BAB 41

3.8K 273 7
                                    

Pagi ini, Evelyn tengah melamun di ruang kerjanya. Ia tidak bisa berhenti memikirkan ucapan Viscount Stuart kemarin malam. Ia ingin tahu, sebenarnya apa alasan orang itu sehingga tega membunuh kedua orang tuanya.

"Lyn, Evelyn ..." sebuah suara menyadarkan Evelyn dari lamunannya, sedari satu jam yang lalu, ia tidak bisa fokus pada pekerjaannya dan sering melamun.

"Ada apa?" tanya Evelyn pada Hilda yang baru saja datang membawakannya teh dan camilan.

"Apa yang sedang kau pikirkan sampai melamun seperti itu? Kertasnya jadi penuh dengan tinta" tanyanya khawatir pada Evelyn.

Evelyn mengalihkan atensinya pada sebuah kertas di depan mejanya. Ia terlihat panik saat menyadari kertasnya penuh dengan tinta yang meluber. Ia tidak sadar, sejak kapan ia melamun sampai membuat kekacauan kecil seperti ini.

"Biar aku saja yang membersihkannya" ucap Hilda, ia meraih kertas itu kemudian mengelap tinta yang ada di atas meja.

"Terima kasih" ucap Evelyn sembari memperhatikan Hilda yang membersihkan mejanya, ia merasa bersalah.

"Apa yang sedang kau pikirkan sampai melamun seperti itu?" tanya Hilda setelah ia membereskan kekacauannya. Hilda jadi khawatir karena sejak Evelyn kembali dari pesta kemarin malam, sikapnya sedikit berubah.

Evelyn menggelengkan kepalanya "Aku hanya sedikit lelah" timpalnya singkat.

"Lebih baik setelah ini kau beristirahat sampai jam makan siang sebentar lagi. Jangan terlalu memaksakan diri, karena kesehatan yang lebih penting" ujar Hilda sembari meletakkan teh di atas meja

***

Waktu makan malam tiba, Evelyn dan Felix menyantap makan malam mereka di ruang makan. Keduanya hening, tidak saling bercakap seperti sebelumnya, di ruangan itu hanya terdengar suara gesekan antara piring dan sendok yang saling bersahutan.

"Apa yang sedang kau pikirkan? Apa kau tetap tidak mau memberitahuku?" tanya Felix memecah keheningan di tengah makan malam mereka.

Evelyn meletakkan sendok dan garpunya diatas piring, "Felix, apa aku boleh meminta sesuatu?" ia menatap lamat Felix di depannya.

Felix tersenyum tipis, kemudian menggenggam dan mengusap tangan Evelyn yang duduk di dekatnya "Aku akan memberikan apapun yang kau minta" timpalnya, ia senang karena untuk pertama kalinya Evelyn meminta sesuatu padanya.

"Apa aku boleh mengunjungi kampung halamanku? Aku mau melihat kediamanku dalam waktu dekat ini" tanya Evelyn penuh harap.

Pria itu diam sejenak untuk berfikir "Kenapa kau ingin pergi kesana?" ia penasaran lantaran Evelyn tiba-tiba ingin pergi ke kediaman count. Apa dia sedang rindu kampung halamannya.

Evelyn menunduk, ia kemudian mulai menceritakan alasannya ingin pulang ke kampung halamannya di lindberg, tentang pertemuannya dengan Viscount Stuart yang mengatakan kalau orang tuanya meninggal karena di bunuh oleh seseorang, juga menceritakan kalau ada seorang saksi yang melihat langsung pembunuhan kedua orang tuanya.

Felix sontak melepas genggaman tangannya pada Evelyn, membuat Evelyn menatap kearahnya bingung. Felix kemudian berucap "Jangan! Maksudku, sekarang masih musim dingin, jalanan akan lebih sulit di lalui, jadi kita bisa pergi setelah musim dingin berakhir"

"Tapi ada sesuatu yang ingin ku pastikan, Viscount Stuart punya bukti yang harus ku selidiki" Evelyn setengah memaksa.

Felix mengernyitkan keningnya "Bukti? Bukti apa yang kau maksud?"

"Viscount Stuart memiliki potongan topeng yang di gunakan pembunuh saat membunuh orang tuaku" Evelyn meremas jemarinya sembari menatap Felix agar ia mengizinkannya untuk pergi.

"Kalau itu tujuanmu, aku akan menyelidiki kematian orang tuamu, jadi kau tidak perlu sampai pergi kesana" putusnya, ia tetap tidak mengizinkan Evelyn untuk pergi.

"Tapi aku harus ke sana, aku ingin bertemu langsung dengan saksi itu dan mendengar semua yang ia lihat. Aku mohon, biasrkan aku pergi kesana," desak Evelyn sembari menatap bola mata pria di depannya itu seolah memaksanya untuk menyetujui permintaannya.

