Bagian 38

186 30 1
                                    

Soobin menekan 6 digit password pintu sebuah unit apartemen mewah. Setelah pintu terbuka ia segera masuk untuk menemui sang pemilik apartemen. Soobin memasuki ruangan demi ruangan tanpa ragu, bak sudah mengenal segala sudut apartemen tersebut. Sampai ia di depan sebuah ruangan dan mengetuk pintunya sebelum masuk, yang ternyata adalah sebuah ruangan kerja.

"Kau benar-benar datang tepat waktu, Soobin," sapa wanita yang duduk dengan anggunnya di kursi empuk di seberang meja kerjanya. Wanita itu tersenyum dengan ramah yang tampak terlalu dibuat-buat.

Soobin mengabaikan sapaan wanita itu dan duduk begitu saja di sebuah sofa yang tersedia di sana tanpa menunggu dipersilahkan. Wanita itu mendecih dan mau tak mau bangkit dari duduknya untuk menghampiri Soobin.

"Kamu bawa apa yang aku minta?" Tanya wanita itu membuka percakapan.

Soobin mengeluarkan sebuah gelang dari saku jaketnya dan menggantungnya di jarinya. Ia menggoyang-goyangkan gelang itu di depan wajah wanita yang duduk di depannya. Wanita itu mengangkat tangannya hendak meraih gelang itu namun sekejap kemudian Soobin menarik gelangnya sembari tersenyum mengejek.

"Tidak semudah itu aku memberikan barang berharga ini, Nyonya Jihyun yang terhormat. Ada imbalan yang harus ku terima, karena tidak mudah mendapatkannya." Soobin menarik kedua sisi gelang itu sehingga memperlihatkan kepada Jihyun jika gelang tersebut adalah sebuah flashdisk mini.

"Apa yang kau inginkan?" Tanya Jihyun tidak sabaran.

"Ceritakan padaku penyebab Sunghoon terbunuh yang sebenarnya."

"Tanya saja pada Taehyun, aku tidak tahu apapun."

"Jangan bohong! Anda pasti tahu sesuatu. Bukankah sebelum Sunghoon terbunuh ia sempat menghubungi Anda?"

"Benar, tapi Sunghoon tidak mengatakan apapun. Sunghoon hanya mengajakku bertemu namun ia tidak pernah datang," ujar Jihyun sungguh-sungguh.

Soobin berdecak kesal. "Ya sudahlah, percuma berbicara dengan Anda. Membuang-buang waktuku saja. Setelah ini apa yang akan anda lakukan?"

"Aku akan mengembalikan semua ke tempat semula, termasuk anakku. Aku akan membuat Terry pulang kerumahku."

"Apakah itu mungkin? Sepertinya Terry begitu membenci Anda," ujar Soobin remeh.

Jihyun menarik sudut bibirnya. "Itu mudah, aku hanya perlu menyingkirkan Kai dan Taehyun. Terry tidak punya siapapun lagi di dunia ini selain diriku. Aku yakin dia pasti akan memilih pulang."

Soobin terkekeh. "Anda percaya diri sekali ya rupanya. Bagaimana jika justru hal itu membuat Terry semakin membenci Anda? Terry itu seorang pria dewasa, sepertinya sosok ibu yang jahat seperti Anda sangat tidak dia butuhkan."

Jihyun merasa geram dengan kalimat yang dilontarkan Soobin. Namun ia hanya mampu menahan amarahnya agar ia tidak terlihat lemah di depan Soobin. Bagaimana pun ia lebih menjaga wibawanya agar tidak mudah diremehkan oleh orang lain.

"Ah ambil saja gelang ini, aku tidak membutuhkannya. Bahkan rencana balas dendamku juga sudah tidak menarik lagi. Berikan saja aku uang yang banyak sebagai bayaranku, dan aku akan melakukan apapun," ujar Soobin sembari melempar gelang yang diketahui milik Taehyun itu ke atas meja.

"Apapun?" Tanya Jihyun meyakinkan jika apa yang ia dengar benar adanya.

"Iya, apapun. Hubungi saja aku jika Anda butuh bantuan. Bahkan untuk menyingkirkan orang-orang yang menghalangi rencana anda sekalipun. Asal bayarannya sesuai, itu tidak sulit bagiku," Soobin menjelaskan.

"Baik, tunggu sebentar."

Jihyun bangkit dari duduknya menuju meja kerjanya dan memeriksa isi dari flashdisk yang diserahkan Soobin. Setelah beberapa saat kemudian, ia kembali menghampiri Soobin dengan beberapa gepok uang pecahan 50 dollar.

"Ini untuk flashdisknya. Aku akan memberimu lebih jika kamu mau membantuku lagi."

"Baiklah, hubungi saja aku," seru Soobin sambil memasukkan uang bayarannya ke dalam jaketnya. Ia langsung berdiri lalu berjalan keluar apartemen tanpa pamit. Untuk apa berbuat sopan dengan wanita seperti Jihyun, pikirnya.

***

Keesokkan harinya, tepatnya pukul 2 siang, Taehyun sudah memarkirkan mobilnya di halaman parkir apartemen Soobin. Ia menjemput Soobin yang berjanji untuk membawanya ke kampung halamannya. Mereka akan mengunjungi orang tua Soobin dan memetik buah-buahan di perkebunan.

Soobin mengetuk kaca jendela mobil Taehyun dan meminta Taehyun untuk keluar. Nampaknya Soobin yang ingin menyetir kali ini. Taehyun hanya menurut tanpa berkata sepatah katapun dan pindah ke kursi penumpang.

Perjalanan yang ditempuh Soobin dan Taehyun bisa dibilang cukup panjang. Sekitar 4 jam mereka habiskan untuk sampai di sebuah desa kecil yang tidak terlalu ramai penduduk. Desa itu lebih didominasi oleh perkebunan dari pada pemukiman.

Mobil Taehyun berhenti di sebuah halaman rumah yang bisa dibilang sederhana. Ukuran rumah itu sebenarnya cukup besar namun hanya beralaskan keramik murah dan berdinding papan. Tipikal rumah warga desa kebanyakan.

Saat turun dari mobil, Soobin dan Taehyun disambut oleh ayah dan ibu Soobin yang baru saja pulang dari kebun. Masih dengan kaos lusuh dan membawa sekeranjang hasil panen untuk dikonsumsi mereka sendiri.

Soobin langsung memeluk ke dua orang tuanya secara bergantian, melepas rindu pada anaknya yang sudah 2 tahun tidak pulang. Ada canda tawa bahagia yang mereka saling tukar sebagai penghangat suasana. Suasana yang sesungguhnya membuat Taehyun tidak nyaman ketika menyaksikannya.

Meski sempat terabaikan, Soobin akhirnya memperkenalkan Taehyun sebagai temannya pada kedua orang tuanya. Ibu Soobin menerima tamunya dengan ramah dan mempersilahkan Taehyun masuk ke dalam rumah. Namun tidak dengan ayah Soobin, ia hanya menatap Taehyun dengan tatapan yang aneh dan sulit diartikan.

Tidak ada hal yang berarti yang terjadi sejak sore sampai malam di kediaman orang tua Soobin. Taehyun dan Soobin hanya disuruh beristirahat setelah makan malam. Mereka berdua harus menginap dan akan ikut ke perkebunan besok pagi.

Soobin langsung beranjak tidur, tanpa memperdulikan Taehyun yang harus tidur sekamar dengannya. Orang tua Soobin salah mengira jika mereka berdua datang sebagai sahabat karib. Padahal nyatanya Soobin dan Taehyun bisa dikatakan sedang bermusuhan, bahkan berniat untuk saling membunuh. Mereka terjebak di situasi yang canggung malam ini hanya karena janji konyol Soobin yang ditagih oleh Taehyun.

Taehyun pun keluar dari kamar untuk mencari udara segar pedesaan yang sudah pasti tidak pernah ia dapatkan di tempatnya tinggal. Ia duduk di sebuah kursi taman di samping rumah orang tua Soobin. Ia menikmati semilir angin malam beserta suara jangkrik yang saling bersahutan memecah kesunyian.

Beberapa saat kemudian, Taehyun dikejutkan oleh hadirnya ayah Soobin yang tiba-tiba duduk di sampingnya. Taehyun menoleh menatap ayah Soobin yang juga hanya menatapnya dalam diam. Taehyun kebingungan akan apa maksud dari ayah Soobin yang menghampirinya.

"Boleh saya bertanya sesuatu?" Ayah Soobin akhirnya membuka suara.

"Silahkan saja Pa-man," sahut Taehyun dengan panggilan canggungnya. Ayah Soobin kembali menatap Taehyun dan kini malah lebih mendekatkan lagi wajahnya agar bisa menatap Taehyun lebih jelas. Taehyun hanya mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Apakah kamu anak mendiang Joowon?"

*To Be Continued*

TRAP | Soobtyun (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang