Evelyn mencuci tangannya di kamar kecil, pergelangan tangannya terlihat kemerahan akibat cengkraman dari Noah tadi, untung saja Sebastian datang. atau kalau tidak Noah akan bertindak lebih jauh lagi.
Setelah mencuci tangannya, Evelyn tak lantas keluar, ia memilih tetap berada di dalam toilet untuk menenangkan dirinya. Evelyn berusaha menyakinkan dirinya, kalau Noah tidak akan bisa menyakitinya lagi dan bertindak nekat, ia tidak mungkin mau berurusan dengan keluarga Duke.
Setelah Evelyn merasa lebih tenang, ia pun keluar untuk kembali ke aula pesta. Dalam perjalanan menyusuri koridor istana, ia tidak sengaja berpapasan dengan seseorang yang dikenalnya.
"Viscount Stuart?" sapa Evelyn pada pria paruh baya yang memakai kacamata itu.
Pria itu mengernyit, "Evelyn?" tanyanya memastikan kalau yang saat ini di depannya adalah Evelyn.
Evelyn mengenal Viscount Stuart karena ia adalah sahabat dari ayahnya. Sewaktu orang tuanya masih hidup, Viscount sering mengunjungi kediamannya dari ia masih kecil, namun setelah orang tuanya meninggal, Evelyn tidak pernah lagi bertemu dengannya.
Keduanya kini berada di sebuah ruangan yang memang khusus untuk tamu beristirahat setelah Viscount meminta waktu Evelyn untuk berbincang karena ada suatu hal yang penting yang ingin pria itu sampaikan.
"Bagaimana kabar mu sekarang? Aku dengar kau sudah menikah dengan Duke radlieffe?" tanya Viscount, ia menatap teduh ke pada Evelyn seolah ia adalah anaknya sendiri.
"Benar, saya sudah menikah sekarang, andai saja orang tua saya masih hidup pasti mereka bisa menyaksikan pernikahan saya" ujar Evelyn tersenyum getir megingat kedua orang tuanya. Pria di depannya juga terlihat sedih mengingat sahabatnya dan istrinya itu meninggal dengan tiba-tiba.
"Waktu itu, aku benar-benar terkejut saat tau mereka meninggal dalam kecelakaan kerata kuda. Tapi ternyata setelah penyelidikan ada sesuatu yang janggal dengan kematian mereka" ungkap Viscount, raut wajahnya yang semula lembut berubah menjadi serius.
Evelyn mengernyitkan keningnya "Apa maksud anda?" berusaha menerka apa yang pria paruh baya itu maksud.
"Kedua orang tuamu meninggal bukan karena kecelakaan kereta kuda biasa, melainkan ada orang yang sengaja membunuh mereka" ujar Viscount menatap Evelyn penuh keyakinan.
Bola mata Evelyn melebar, bagaimana ia tidak terkejut mendengar pernyataan dari lawan bicaranya itu saat mengungkapkan sesuatu tentang kematian kedua orang tuanya yang tidak ia ketahui sebelumnya "Bagaimana anda bisa tau itu?" tanyanya penuh selidik.
"Awalnya aku juga mengira kalau itu hanyalah kecelakaan kereta kuda biasa, namun beberapa waktu yang lalu, ada seorang pedagang yang menemui inspektur yang ku kenal dan mengaku melihat langsung kejadian waktu itu, awalnya ia tak ingin melaporkannya karena takut jika terjadi sesuatu padanya, namun pada ahirnya ia datang sendiri ke bagian keamanan karena merasa tidak tenang jika terus menyembunyikannya" jelas Viscount membuat Evelyn yang duduk di depannya mengerutkan alisnya.
"Apa anda tau siapa pelaku yang membunuh orang tua saya?" tanya Evelyn setengah mendesak Viscount untuk mengatakan pelaku pembunuhan orang tuanya.
