Bab 48

174 6 0
                                    

Mahen, dengan pistol di tangan, menyelinap masuk ke dalam rumahnya. Suara-suara dari ruang tamu membuat hatinya semakin waspada. Saat dia mendekati ruang tamu, pemandangan yang menghancurkan hatinya terlihat: Mamanya dan Kanaya terikat di kursi, dengan wajah ketakutan. Xavier berdiri di depan mereka dengan senyum jahat di wajahnya.

Xavier menoleh saat mendengar langkah Mahen. "Ah, Mahen. Akhirnya kau datang. Aku sudah menunggumu."

Mahen mengarahkan pistolnya ke Xavier. "Lepaskan mereka sekarang, Xavier!"

Xavier tertawa kecil. "Kau pikir ini semudah itu, Mahen? Kau akan membayar untuk semua yang telah kau lakukan."

Tiba-tiba, salah satu bawahan Xavier menyerang Mahen dari samping. Mahen merespons dengan cepat, menembak bawahan itu di kaki, membuatnya terjatuh.

Namun, tembakan itu mengundang reaksi cepat dari Xavier yang segera menembak balik ke arah Mahen dan mengenai bahunya yang belum pulih sepenuhnya.

Mahen terjatuh, merasakan sakit yang luar biasa. Dia memaksa dirinya untuk tetap fokus, menembak balik ke arah Xavier.

Peluru itu mengenai kaki Xavier, membuatnya terjatuh tersungkur. Mahen berusaha bangkit, tetapi rasa sakit di bahunya membuatnya sulit bergerak.

Bawahan Xavier yang lain mulai mendekat untuk menyerang Mahen, tetapi Zion dan Deon yang diam-diam masuk, segera membantu Mahen.

Zion, dengan kekuatannya, menghantam kepala salah satu bawahan Xavier dengan vas bunga, membuatnya pingsan seketika.

Deon, dengan kecepatan dan ketepatannya, menendang perut bawahan lain, membuatnya terjatuh dan tak mampu bergerak.

Andre, yang sudah memanggil polisi, mendengar suara sirine mendekat. Dalam beberapa menit, polisi masuk dan menangkap Xavier serta bawahannya.

Mahen, yang terluka parah. Berusha bangkit dengan perlahan mendekati Mamanya dan Kanaya yang masih dalam keadaan terikat.

Mama Hana yang sedari tadi ingin sekali melepaskan ikatan ingin membantu anaknya yang dengan berani rela mengorbankan dirinya sendiri untuk menyelamatkannya.

Kanaya juga dalam keadaan yang sama seperti Mamanya Mahen menangis ketakutan apalagi melihat Mahen yang terkena tembakan darah mengalir deras memenuhi baju rumah sakit Mahen.

Mereka berdua setelah terlepas dari ikatan langsung bergegas memeluk Mahen

Mahen tersenyum lemah melihat Mamanya dan Kanaya yang memeluknya dengan erat. "Ma, Kanaya, aku baik-baik saja," ucapnya dengan suara lirih, berusaha menenangkan mereka meski tubuhnya terasa sangat lemah.

Mata Mamanya berkaca-kaca, menatap luka tembak di bahu Mahen. "Mahen, kamu perlu dokter segera! Luka tembakmu sangat parah!"

Andre, yang masih di pintu masuk, segera menghampiri mereka dengan panik. "Ambulans sudah dalam perjalanan. Mahen, bertahanlah!"

Mahen, yang masih berusaha tetap sadar, memandang Mamanya dan Kanaya. "Aku akan baik-baik saja. Yang penting kalian selamat."

Sirene ambulans akhirnya terdengar mendekat. Paramedis masuk dengan tandu dan segera memberikan pertolongan pertama pada Mahen, menghentikan pendarahan di bahunya. Mamanya dan Kanaya, meskipun sangat khawatir, memberi jalan agar paramedis bisa bekerja dengan cepat.

Zion dan Deon membantu paramedis menempatkan Mahen di tandu. Zion menepuk bahu Mahen dengan lembut, "Lu, keren bro. Salut gue, gak sangka gue bakal ngalamin hal yang kayak di tipi tipi."

Mahen hanya bisa tersenyum lemah sebelum akhirnya dibawa keluar rumah dan dimasukkan ke dalam ambulans. Mamanya dan Kanaya ikut dalam ambulans, tak ingin berpisah dari Mahen meski hanya sejenak.

𝐌𝐀𝐇𝐄𝐍 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang