Kanaya duduk di kursi dekat brangkar, mengawasi mamanya Mahen yang tertidur. Dia merasa sedikit lega bisa berada di sini, di samping orang-orang yang ia pedulikan. Meskipun hatinya terluka karena kenangan masa lalu, ia bertekad untuk tetap kuat dan selalu ada untuk Mahen.
"Aku akan selalu mendukungmu, Mahen. Semoga suatu hari kamu bisa melihat bahwa aku tulus," ucap Kanaya dengan hati yang penuh harap.
Malam itu, Kanaya tetap berjaga, memastikan bahwa Mahen dan Mamanya dalam keadaan baik. Dia memandang Mahen yang tertidur pulas dan berharap, suatu hari, Mahen bisa mengerti perasaannya dan menerima kehadirannya dengan sepenuh hati.
Mahen, di sisi lain, merasa hatinya mulai melembut mendengar semua pengakuan Kanaya, namun ia tetap berpura-pura tidur, menikmati momen kejujuran Kanaya yang langka ini.
***
Keesokan paginya, Mahen terbangun melihat Kanaya tertidur di kursi, masih dalam posisi yang sama seperti tadi malam. Dia merasa bersalah telah membiarkan Kanaya berjaga sendirian sepanjang malam.
"Kanaya," bisiknya pelan, "terima kasih."
Dengan hati-hati, Mahen menutupi Kanaya dengan selimut yang ada di dekatnya, lalu bergegas keluar ruangan untuk membeli sarapan. Dia kembali dengan membawa dua bungkus makanan dan secangkir kopi.
Saat Kanaya terbangun, dia mendapati sarapan telah disiapkan di meja. Mahen sedang berdiri di dekat jendela, menatap keluar dengan tatapan yang penuh pikiran.
"Mahen," panggil Kanaya lembut.
Mahen berbalik, tersenyum tipis. "Pagi, Kanaya. Maafkan aku yang sudah merepotkanmu semalam."
"Tak apa," jawab Kanaya, duduk dan mulai menyantap sarapannya. "Aku senang bisa membantu."
Mahen melihat jam tangannya menunjukkan pukul 8. Artinya, ia kesiangan. "Sial, sudah jam 8," gumamnya, merasakan kepanikan.
Mahen melirik ke arah Kanaya yang sedang duduk di depan, menikmati sarapannya. "Kanaya," panggil Mahen, "Kita sudah kesiangan. Sepertinya kita tidak bisa ke sekolah hari ini."
Kanaya mengangkat wajahnya dari piring, sedikit terkejut. "Oh, benar. Aku bahkan tidak sadar kalau sudah pagi," katanya, yang baru tersadar.
"Aku akan meminta izin, pada Pak Eko," lanjut Mahen. "Aku akan bilang bahwa tidak bisa masuk sekolah karena aku harus menjaga Mama dan kamu membantuku."
"Apa tidak masalah?, aku takut nanti rumor kedekatan kita. Dan kamu membenci itu," kata Kanaya dengan raut sedih.
Mahen mengalihkan pandanganya "Aku, tidak masalah?" tanpa sadar telinganya memerah.
Kanaya sontak menegangkan wajahnya "Ya? Serius!!." berseru semangat.
Mahen yang melihat tingkah Kanaya tersenyum. "Iya." singkat Mahen.
Mahen menggelengkan kepalanya melihat Kanaya yang menghabiskan sarapannya sambil tersenyum.
Imut.-batin Mahen.
Mahen mengambil ponselnya dan mulai menelpon Mamanya Kanaya. "Halo, Tante. Ini Mahen, Kanaya sekarang bersama Mahen menjaga Mama."
Di ujung telepon, suara lembut Ibu Kanaya terdengar. "Syukurlah, tante khawatir semalam Kanaya tidak pulang. Tolong jaga Kanaya."
"Baik, Tante, Mahen pasti jaga Kanaya." kata Mahen, lalu menutup telepon.
Setelah itu, Mahen menghubungi Pak Ajun untuk memberitahu mereka agar beristirahat. "Pak Ajun, bisa beristirahat hari ini. Saya dan Kanaya yang menjaga Mama. Beritahu Bu Inah juga untuk tidak perlu datang," katanya.
"Siap, Aden. Sesuai perintah Aden." jawab Pak Ajun.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐀𝐇𝐄𝐍 (END)
Подростковая литератураMemasuki sebuah novel adalah mimpi buruk bagi Keira. Akankah Keira dapat menyesuaikan diri dengan tubuh barunya?