"Apa kau tidak mempercayaiku? Serahkan saja semuanya padaku. Aku bisa menyelidiki tentang kematian orang tuamu tanpa kau harus pergi ke sana" ucap Felix, kedua orang itu terus berdebat dan tidak ada seorangpun yang ingin mengalah.

"Aku bukannya tidak percaya padamu" Evelyn menundukkan pandangan, kecewa.

"Kau bisa ke sana di lain waktu, tidak saat ini. Sementara itu aku akan menyelidiki orang yang terlibat dalam pembunuhan orang tuamu" ucap Felix sedikit melembut.

Evelyn meremas roknya, "Maaf, tapi aku akan tetap pergi ke sana dalam waktu dekat ini, aku tidak ingin menunggu terlalu lama. Aku tidak akan memaksamu untuk ikut denganku, aku bisa pergi kesana sendiri" tegas Evelyn, ia tetap bersikeras pergi walau Felix terus melarangnya.

Felix melempar sendok yang di pegangnya ke atas piring "Apa kau lupa kalau kita sudah menikah. Bagaimana aku bisa membiarkanmu pergi sendirian ke tempat yang jauh itu. Aku rasa pembicaraan ini cukup, kau tetap tidak boleh pergi ke sana sebelum musim dingin ini berakhir" Felix beranjak dari kursinya kemudian pergi meninggalkan ruang makan tanpa menghabiskan sisa makanannya.

Evelyn menatap kesal pada Felix yang berjalan pergi meninggalkan ruang makan, mengapa pria itu bersikeras melarangnya pergi, bagaimanapun juga ia harus terlibat dalam penyelidikan kematian kedua orang tuanya, tidak bisa hanya menunggu saja.

***

Pagi ini, Evelyn mengemas pakaian dan barang-barang yang ada dikamarnya karena besok ia akan berangkat ke lindberg, walaupun Felix melarangnya ia akan tetap pergi. Tentu ia tak pergi sendiri, Evelyn juga mengajak hilda dan luna untuk menemaninya.

"Bagaimana Hilda? Apa kau sudah memberitaku kusir besok aku akan pergi ke lindberg?" tanya Evelyn pada Hilda yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.

Hilda menggaruk pipinya yang tidak gatal "Itu ..., kusir kuda keluarga Duke sedang sakit, jadi dia tidak bisa mengantarmu besok" bohong Hilda, ia terpaksa berbohong karena diperintahkan Felix agar Evelyn tidak jadi berangkat.

"Kalau begitu tolong carikan aku kereta kuda yang lain, aku akan tetap berangkat besok pagi" titah Evelyn sambil tetap mengemas pakaiannya, ia sudah mengira Felix pasti yang melarang kusir itu untuk mengantanya pergi, itu tidak masalah baginya, dia bisa mencari kereta kuda yang lain.

"Tapi, apa kau tetap tidak mau memberitahu tuan Duke dulu kalau besok kau akan pergi?" tanya Hilda hati-hati. Sebelumnya ia sudah membujuk Evelyn untuk pergi setelah musim dingin berakhir.

"Untuk apa aku memberitahunya? Dia pasti tetap tidak akan mengizinkanku pergi" timpalnya, ia tau Felix tidak akan membiarkannya pergi.

Hilda akhirnya mengalah, walaupun memiliki sifat yang lemah lembut, Evelyn adalah tipe orang yang keras kepala, dan jika ia sudah bersikeras, tidak ada seorangpun yang bisa merubah pendiriannya.

Akhirnya Hilda melangkah keluar dari kamar untuk mencari kereta kuda yang akan Evelyn gunakan besok. Tapi sebelum itu, ia akan memberitaku Felix karena bagaimanapun juga Felix adalah suaminya. Ia juga sudah berjanji untuk memberitahu Felix keputusan Evelyn untuk pergi.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar ruang kerja Felix, pria itu kemudian mengizinkan Hilda masuk ke dalam.

"Bagaimana? Apa dia akan tetap pergi?" tanya Felix yang tengah duduk di kursi kerjanya. Pria itu menatap hilda penasaran.

"Nyonya menyuruh saya untuk mencari kereta kuda lain untuk keberangkatannya besok tuan, saya sudah membujuknya agar dia tidak pergi, namun nyonya tetap bersikeras untuk pergi besok" lapor Hilda sedikit menundukkan wajahnya.

Felix memijit pelipisnya yang terasa pening, rupanya Evelyn tidak mau mendengarkan ucapannya dan bersikeras pergi ke kampung halamannya sendirian tanpa nya.

Felix menghela nafas pendek sembari memijit pelipisnya yang terasa pening "Baiklah, kau tidak perlu keluar mencari kereta kuda lain, gunakan saja kereta kuda di kediaman ini" titah Felix, karena percuma saja ia melarang Evelyn menggunakan kereta kuda kediaman ini, wanita itu akan tetap pergi bagaimanapun caranya.

"Baik tuan, kalau begitu saya akan memberitaku kusir lebih dulu" pamit Hilda kemudian melangkah keluar.  

Ex-Fiance's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang