napas dalam-dalam.

Mahen mengingat-ingat saat beberapa waktu lalu pergi ke kantor polisi untuk menyelesaikan semua masalah terkait kecelakaan orang tuanya di kantor polisi.

Polisi mengatakan bahwa itu adalah insiden tabrak lari dan mereka masih mencari pelakunya. "Kami masih mencari pelakunya, tapi karena terjadi di malam hari dan di tempat sepi, itu sedikit sulit," kata salah satu polisi.

Barang-barang orang tuanya, seperti ponsel dan barang-barang penting lainnya, telah dikembalikan.

Dan sekarang ia sedang mengecek ponsel Papanya dan menemukan banyak pesan dari klien yang menanyakan tentang berkas dan rapat. Sementara itu, ponsel Mamanya hanya berisi pesan dari teman-temannya.

Tiba-tiba, pintu kamar rumah sakit terbuka dan seorang pria berjas rapi dan berkacamata masuk.

Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai sekretaris Papanya. "Selamat pagi, Tuan Mahen. Nama saya Pak Hadi, sekretaris Tuan Atmaja. Saya ingin berbicara berdua dengan Tuan Mahen secara pribadi," katanya dengan suara tenang.

Mahen mengangguk, "Baik, Pak Hadi. Mari kita bicara di luar."

Mereka berdua keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tunggu yang sepi. "Apa yang ingin Anda bicarakan, Pak Hadi?" tanya Mahen setelah mereka duduk.

Pak Hadi menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Tuan Mahen, ada banyak hal yang perlu dibahas terkait bisnis Tuan Atmaja. Dengan keadaannya yang seperti ini, ada beberapa keputusan penting yang harus segera diambil. Saya di sini untuk membantu Tuan Mahen mengurus semua itu."

Mahen merasa sedikit kewalahan. "Saya mengerti, Pak Hadi. Tapi saya tidak tahu banyak tentang bisnis Papa. Apa yang harus saya lakukan?"

"Saya akan membantu, Tuan Mahen. Pertama, kita perlu mengatur pertemuan dengan para klien dan mitra bisnis Tuan Atmaja. Mereka perlu tahu tentang keadaan ini dan kita harus memastikan bisnis tetap berjalan," jelas Pak Hadi.

Mahen mengangguk, mencoba mencerna semua informasi ini. "Baik, Pak Hadi. Saya akan melakukan yang terbaik untuk membantu. Kapan kita bisa mulai?"

"Kita bisa mulai besok pagi. Saya akan mengatur semuanya dan menghubungi anda untuk detailnya," jawab Pak Hadi dengan senyum tenang.

Mahen merasa sedikit lega meski masih cemas dengan semua tanggung jawab yang tiba-tiba ada di pundaknya. "Terima kasih, Pak Hadi. Saya benar-benar menghargai bantuan Anda."

"Sama-sama, Tuan Mahen. Saya di sini untuk mendukung anda sesuai permintaan Tuan Atmaja. Saya akan membimbing anda," kata Pak Hadi, menepuk bahu Mahen dengan ramah sebelum meninggalkan rumah sakit.

Mahen kembali ke kamar ibunya dengan hati yang berat. Mahen harus siap mengurus perusahaan Papanya tidak memungkinkan kalau Mamanya yang mengambil alih.

Bukan itu yang Mahen inginkan, lebih baik Mamanya dirumah. Apalagi Mamanya belum pulih dan juga tidak tau tentang kepergian Papa.

𝐌𝐀𝐇𝐄𝐍 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang