Keesokan paginya, Mahen terbangun karena mendengar teriakan dari lantai satu rumahnya. Dengan perlahan, Mahen mengambil ponsel untuk melihat jam. Ternyata sudah jam 8, tetapi kenapa sudah ramai? Mahen berjalan menuruni tangga dan melihat Mamanya sudah dalam keadaan menangis, dengan Bi Inah yang ada disampingnya dan berusaha menenangkannya.
Mahen langsung bergegas menghampiri Mamanya dan bertanya, "Ada apa, Ma?"
Mama Hana menatap Mahen sambil terisak, "Lihat itu, sayang, berita itu semuanya tidak benarkan?," kata Mama Hana sambil menunjuk ke arah TV yang menampilkan sebuah berita.
Mahen melihat berita itu dan menatap tidak percaya.
Berita itu menyebutkan bahwa perusahaan dari keluarga Atmaja melakukan berbagai bisnis gelap. Mahen bergumam rendah, "Berani sekali mereka."
Ternyata, kedua perusahaan itu sudah unjuk gigi mulai menyebarkan fitnah tentang perusahaan Mahen ke media. Namun, Mahen tetap tenang dan tidak terpengaruh. Dia menenangkan mamanya, mencoba meyakinkan dan memberitahu bahwa berita itu tidak benar.
Tidak lama kemudian, ponsel Mahen berdering. Mahen melihat ponselnya terdapat banyak panggilan tidak terjawab dari orang perusahaan. Mahen mengangkat telepon, Pak Hadi yang menghubunginya.
"Iya, Pak Hadi?"
"Tuan Mahen, situasi di perusahaan semakin tidak terkendali."
"Jangan khawatir, Pak Hadi. Segera hubungi wartawan dan buat konferensi pers. Saya akan berikan semua dokumen dan bukti kepada Anda untuk meyakinkan bahwa perusahaan kita tidak melakukan bisnis seperti itu. Segera suruh Maura menyiapkan tim hukum untuk menuntut balik mereka atas pencemaran nama baik."
"Baik, Tuan. Sesuai perintah Anda."
"Segera laksanakan. Aku harap ketika aku sampai di kantor semua sudah beres."
"Baik, Tuan."
Mahen menutup teleponnya dan berkata kepada mamanya, "Semua sudah diatasi, Ma."
Mahen kemudian mengirimkan semua data dan bukti kepada Pak Hadi. Setelah itu, dia menghubungi langsung tersangka utama penyebaran berita itu.
"Halo, Tuan. Anda cukup berani," kata Mahen dengan tenang.
"Oh, anak bau kencur ternyata. Bagaimana kejutan dariku? Itu semua salahmu karena berani macam-macam dengan keluargaku."
"Anda yakin dengan hal itu saja cukup? Tuan yang terhormat, saya cukup suka dengan kejutan dari Anda, tetapi berita seperti itu tidak akan membuat perusahaan dari keluarga Atmaja jatuh."
"Sombong sekali dirimu, seperti ayahmu yang sok itu."
"Tuan, Anda sama menjijikkannya dengan anak Anda. Karena Anda memberikan kejutan pada anak bau kencur ini, maka saya akan berterima kasih dengan sepenuh hati," kata Mahen.
"Kau cukup berani ternyata," kata Tuan itu.
"Maka saya juga akan memberi sedikit kejutan yang istimewa kepada Anda. Saya harap Anda suka," kata Mahen lalu memutus telepon secara sepihak.
Tidak lama kemudian, Mahen menelpon seseorang dan memberikan instruksi singkat, "Jalankan rencana selanjutnya."
Beberapa saat kemudian, berbagai media menayangkan berita mengejutkan tentang kehamilan putri dari keluarga tersohor di negara tersebut. Berbagai televisi menayangkan video Laura Tamara dan Xavier Addison sedang berada di bar dan melakukan hal tidak senonoh.
Mahen yang melihat di TV tersenyum puas. Tidak tanggung-tanggung, dirinya menyebarkan perbuatan keji anak dari kedua perusahaan yang membuat Papanya tiada. Benar, kedua perusahaan itu adalah milik keluarga Addison dan Tamara.
Itu adalah pukulan telak bagi reputasi dan perusahaan mereka, tapi itu hanya bagian kecil dari rencananya sebelum rencana puncak yang ia susun untuk menjatuhkan keluarga Addison dan Tamara.
Berita tersebut langsung menghancurkan reputasi kedua keluarga tersebut. Saham perusahaan Addison dan Tamara jatuh drastis, dan berbagai kecaman dari publik mulai berdatangan.
Di kediaman keluarga Addison, suasana sangat tegang. Felix Addison, pimpinan Addison Grup dan ayah Xavier, sedang marah besar. Dia menatap tajam ke arah Xavier yang duduk dengan kepala tertunduk, tidak percaya bahwa anaknya bisa melakukan sesuatu yang begitu memalukan bagi keluarga.
"Bagaimana bisa kau melakukan hal sehina itu? Kau tahu betapa berharganya reputasi keluarga ini!" Felix berteriak dengan kemarahan yang tidak terkendali.
Xavier hanya bisa diam, tapi dalam hatinya bersumpah akan membalaskan semua yang dia rasakan saat ini.
Di sisi lain, suasana tidak kalah tegang di kediaman keluarga Tamara. Hendra, ayah Laura, menatap tidak percaya pada putrinya yang sedang duduk di sofa dengan air mata mengalir di pipinya.
"Laura, bagaimana kau bisa melakukan hal seperti itu? Kau menghancurkan nama baik keluarga kita!" Hendra berkata dengan nada penuh kekecewaan dan kemarahan.
Laura hanya bisa menangis, merasa putus asa dan tidak tahu harus berkata apa.
Sementara itu, Mahen di kantornya merasa puas dengan hasil rencana tahap pertama ini. Namun, dia tahu bahwa ini baru permulaan. Dia telah menyusun rencana yang jauh lebih besar untuk memastikan bahwa keluarga Addison dan Tamara benar-benar hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐀𝐇𝐄𝐍 (END)
Teen FictionMemasuki sebuah novel adalah mimpi buruk bagi Keira. Akankah Keira dapat menyesuaikan diri dengan tubuh barunya?