Bab 39

158 6 0
                                    

Mahen tidak menunjukkan ekspresi apapun, hanya menatap datar tanpa merasa bersalah sedikitpun. Dia tahu apa yang dilakukannya tadi adalah bagian dari rencana untuk membantu Andre mendapatkan Laura, dan dia tidak merasa sedikit pun penyesalan.

Sementara itu, Kanaya yang masih merangkul lengan Mahen berusaha meredakan amarahnya, merasa aneh dengan sikap Mahen yang tampak begitu tenang dan tidak terganggu dengan pertengkaran yang terjadi antara Xavier dan Laura.

“Kenapa kamu bantuin Andre sih?” tanya Kanaya dengan suara pelan, berharap Mahen mau menjelaskan.

Mahen hanya mengangkat bahunya sedikit, lalu menjawab dengan nada datar, “Kesepakatan kecil”

Kanaya mengerutkan kening, tidak puas dengan jawaban singkat itu, tapi dia tahu Mahen tidak akan menjelaskan lebih lanjut. Dia memutuskan untuk tidak memaksa, masih mencoba memahami alasan di balik tindakan Mahen.

Di sisi lain, Andre terlihat puas melihat Xavier dan Laura bertengkar. Dia menyeringai dan berkata, “Lihat, Kanaya. Malam ini pasti mereka ribut besar.”

Kanaya hanya menggelengkan kepala, masih tidak sepenuhnya mengerti rencana Andre. “Lu, kenapa ngebet banget dapetin Laura?” tanyanya.

Andre menimang-nimang apakah perlu memberitahukannya pada Kanaya. “Hanya ingin mereka cekcok”

Kanaya menatap tidak percaya, “Awas sampai nyesel lu.”

Andre tertawa kecil. “Tenang aja, gue udah rencanain semuanya.”

Mereka terus berbincang, meski ada ketegangan yang tersisa di antara mereka. Mahen tetap tenang, menunjukkan rasa bersalah atau penyesalan sedikit pun atas apa yang telah terjadi. Bagi Mahen, ini semua adalah bagian dari permainan yang baru saja dimulai.

Kanaya, Andre, dan teman-teman lainnya terus berbincang-bincang saat suasana kantin mulai kembali tenang setelah pertengkaran Xavier dan Laura tadi. Mahen, yang tetap tenang dan datar, menyadari bahwa momen penting dari rencananya sudah dekat.

Setelah beberapa saat, saat Kanaya dan yang lainnya lebih banyak fokus pada percakapan mereka, Mahen diam-diam mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan pada seseorang.

Unknown

jalankan rencana-

Setelah Mahen mengirim pesan dan menaruh ponselnya kembali ke saku dengan ekspresi datar. Dia tahu tindakan ini adalah bagian dari rencananya untuk memastikan segala sesuatu berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Tidak ada rasa penyesalan atau beban moral dalam dirinya, hanya fokus pada tujuan akhir.

Kanaya menatap Mahen dengan rasa ingin tahu, tetapi Mahen tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Andre yang melihat Mahen, mengangguk puas. “Bagus, semuanya berjalan sesuai rencana.”

Mahen mengangguk ringan dan kembali memfokuskan perhatian pada suasana di sekelilingnya. Meskipun dia tidak menunjukkan ekspresi apapun, di dalam hati, dia merasa bahwa malam ini adalah langkah penting dalam rencananya. Dia tahu, apa yang dilakukannya akan meninggalkan dampak yang tidak bisa diabaikan oleh semua orang yang terlibat.

Kanaya, Andre, dan teman-teman lainnya terus berbincang-bincang saat suasana kantin masih keadaan panas karena pertengkaran Xavier dan Laura.

Xavier dan Laura terlibat dalam pertengkaran sengit yang mencuri perhatian semua orang di kantin. Xavier berdiri dengan wajah merah marah, dan Laura tampak cemas namun juga berusaha mempertahankan pendapatnya.

“Apa bener yang dikatakan si cupu itu? Jelaskan padaku?” teriak Laura dengan nada tinggi.

Xavier balas dengan amarah, "Lu, lebih percaya omongan cupu. Dari pada omongan cowo lu sendiri!”

𝐌𝐀𝐇𝐄𝐍 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang