Hari kemoterapi kedua Joshua akhirnya tiba, beberapa perawat sibuk memasangkan alat pada tubuh Joshua sementara dokter tengah memeriksa entah apa yang Noa ketahui Joshua tengah di lakukan penanganan, sementara dirinya dan Tyana berdiri dengan jarak kurang dari tiga meter, memperhatikan Joshua yang terlihat hanya pasrah sembari menatap ke arah Noa dan juga Tyana yang sedang mati-matian menahan air matanya.
Saat alat sudah terpasang sempurna Tyana dan Noa mendekat, dari jarak sedekat itu Tyana dapat melihat putranya, raut pucat dan pipi yang kian tirus tak lagi dapat di sembunyikan. Joshua kehilangan nyaris separuh berat badan normalnya selama tiga bulan terakhir sejak mulai di diagnosa. Joshua sematkan senyum tipis pada sang Bubu yang matanya terlihat sudah berkaca-kaca.
"Bub, i'm okay," Joshua menganggukan kepala kecil menyebabkan tangis Tyana akhirnya pecah juga. Noa yang berada di sana mencoba mengusapi punggung pria kecil itu.
Ngomong-ngomong soal Joshua, ia sudah tahu jika sakit yang ia derita adalah kanker setelah dokter menjelaskan panjang lebar prihal pengobatan yang akan di jalaninya. Joshua lupa, memang memorinya mengalami kerusakan cukup parah akibat kanker yang ia derita dan reaksinya, Joshua terlihat tak terkejut atau histeris seolah sudah pasrah akan segala hal yang terjadi padanya.
"Bubu minta maaf, Adek, anak Bubu, sayangnya Bubu, maafin Bubu," Kalimat itu terus Tyana ulangi sementara Joshua diam-diam ikut meneteskan air mata. Membuat bubunya merasa bersalah adalah hal yang sangat Joshua benci dari penyakitnya. Karena nyatanya meskipun ia kekurangan kasih sayang sosok Bubu dan Papinya mencukupinya dalam segi lain dan itu sudah cukup baginya dan Marko.
"Bubu, Bubu gak salah, ini semua rencana Tuhan, jangan salahin diri Bubu sendiri."
"Bubu akan jadi orangtua yang lebih baik buat adek, tolong jangan tinggalin Bubu, adek harus kuat, Adek jangan nyerah, ya, anak Bubu," Tyan mengecup sisian wajah Joshua di sela tangisnya.
Noa yang sedari tadi menjadi penonton akhirnya menyerah juga, ia tak lagi dapat menahan perasaan sedih dan haru itu hingga ikut larut dalam tangisan. Satu hal yang Noa ketahui tentang Joshua, sekeras apapun sikapnya, sedingin apapun kepribadiannya ia adalah sosok yang hangat pada keluarganya, Noa merasa semakin yakin dengan keputusannya untuk menikah dengan Joshua.
Satu jam setelah kemoterapi usai, Joshua mengalami sebuah rasa sakit yang jauh berbeda dari kemoterapi pertamanya, walaupun ia tak mengingatnya Noa tahu jelas bagaimana reaksi obat itu, tidak sampai membuat Joshua berteriak kesakitan seperti apa yang Noa lihat saat ini. Joshua harus di pegangi dua perawat pria karena terus berontak dari tempat tidurnya lantaran kepalanya terasa akan pecah.
Noa berada di sana berusaha menenangkan, memeluk kepala sang kekasih walaupun ia terisak, reaksi obat itu sangat amat menyiksa, jauh lebih buruk dari reaksi sebelumnya.
"Sakit! Sayang kepala aku sakit arhhh Bubu .... " Joshua terus berteriak hingga dokter akhirnya tiba, memberikan obat yang lagi-lagi Noa tak mengerti apa jenisnya, yang jelas sesaat setelah di berikan obat tersebut Joshua tak lagi menggerakan tubuhnya, rasa sakit seolah perlahan hilang dan membuatnya lebih tenang.
Dua perawat pria itu melepaskan tangannya pada Joshua sementara Noa dengan sigap mendekap tubuh Joshua yang melemah, "aku di sini, Mas gak sendirian, aku di sini," Noa terus merapalkan kalimat penenang. Rasanya Noa ingin Joshua membagikan sakit itu untuknya, tetapi ia tak dapat melakukan apapun selain berdoa pada Tuhan demi kesembuhan pria yang mulai menanamkan rasa asing dalam hatinya itu, walaupun Noa tahu jika ia di mata Joshua adalah sosok lain.
Tbc ...
Aku rajin up biar cepet tamat huehehe ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Days With You | Nomin
FanfictionNoa baru saja di pecat dari perusahaannya, karena kesulitan mencari pekerjaan ia terpaksa menerima pekerjaan merawat pria dewasa yang tengah berjuang dengan sakit yang cukup berbahaya. sassyna 2024 BxB Boyslove