"Aku sendiri tidak tahu. Waktu itu, pedagang itu tak sengaja berada di sana saat akan pergi ke ibu kota untuk mengantar barang dagangannya. Ditengah perjalanan ia melihat sebuah kereta kuda milik bangsawan di cegat oleh tiga orang, salah satunya memakai topeng. Pedangan itu bersembunyi karena mengira mereka bertiga adalah para bandit. Saat itu ayahmu terpaksa keluar untuk menyerang mereka dan menyuruh kusir kudanya melaju agar ibumu bisa kabur, namun sayang kedua orang penjahat itu mengejar kereta kudanya, sedangkan Ayahmu kalah dalam duel melawan penjahat bertopeng itu, dan kereta kuda yang ibumu tumpangi terperosok jatuh ke dalam jurang. Namun anehnya mereka tidak mengambil harta yang mereka bawa, setelah melempar ayahmu ke dalam jurang mereka langsung pergi jadi dapat dipastikan kalau mereka bukanlah bandit" jelas Viscount, ia harus mengatakan semua pada Evelyn karena ia berhak tahu k ejadian yang sebenarnya tentang kematian kedua orang tuanya.
Evelyn tertegun setelah mendengar cerita tentang kematian kedua orang tuanya, pandangan matanya mulai kabur oleh air mata yang mengenang. Ia menggenggam erat telapak tangannya, perasaan marah membuncah dalam benaknya, jadi selama ini orang tuanya dibunuh, tapi siapa orang yang sudah membunuh kedua orang tuanya?
"kabar baiknya, pedagang itu mengambil sebuah potongan topeng yang berhasil ayahmu hancurkan saat menghedapi pria bertopeng itu, dan sekarang benda itu ada padaku. Aku sudah berusaha menyelidiki siapa orang yang membunuh orang tuamu, tapi tidak berhasil, cukup sulit melacak pembunuh itu" jelas Viscount Stuart, ia memandang Evelyn dengan tatapan sendu.
"Apakah pedagang itu melihat wajah pembunuh itu?" tanya Evelyn dengan matanya yang berkaca-kaca, ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya.
"Benar, ia melihat langsung wajahnya saat topeng itu terlepas dari pembunuh itu" timpal Viscount membuat nafas Evelyn memburu lebih cepat. Jika pedagang itu melihat langsung wajah pembunuh, maka ia harus bertemu langsung dengannya.
"Terimakasih karena anda sudah menceritakan semuanya, kalau anda tidak memberi tahu saya tidak mungkin tahu kejadian yang sebenarnya" ucap Evelyn pada Viscount yang sudah ia anggap sebagai pamannya sendiri itu.
Viscount Stuart hanya mengangguk, ia melenggang keluar terlebih dulu setelah urusannya dengan Evelyn selesai, ia harus pergi untuk menemui beberapa rekan bisnisnya yang lain setelah ini.
Wanita itu keluar dari ruangan dengan tatapan kosong. Setelah Viscount pergi beberapa saat yang lalu, Evelyn memilih tetap berada di ruangan untuk mencerna semua yang Viscount ceritakan padanya. Banyak pertanyaan melayang di benaknya, selama ini yang Evelyn tau, ayahnya bukan orang yang memiliki banyak musuh, jadi bagaimana mungkin ada orang yang menyimpan kebencian padanya dan membunuh kedua orang tuanya.
"Ternyata kau disini, aku sudah mencarimu kemana-mana" Felix berjalan menghampiri Evelyn. pria itu heran melihat mata Evelyn sedikit sembab, apakah ia baru saja menangis?
Evelyn mengalihkan pandang pada Felix, ia sedikit menarik bibirnya, berusaha tersenyum untuk menyembunyikan kesedihannya.
"Apa yang terjadi? Apa kau baru saja menangis?" tanya Felix khawatir sembari mengelus pipi Evelyn dengan jemarinya.
"Felix, aku ingin pulang" pinta Evelyn, ia berusaha bersikap tenang.
"Baiklah, kita pulang sekarang" ujar Felix yang langsung menyetujui permintaan Evelyn tanpa bertanya lebih lanjut.
Di kereta kuda yang mereka tumpangi, Felix menatap Evelyn sedikit cemas. Sedari tadi wanita itu hanya diam sambil menatap kosong jalanan dari kaca jendela tanpa mengucap sepatah katapun. Felix sudah bertanya pada Evelyn, namun wanita itu hanya bungkam. Ia heran, apa yang saat ini istrinya itu pikirkan, namun ia tidak akan bertanya lagi untuk saat ini dan memilih menunggu Evelyn menjelaskan sendiri padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-Fiance's Obsession
Historical FictionKehidupan Evelyn yang sempurna berubah setelah kematian kedua orang tuanya. Ia harus menjual harta dan kediamannya untuk membayar hutang keluarga. Setelah kehilangan rumahnya, evelyn dan kedua adiknya tinggal disebuah rumah kecil yang ada di pinggir...