Pagi itu setelah sarapan yang di lakukan bersama dalam kamar, lelaki itu mengajak suaminya untuk turun menuju sebuah pondok kecil tempat Joshua menyimpan sebagian besar perkakas kerjanya. Tolong jangan bayangkan halaman belakang rumah keluarga Mahendra kecil, karena luasnya bahkan cukup untuk membuat lebih dari dua kolam renang berukuran besar.
Bubu juga suka menanam berbagai jenis pohon buah yang tentu saja membutuhkan lahan yang cukup luas maka dari itu tak heran jika pondokan milik Joshua dapat di bangun dengan leluasa di sana. Noa sudah seringkali melihat tempat itu, akan tetapi selama Joshua sakit tempat itu tak pernah di buka dan di masuki oranglain, Joshua menguncinya dengan rapat, itu tempat yang sangat privat milik sang pria, tak ada seorangpun yang di ijinkan masuk ke sana tanpa sepengetahuannya. Bahkan Joshua sempat bingung mencari kunci pondok itu andai saja sang suami tak sigap mencarinya ke semua laci kamar dan rupanya kunci itu berada di sebuah kotak dalam laci nakas.
"It is your work place?"
Joshua mengangguk, "i'm sorry i didn't remember too much about this place, tapi aku bisa make sure tempat ini nyimpen sesuatu yang bisa kamu dan keluarga kenang tentang aku."
Noa menghela napasnya dalam, ia selalu tidak suka tentang pembahasan tersebut akan tetapi dokter memberinya nasihat jika ia harus lebih memaklumi kondisi Joshua dan selalu siap akan kemungkinan terburuk. Karena sebenarnya obat kemoterapi terakhir yang Joshua gunakan entah mengapa mengalami resistensi dan pengobatan selanjutnya tim dokter akan mengubah metode yang Joshua gunakan.
"Berpikir positif adalah jalan kesembuhan, jadi ... " Noa meremat ujung pendorong kursi roda Joshua, "jadi, Mas harus berpikir positif karena kita bakalan sama-sama dalam waktu yang lama dan kita akan punya banyak anak-anak supaya hidup kita berdua gak sepi."
"You right," Joshua melirik ke arah Noa, senyuman terbit membuat garis lengkung pada matanya, ia meraih tangan Noa dan mengecupnya, "makasih banyak udah mau nikah sama aku, Sayang."
"Aku yang harusnya makasih karena Mas udah mau berusaha buat sembuh, walaupun gak mudah."
Saat pintu terbuka Noa dapat melihat ruangan itu bercat abu-abu dan putih, ada berbagai gambar rancangan juga maket-maket bangunan yang tak Noa mengerti. Noa dapat melihat sebuah kursi dan meja serta lampu meja berada di sudut ruangan. Itu pasti tempat Joshua biasa mengerjakan projek-projeknya selama ini. Aroma kertas juga sangat mendominasi di sana, mungkin karena selama tiga bulan tak lagi di jamah tempat itu sedikit berdebu dan terasa dingin.
Joshua menghela napasnya, ia merasakan sebuah sensasi rindu yang teramat pada tempat itu, meskipun memori itu hilir mudik, ia tak terlalu mengingat jelas tetapi aroma kertas itu membuatnya merasa sangat tersentuh. Ada bagian tubuhnya yang mengingatnya, seperti tangannya yang mulai menyentuh sebuah kertas yang di gulung rapih berada di sebuah corong yang berada di dekat meja kerjanya.
Noa mengernyit melihat gulungan kertas itu di ikat dengan sebuah pita merah muda sangat kontras dengan gulungan-gulungan lainnya. Noa juga dapat melihat tangan Joshua yang gemetaran saat berusaha membuka kertas itu.
"I cant ... I cant ...."
Noa cukup terkejut saat melihat mata Joshua berkaca-kaca tangannya tak sanggup membuka kertas itu. No segera menundukan tubuh dan membawa Joshua ke dalam pelukannya, lelaki itu menangis tersedu, Noa tak tahu apa yang sebenarnya Joshua rasakan dan apa hubungannya tentang kertas itu. Yang dapat ia lakukan hanya mencoba selalu ada dekat Joshua dan menemaninya.
"It's okay, Mas, i'm here, i'm here with you ...."
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Days With You | Nomin
FanfictionNoa baru saja di pecat dari perusahaannya, karena kesulitan mencari pekerjaan ia terpaksa menerima pekerjaan merawat pria dewasa yang tengah berjuang dengan sakit yang cukup berbahaya. sassyna 2024 BxB Boyslove