Setelah telepon terputus, suasana di dalam mobil kembali hening. Mahen fokus menyetir, sementara Kanaya duduk dengan penuh antusiasme dan rasa penasaran. Mahen sesekali melirik ke arah Kanaya yang tampak tidak sabar ingin tahu apa yang akan terjadi di kantor.
Tidak lama kemudian, mereka tiba di kantor. Mahen memarkir mobilnya dan mematikan mesin. Lalu turun dari mobil.
Kanaya mengikuti langkah Mahen keluar dari mobil. "Udah, tambah maju aja," kata Kanaya terkesan.
***
Hal-hal di balik layar mulai memanas. Di sebuah kantor besar, seorang pimpinan tengah berteriak marah-marah di ruangannya.
"Kenapa semua ini terjadi?" teriak pimpinan itu dengan nada penuh kemarahan.
Pimpinan itu menatap tajam pada sekretarisnya yang tampak ketakutan. "Kenapa mereka membatalkan kerja sama tiba-tiba?"
Dengan ragu-ragu dan penuh ketakutan, sekretaris itu menjawab, "Saya tidak tahu, Pak."
Pimpinan itu melempar berkas kepada sekretarisnya dengan amarah yang tak terkendali. "Kita tidak melakukan kesalahan, kenapa dibatalkan tiba-tiba?"
"Tidak ada kejelasan dari perusahaan Tuan Atmaja, Pak," jawab sekretaris itu penuh ketakutan.
Pimpinan itu menggeram, "Tua bangka itu sudah pergi dari dunia ini, kenapa masih begitu merepotkan? Siapa pimpinan mereka sekarang?"
"Anaknya sekarang yang memimpin, Pak," jawab sekretaris.
"Anaknya? Berapa umur anak ingusan itu?" tanya pimpinan dengan nada merendahkan.
"Baru 19 tahun, Pak," jawab sekretaris dengan hati-hati.
Pimpinan itu menyeringai tipis, "Masih bau kencur, berani-beraninya dia. Siapa nama anak itu?"
"Mahen Atmaja, Pak," jawab sekretaris.
"Seperti tidak asing mendengar nama anak itu," gumam pimpinan.
"Dia satu sekolah dengan Tuan Muda, Pak," tambah sekretaris.
"Satu sekolah dengan anak tidak tahu diri itu," kata pimpinan itu sambil menyeringai tipis. "Panggil anak tidak tahu diri itu ke sini."
"Baik, Pak," jawab sekretaris, lalu berlalu pergi meninggalkan ruangan pimpinannya itu.
Kejadian yang sama, di perusahaan keluarga lain , mengalami situasi serupa. Pimpinan di sana juga marah dan bingung dengan pembatalan kerja sama yang tiba-tiba dari perusahaan Atmaja. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa Mahen, anak muda yang baru berusia 19 tahun, bisa melakukan langkah besar seperti ini.
***
Sesampainya di ruang rapat, Mahen disambut oleh Pak Hadi, orang kepercayaan Papanya. Pak Hadi memberikan laporan terbaru tentang pembatalan kerja sama yang telah dilakukan.
"Semua kerjasama dengan kedua perusahan itu, telah dihentikan sesuai perintah Anda, Tuan Mahen," kata Pak Hadi dengan hormat.
"Bagus, pastikan tidak ada celah bagi mereka untuk kembali," kata Mahen dengan tegas.
Pak Hadi mengangguk, "Tentu, Tuan. Saya akan memastikan semuanya berjalan sesuai perintah anda."
Mahen tersenyum puas, tahu bahwa langkah berikutnya dalam rencananya sudah siap dijalankan. "Malam ini, mereka tidak akan bisa tidur dengan nyenyak," batin Mahen.
Di dalam ruangan, sudah ada beberapa orang yang menunggu, termasuk Pak Hadi.
Mahen langsung mengambil alih rapat, mempresentasikan proyek baru dengan percaya diri. Kanaya duduk di sudut ruangan, mengamati Mahen yang begitu profesional dan tegas. Dia merasa kagum melihat sisi lain dari Mahen yang jarang ia saksikan.
Setelah rapat selesai, Mahen dan Kanaya kembali ke mobil. "Kamu terlihat hebat tadi," puji Kanaya.
"Thanks," jawab Mahen sambil menghidupkan mesin mobil.
Dalam perjalanan pulang, suasana kembali tenang. Kanaya yang masih terkesan dengan apa yang ia lihat, berpikir tentang bagaimana Mahen bisa begitu berbeda di lingkungan kerja. Namun, rasa penasarannya segera tergantikan oleh rasa lelah setelah hari yang panjang.
"Apa tidak masalah, kamu tidur dirumahku lagi?" tanya Mahen tiba-tiba.
"Tentu saja. Aku senang bisa nemenin Mama Hana, tau." jawab Kanaya dengan senyum lebar.
Mahen tersenyum kecil, lalu melajukan mobilnya menuju rumah. Ketika mereka tiba, Kanaya disambut oleh Mama Hana dengan hangat. "Halo, sayang. Gimana hari kamu, cantik?"
"Baik, Ma. Aku bakal temenin Mama lagi malam ini," kata Kanaya sopan.
Malam itu, Kanaya menghabiskan waktu bersama keluarga Mahen. Mereka berbincang dan tertawa, menikmati momen kebersamaan yang jarang terjadi. Setelah makan malam, Mahen menatap Kanaya dari kejauhan yang sedang bersiap tidur bersama Mamanya.
Lalu Mahen kembali ke kamarnya.
Mahen duduk di kursi di depan meja belajarnya dan menyalakan laptopnya. Cahaya layar laptop memancar, menerangi wajahnya yang serius. Dia membuka beberapa dokumen penting terkait strategi perusahaan dan kerjasama bisnis yang telah dia batalkan.
Setelah beberapa saat, Mahen mengambil ponselnya dan menelpon Pak Hadi. Suara dering telepon terdengar beberapa kali sebelum akhirnya dijawab.
“Selamat malam, Tuan Mahen,” kata Pak Hadi di seberang.
“Malam, Pak Hadi,” jawab Mahen dengan tenang. “Bagaimana keadaan kedua perusahaan itu setelah kita membatalkan kerja sama?”
Pak Hadi menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. “Kedua perusahaan itu, mengalami guncangan besar. Mereka sangat bergantung pada kerja sama dengan kita. Saat ini, mereka sedang mencari cara untuk bertahan, tapi situasinya sangat sulit.”
Mahen tersenyum tipis, merasa puas dengan perkembangan ini. “Bagus. Terus awasi mereka dan pastikan mereka tidak menemukan cara untuk bangkit dengan mudah.”
“Baik, Tuan. Saya akan memastikan semuanya berjalan,” jawab Pak Hadi dengan tegas.
“Terima kasih, Pak Hadi. Kita harus memastikan bahwa mereka merasakan dampak dari tindakan mereka di masa lalu,” kata Mahen dengan suara rendah namun penuh determinasi.
Setelah mengakhiri panggilan, Mahen menutup laptopnya dan bersandar di kursi. Dia merasa puas dengan langkah-langkah yang telah diambilnya.
Balas dendamnya terhadap kedua keluarga itu mulai berjalan dengan baik. Mereka yang bertanggung jawab atas kecelakaan yang merenggut nyawa Papanya kini harus membayar harga yang mahal.
Di pikirannya, dia membayangkan wajah-wajah memohon mereka. Tekadnya semakin kuat. “Ini baru awal,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Kalian akan merasakan penderitaan yang sama seperti yang aku rasakan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐀𝐇𝐄𝐍 (END)
Teen FictionMemasuki sebuah novel adalah mimpi buruk bagi Keira. Akankah Keira dapat menyesuaikan diri dengan tubuh barunya?