Josh tau prihal diagnosanya yang baru, dokter yang menanganinya mengatakan jika ternyata tumor yang di idapnya merupakan tumor ganas yang memiliki pertumbuhan sangat cepat, padahal selama dua bulan terakhir ia terus di pantau oleh dokter spesialisnya. Yang sialnya lagi, karena tumor yang di idapnya berada di area otak yang cukup penting dan sensitif, Josh bahkan tidak di sarankan untuk melakukan operasi karena terlalu beresiko. Hal itu tak dapat di pungkiri membuat Josh semakin stress, ia bahkan tak ingin keluar dari kamar dan terus mengurung diri di sana.
"Gak mungkin ... " Josh menatap langit-langit kamarnya, ia mengangkat tangan kanannya, ia dapat melihat jelas tangannya yang gemetar dan itu merupakan hal yang sering ia alami sejak di diagnosa mengalami tumor yang telah masuk ke dalam fase kanker itu.
Suara ketukan tiga kali dari balik pintu membuat Josh menoleh, sejujurnya ia sangat malas menemui siapapun, akhir-akhir itu ia menjadi semakin emosional dan sensitif bahkan pada Bubu sosok yang selama ini sangat Josh sayangi.
"Sayang, Josh, udah waktunya minum obat, Nak."
Josh melirik jam dinding yang terpasang di tembok tepat di hadapannya, jarum jam menunjukan pukul sembilan malam dan sudah lewat satu jam dari jadwal seharusnya. Dapat Josh tebak jika sang Bubu baru saja pulang dari bekerja.
"Josh, Bubu bawa mango mochi kesukaan kamu, buka pintunya, Dek, udah waktunya minum obat."
Bubu kembali mengetuk bahkan hingga nyaris sepuluh kali, akhirnya Josh terpaksa turun dari ranjangnya dan berjalan menghampiri untuk membuka pintu.
"Josh," Bubu dengan cepat memeluk Josh, lelaki manis itu bahkan terisak dalam pelukannya membuat Josh turut merasakan sakit. Bagaimanapun, ia tahu jika sang Bubu sangat mengkhawatirkan keadaannya namun Josh tak suka jika kekhawatiran itu berubah menjadi sesuatu yang berlebihan.
"Bub, aku gak akan mati besok."
Bubu melepas pelukannya dan memukul dada Josh tiga kali walaupun tidak kencang namun berhasil membuat Josh terheran.
"Jangan ngomong kaya gitu! Bubu gak suka, Bubu gak mau denger kamu ngomong gitu!"
"Astaga Bub," Josh gantian menarik sang Bubu ke dalam pelukan hangatnya, "maafin aku yang bikin Bubu jadi khawatir begini, Maafin aku Bub."
Dan drama saling peluk juga tangis itu berlanjut hingga sang Bubu memaksa untuk tidur di kamar Josh malam itu.
***
"Lo serius Kak?" Mata kelincinya membulat lebar saat mendengar nominal yang di tawarkan oleh Marko, ia cukup tercengang bagaimanapun lima belas juta satu bulan sudah seperti rejeki nomplok yang Noa dapatkan.
"Walaupun gaji lo gede, tanggung jawab lo juga gede Na," Ujar Helga, memang ketiganya memutuskan untuk bertemu di galerry nail art milik Helga. Dan Helga menjadi mediator antara kekasih dan sahabatnya.
"Cuma ngerawat orang sakit, kan, kata Kak Mark juga orangnya masih bisa jalan, bukannya gampang banget, ya, jadinya?" Tanya Noa dengan sangat polos.
Helga berdecih, Noa benar-bebar tak tahu apapun tentang Joshua, jika ia menjadi Noa, gaji lima puluh juta perbulanpun tak akan pernah Helga ambil jika sosok yang harus ia rawat merupakan sosok dingin dan keras kepala seperti Joshua.
"Are you sure, Noa? Adek aku itu bener-bener jelek banget personalitynya, aku ngomong gini in case kamu berubah pikiran, karena kalo udah deal kamu bakalan susah buat berhenti dari pekerjaan ini. Adek aku baru aja tau kalo dia sakit parah dua bulan terakhir, so, sisi emosionalnya sama sekali gak stabil."
Noa tersenyum lebar, dengan percaya diri ia mengangguk bahkan mengangkat kedua ibu jarinya, "santai Kak, gue udah pengalaman kerja di day care, ngehadapin bayi tantrum aja bisa, apalagi orang dewasa."
Begitulah akhirnya ia menyetujui tawaran Marko, bagaimanapun Marko memang sangat menyukai Noa dan ada keyakinan besar dengan kesabaran yang Noa perlihatkan.
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Days With You | Nomin
FanfictionNoa baru saja di pecat dari perusahaannya, karena kesulitan mencari pekerjaan ia terpaksa menerima pekerjaan merawat pria dewasa yang tengah berjuang dengan sakit yang cukup berbahaya. sassyna 2024 BxB Boyslove