Sudah lebih dari tiga puluh menit Sebastian terus mengawasi ruang kerja Felix dari bawah tangga. Ia menggenggam dengan kuat belati yang Lionel berikan padanya. Saat ia sudah memantapkan hatinya, Sebastian mulai berjalan dua langkah, namun ia menghentikan langkah kakinya saat Evelyn tiba-tiba datang dan berjalan masuk ke ruangan itu.
Pria itu menghela nafas berat. Rupanya kali ini bukan waktu yang tepat. Sebastian akhirnya mengurungkan niatnya dan kembali, menunggu kesempatan yang bagus untuk menemui Felix lagi.
"Apa yang membuatmu kemari?" tanya Felix mengangkat salah satu alisnya, ia heran karena tidak biasanya Evelyn datang menemuinya di ruang kerjanya.
Evelyn berjalan mendekat "Aku dengar kau sedang sibuk mempersiapkan kebutuhan musim dingin tahun ini di duchy, bagaimana kalau aku membantu mu, pasti sangat repot karena Lorenzo sedang sakit sekarang" ujar Evelyn, ia ingin membantu Felix menyelesaikan tugasnya.
Felix menatap kearah jendela ruangannya, rupanya hari sudah gelap. Ia terlalu fokus bekerja sampai lupa waktu. Ia kemudian mengalihkan pandangan kearah Evelyn yang berdiri disampingnya dengan tatapan lembut "Tidak perlu, bukankah kau sudah punya tugasmu sendiri di sini"
"Pekerjaanku sudah selesai, aku hanya ingin membantumu" ujar Evelyn.
Felix menarik salah satu sudut bibirnya kemudian menarik lengan Evelyn hingga membuat wanita itu duduk dipangkuannya. Tubuh Evelyn menegang saat Felix melingkarkan tangan di pinggangnya.
"Kau datang ke sini untuk membantu ku atau, jangan-jangan kau sedang merindukanku?" bisik Felix di dekat telinga Evelyn.
"Tidak! Kenapa aku merindukanmu? Lagi pula kita sering bertemu di sini" sangkal Evelyn, ia mengalihkan pandang ke sembarang arah. Bagaimana bisa Felix berfikir seperti itu?
Pria itu tertawa kecil, ia kemudian mengusap lembut dagu Evelyn sambil tak melepaskan tatapan pada wanita itu, "Benarkah? Tapi kenapa kau mengatakannya tanpa menatap ku?"
Felix perlahan mendekatkan dirinya sejajar pada wajah Evelyn, ia mencium bibir merah itu dengan lembut. Evelyn tak menolak ciuman yang Felix berikan padanya. Ciuman yang lembut perlahan berubah, pria itu melumat dan menggigit bibir Evelyn dengan kasar. Evelyn menikmati sentuhan pria itu pada bibirnya, ia merasakan perutnya seperti di aduk-aduk, seolah ada kupu-kupu yang beterbangan disana.
Felix dapat merasakan tubuhnya semakin panas, ia menarik pita merah yang melingkar pada kerah wanita itu kemudian membuka satu persatu kancing gaun yang Evelyn kenakan, saat ia akan melepas kancing yang ketiga, Evelyn menahan dengan salah satu tangannya.
Felix melepas ciumannya dan mendorong dirinya menjauh dari wajah Evelyn dengan dahi berkerut.
"Tunggu! Jangan disini! Bagaimana kalau ada yang masuk?" Evelyn mengalihkan pandang dari pria itu, wajahnya terlihat sangat merah seperti kepiting rebus.
"Aku tidak peduli, lagi pula siapa yang berani masuk tanpa seizinku?" ujar Felix sembari mengelap bibir Evelyn dengan ibu jarinya. Ia kemudian menghela nafas pendek "Baiklah, jika kau tidak mau melakukanya di sini mari lakukan di tempat lain" ujar Felix tersenyum miring.
Felix meletakkan satu tangan nya pada bawah lutut wanita itu sedangkan tangannya yang lain berada di punggung Evelyn. Ia kemudian membopong tubuh wanita itu dan membawanya keluar dari ruangan kerja.
"Tunggu! Apa yang kau lakukan? Turunkan aku!" Evelyn menggoyangkan kakinya untuk meminta Felix menurunkannya. Namun pria itu tak mempedulikanya. Lagi-lagi Felix menggendongnya tanpa izin, bagaimana kalau nanti para pelayan melihat mereka berdua? Apa pria itu tidak punya malu?
Sampai di kamar, pria itu membaringkan tubuh Evelyn dengan perlahan diatas kasur. Tatapan keduanya terpaut, Evelyn dapat merasakan deru nafas berat pada pria di depannya itu.
"Buka mulutmu!" titah Felix yang saat ini wajahnya sangat dekat dengannya. Pria itu mengusap lembut pipi Evelyn yang saat ini posisinya berada di bawahnya.
Evelyn tak menjawab, ia sedikit membuka mulutnya, menuruti perintah pria itu.
"Sedikit lebih lebar" pinta Felix lagi
Perintah pria di depannya itu seolah adalah mantra sihir yang tidak bisa wanita itu tolak. Evelyn membuka sedikit mulutnya lebih lebar dari sebelumnya, membuat degup jantungnya berpacu lebih cepat.
Tak menunggu waktu lama, Felix langsung menyambar bibir wanita itu. Awalnya, Felix mencium bibirnya dengan lembut, namun semakin lama ciumannya semakin dalam. Evelyn mengalungkan lengannya pada leher pria itu dan membalas ciumannya walau masih kaku. Ia dapat merasakan tubuhnya semakin panas, ada euphoria asing namun hangat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya menguasai tubuhnya.
Setelah puas menjelajahi bibirnya, Felix menurunkan ciuman pada leher jenjangnya, mencium dengan lembut kemudian menggigitnya hingga meninggalkan bekas kemerahan disana. Tubuh Evelyn semakain panas, ia dapat merasakan detak jantung pria itu yang berdetak cukup kencang, tak jauh berbeda darinya.
Tak berhenti sampai disitu, tangan Felix terus bergerak, menyusup ke dalam gaun wanita itu hingga membuat Evelyn mengerang dibuatnya. Ia sudah lama menunggu kesempatan ini, berbagi kehangatan dengan orang yang dicintainya, mulai saaat ini, ia tak akan pernah lagi membiarkan wanita ini pergi dari sisinya.
***
Evelyn membuka matanya perlahan, hal yang ia rasakan pertama kali adalah seluruh tubuhnya yang terasa sakit. Rupanya matahari sudah muncul. Ia menengok ke sebelah tempat tidurnya, tidak ada Felix disana, sepertinya ia sudah pergi bekerja.
Wanita itu mengerjabkan matanya kemudian mengalihkan pandang ke arah jam, ia sontak melebarkan matanya, bagaimana bisa dirinya tidur sampai hampir tengah hari. Evelyn buru-buru turun dari ranjangnya, ia meraih gaun tidur yang tergeletak di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.
"Kenapa tidak ada yang membangunkanku?" gerutunya sembari memakai pakaiannya.
Evelyn seketika tertegun, ia kembali melebarkan matanya saat melihat pantulan dirinya di depan cermin. Ia berjalan mendekat kearah cermin besar itu sembari mengangkat alisnya, ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya di sana. Bekas kemerahan cukup banyak di tubuhnya terutama di area leher, terlihat kontras dengan kulitnya yang putih. Jika seperti ini, ia harus memakai pakaian dengan kerah yang lebih tinggi.
Evelyn menggelengkan kepalaya, tidak ada waktu untuk mengeluh. Ia harus segera bersiap pergi ke ruang kerjanya sebelum hari semakin siang.
Setelah membersihkan diri, Evelyn masuk ke dalam ruang kerjanya saat matahari sudah berada tepat di atas kepalanya. Sejak menjadi duchess, semua kebutuhan dan dokumen urusan rumah tangga diserahkan padanya sehingga ia harus membiasakan diri untuk berurusan dengan dokumen setiap harinya.
"Padahal tuan Duke sudah menyuruhmu libur hari ini, tapi kenapa kau masih tetap datang ke ruang kerja?" tanya Luna seraya meletakkan secangkir teh diatas meja kerjanya. Sebelumnya Felix sudah memberinya pesan agar Evelyn tidak perlu bekerja hari ini karena katanya Evelyn kurang enak badan.
"Tidak masalah, lagi pula aku tidak punya pekerjaan lain selain ini" timpal Evelyn, ia mulai mengambil sebuah dokumen yang ada di atas mejanya untuk di periksa.
"Kalau begitu jangan terlalu memaksakan diri. Kau harus berhenti jika merasakan sakit, ya. Oh iya, tadi tuan Duke menitipkan surat dari istana untuk mu" Luna memberikan subuah surat coklat tua pada Evelyn.
Setelah menerima surat itu, Evelyn langsung membukanya, "Ternyata istana akan mengadakan pesta pendirian negara dua minggu lagi" ucap Evelyn setelah membaca semua isinya.
Luna menatap Evelyn dengan mata berbinar "Benarkah? Ternyata sudah waktunya. Evelyn bagaimana kalau kau pergi membeli gaun di butik untuk pesta itu" usul Luna memberi ide, karena biasanya para bangsawan akan membeli gaun baru untuk mereka kenakan di pesta yang diadakan di istana.
Evelyn berfikir sejenak, ia kemudian berucap "Baiklah, besok antar aku pergi ke butik. lagi pula sudah lama aku tidak pergi keluar" ucap Evelyn disambut senyuman hangat oleh Luna. Gadis itu tidak sabar menemani Evelyn pergi ke butik karena memang ia belum pernah pergi ke tempat itu sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-Fiance's Obsession
Historical FictionKehidupan Evelyn yang sempurna berubah setelah kematian kedua orang tuanya. Ia harus menjual harta dan kediamannya untuk membayar hutang keluarga. Setelah kehilangan rumahnya, evelyn dan kedua adiknya tinggal disebuah rumah kecil yang ada di pinggir...