Habis sudah waktu berbulan madu, saatnya kembali ke ibu kota di mana ketenangan yang selama tiga hari pasangan baru itu rasakan berubah menjadi hiruk pikuk dengan segala kemacetan dan polusi udara. Joshua tiba di rumah dengan kondisi baik-baik saja, berbanding terbalik dengan Noa yang jatuh sakit dan harus mendapatkan penanganan medis berupa infus dan suntikan vitamin.
Joshua sedari awal melihat Noa di pasangi infus juga mendapatkan suntikan selalu berada di sana, menemani sang suami dengan sabar, menungguinya bahkan menyuapi Noa yang wajahnya sudah terlihat lebih segar di banding sebelumnya.
"Mas, why are you keep looking at me like that?"
Ya tebak, apa yang Joshua lakukan?
Ia menatap Noa dengan senyuman bulan sabitnya seperti orang bodoh, Noa yang di perlihatkan tontonan seperti itu tentu saja merasa keheranan.
"Like what?" Tanya Joshua masih berlagak bodoh.
"You look cute, like a puppy," Noa tekekeuh, sungguh Joshua seolah sembuh dari sakit kerasnya. Noa jadi bersyukur karena metode kemoterapi baru yang di terapkan pada tubuh Joshua mungkin benar-benar berhasil.
"I am, i'm your puppy," Joshua meraih tangan Noa lalu mengecupinya, "cepet sembuh Sayang, aku mau kita pergi ke tempat yang lebih jauh daripada kemarin.
"Mas mau ajak aku ke mana?"
Noa memperhatikan bagaimana Joshua mengusapkan ibu jari pada punggung tangan Noa, tepat di sisian jarum infus, memberikan usapan seolah membantu untuk meredakan nyeri di area itu.
"Anywhere," Joshua mengangkat tangannya, merapikan sedikit poni Noa yang menghalangi mata bulatnya yang indah, "aku mau pergi ke tempat di mana kita bisa bahagia di sana, di belahan dunia manapun, di tempat manapun, bahkan di surga sekalipun."
Tiba-tiba suasana manis itu seketika berubah menjadi kelabu, Noa menatap Joshua dengan berkaca-kaca, ia tak sanggup jika membayangkan harus bertemu Joshua di tempat lain selain di dunia, ia tak bisa bayangkan jika Joshua pergi meninggalkannya.
"Kita akan hidup seratus tahun lagi di dunia ini, bahkan seribu tahun lagi, kita bisa punya keluarga kecil sendiri, kamu, aku, anak kita, cucu-cucu kita, kita bisa menua sama-sama," Noa menganggukan kepala, mencoba meyakinkan diri namun air matanya terlanjur jatuh dan Joshua melihat jelas cairan bening itu menetes di atas pipi kesayangannya.
"Dont cry baby," Joshua mengusapnya dengan penuh perhatian, "i will try my best, aku bakal lakuin apapun biar bisa lebih lama di sini sama kamu, Sayang."
"Promise?"
Joshua mengangguk, "promise," Kedua kelingking saling mengait di akhiri dengan kecupan hangat Joshua pada kening sang kekasih hati. Ucapannya tak bohong, ia akan melakukan apapun agar bisa bertahan, walaupun harus membiarkan Noa tak mengetahui kesakitan yang ia rasakan diam-diam.
Joshua berdiri di hadapan cermin di dalam kamar mandi, ia meraih rambutnya sendiri yang mulai rontok beberapa hari ke belakang, Noa tidak mengetahuinya, efek kemoterapi dengan metode baru itu jauh lebih melelahkan dan menyakitkan baginya walaupun tidak menyebabkan mual dan muntah seperti metode sebelumnya, lidah Joshua menjadi mati rasa dan seluruh sendinya menjadi sakit. Hanya saja, saat melihat senyuman Noa dan mata indah penuh harap itu Joshua merasa menyembunyikan hal tersebut tak lagi menjadi sesuatu yang sulit.
"It's okay, lo bisa Joshua, lo gak akan kehilangan Noa, lo gak akan lupain dia, enggak akan lagi," Joshua menyemangati dirinya sendiri. Noa adalah alasan ia sangat ingin sembuh, walaupun seringkali penglihatannya semakin buram, ingatannya akan Noa seringkali kabur, Joshua membulatkan tekad untuk terus bertahan, Noa menginginkan kebahagiaan, sebuah keluarga dan tentu saja umur yang panjang dan Joshua akan mengusahakan berbagai cara untuk setidaknya bertahan selama beberapa tahun lagi.
Tbc ....
Happy 2k vote 🥰🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Days With You | Nomin
Fiksi PenggemarNoa baru saja di pecat dari perusahaannya, karena kesulitan mencari pekerjaan ia terpaksa menerima pekerjaan merawat pria dewasa yang tengah berjuang dengan sakit yang cukup berbahaya. sassyna 2024 BxB Boyslove