Bagian 3

8.2K 417 0
                                    















Marko berlari masuk ke dalam rumah, ia datang terlambat setelah tiba-tiba mobil yang ia kendarai mogok dan terpaksa ia harus pulang menggunakan angkutan online. Saat baru saja masuk ke dalam rumah Marko melihat sang bubu juga ayahnya tengah duduk di ruang keluarga dengan keduanya yang sama-sama diam namun dari belah bibir bubunya Mark dapat mendengar tangisan lirih yang nyaris tak terdengar.

"Bu, Pi, Josh gimana?" Tanya Mark wajahnya masih terlihat panik.

"Josh tidur, kamu langsung bersih-bersih aja, Mark, Bubu sama Papi mau ajak kamu diskusiin sesuatu."

Mark mengangguk kemudian berjalan cepat menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Mark tahu kondisi keluarganya memang tengah berada di masa sulit sejak sang adik di diagnosa mengalami tumor otak stadium awal. Orangtuanya menjadi lebih emosional terutama sang bubu. Bubunya yang merupakan seorang pengusaha dan memiliki brand sepatu lokal yang cukup ternama membuatnya jarang berada di rumah. Sementara ayahnya merupakan seorang direktur utama di tempat Mark bekerja mengharuskan keluarga itu sering pergi meninggalkan Joshua sendirian di rumah, lebih tepatnya sejak kecil, Josh dan Mark memang lebih sering berada di rumah hanya bertiga dengan seorang Nanny yang mengurus mereka.

Joshua merupakan seorang arsitek muda yang sangat aktif dengan project-project yang membuatnya lebih sering bekerja di ruang kerjanya yang berada di rumah kecil terpisah di belakang rumahnya. Sementara anggota keluarganya yang lain bekerja di luar Josh seringkali sendirian menjalani hari-hari kerjanya yang sibuk. Menjadi arsitek adalah mimpi Josh sejak kecil, Josh tak pernah bermain-main dengan hal tersebut, Josh sangat mencintai dunia menggambar bahkan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar.

Namun sejak di diagnosa mengidap penyakit tersebut, kerja motoriknya seringkali menurun, seperti tangannya yang kesulitan bergerak sesuai keinginannya, bahkan pernah di hari yang sibuk Josh tidak dapat mengangkat selembar kertas. Dan karena hal tersebut Josh menjadi seseorang dengan emosi yang tidak terkendali karena merasa sangat kesal dengan keadaannya.

"Gimana Bu?" Tanya Mark setelah ia menyelesaikan segala kegiatannya dan ikut duduk bersama di ruang keluarga, tepatnya di samping sang bubu sembari meraih dan menggenggam tangan bubunya untuk menguatkan.

"Mark, Bubu gak bisa liat adek begini, kamu tau, kan, menggambar itu sesuatu yang penting banget buat adek, kamu tau Josh gak pernah seharipun lupa sama kerjaannya dan tadi," Bubu melihat ke arah Mark dengan mata yang penuh dengan rasa sedih dan penyesalan, "Josh nangis gara-gara tangannya gak bisa pegang bolpoint, dia marah sama keadaannya Mark dan Bubu sama Papi cuma bisa diem, Bubu gak tau harus ngapain, Mark."

Mendengarnya, Markpun merasa sama hancurnya, saat gejala awal Josh merasakan sakit di kepala hingga berteriak seperti orang gila dan saat itu dokter hanya meresepkan obat untuk mengurangi rasa sakit dan mengatakan jika Josh terlalu lama menatapi gambar-gambar yang di buatnya, lalu kondisinya semakin parah saat Josh mulai sering pingsan tiba-tiba. Keluarganya sangat menyesal karena tak dapat menangani Josh lebih cepat dengan kekuatan uang yang keluarganya miliki.

"Bubu sama Papi tenang aja ya, Marko bakalan cari dokter terhebat di dunia ini buat sembuhin adek, Mark bakalan lakuin apapun buat kesembuhan Josh.".

Sang bubu kemudian memeluk Mark erat, menumpahkan tangis yang sangat menyiksa jika terus ia tahan. Tyan merasa sangat menyesal, takut dan sedih dengan apa yang putranya alami.


















Tbc ...

Days With You | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang